Agnes Octaviani - 11140110101 - F1
Kita semua tahu
KungFu.
Kita semua tahu
Taekwondo.
Kita juga tahu
Karate dan Boxing.
Namun berapa dari
kita yang menaruh perhatian terhadap seni beladiri yang terdapat di Indonesia,
Pencak Silat?
Saya memutuskan
untuk mencari tahu tentang pencak silat dari Pak Edward Lebe, seorang guru
silat yang sudah lama mengenal dan mengajar silat hingga ke mancanegara. Kebetulan, salah satu sepupu saya belajar
silat pada beliau, sehingga saya bisa mendapat akses yang cukup mudah untuk
mewawancarai beliau.
Bertempat tinggal
di Pondok Kopi, Jakarta Timur, beliau biasa mengajar di lapangan sekitar
perumahan. Sabtu, 5 Januari lalu saya ditemani sepupu saya berkunjung ke
kediaman beliau untuk membahas pencak silat dan kegiatan beliau.
Drs. Edward Lebe,
lahir di Jakarta pada 19 Februari 1944. Memiliki latar belakang dari suku
Minangkabau, Pak Edward hidup dan besar di Jakarta. Beliau berhasil menempuh
pendidikan di FISIP UI, kemudian beliau menempuh training di DEPLU dan kemudian
dikirim ke Amerika. Sebelum belajar silat, beliau mempelajari Tari Piring dan
Payung sebagai dasar, kemudian baru belajar silat pertama kalinya dari ayahnya
sendiri. Tahun 60an, barulah ia belajar dari guru yang juga teman seperguruan
ayahnya. Tahun 1964, beliau baru mengajar di UI. Tahun 90an beliau telah
menjadi pengurus PBIPSI (Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia) dan
anggota organisasi pencak silat Internasional. Beliau juga pernah menjabat
sebagai Ketua Umum Pencak Silat Ksatria Muda Indonesia yang dibina Prabowo
Subianto pada tahun 1987 sampai 1992. Pada tahun 1992 beliau harus digantikan
karena berangkat ke Amerika.
Pak Edward waktu ikut pelatihan militer |
Penghargaan dari Amerika |
Sertifikat dari World Martial Arts Federation |
Ternyata di Amerika
dan Perancis sana, tempat Pak Edward mengajar, ada orang-orang lokal yang
tertarik pada salah satu budaya Indonesia ini. Pak Edward sendiri mengakui
bahwa internet ikut ambil bagian dalam penyebaran budaya di dunia ini.
Orang-orang asing disana mengetahui adanya Pencak Silat juga dari internet.
Pencak Silat juga sudah berkembang di kurang lebih 40 negara. Dalam
penyebarannya, tentu saja ada kendala bahasa yang merupakan kendala utama. Oleh
karena itu, orang yang dikirimpun haruslah berlatar belakang pendidikan yang
memadai, idealnya bisa berbahasa Inggris. Contohnya, jika akan dikirim ke Perancis,
maka akan belajar Bahasa Perancis. “Yang penting tahu bagaimana mukul dan
nendang dalam bahasa lain,” katanya. Menurutnya, mengajar dan melestarikan
silat sebagai budaya Indonesia sudah merupakan didikan yang ditanamkan sejak
dahulu dan tantangan tersendiri bagi beliau. Untuk ke Amerika, beliau kesana 2
tahun sekali. Di Amerika tempat belajar silat berpusat di Boston dan Arizona,
sedangkan Perancis di Rion Island dan Paris.
Untuk jurus, setiap
perguruan memiliki nama jurus yang berbeda-beda. Nilai budaya dalam pencak
silat masing-masing daerah otomatis berbeda. Di Indonesia sendiri kurang lebih
ada 1000 aliran Pencak Silat. Beliau sendiri merupakan penganut aliran dari Minangkabau.
Pak Edward sebagai Fighter salah satu anggota yang menganut aliran Minang
misalnya, harus belajar Tari Piring dahulu sebagai dasar berbagai gerakan
silat. Untuk daerah lain, seperti Sunda, juga diajarkan cara belajar yang
berbeda pula. Mengajar Tari Piring merupakan pilihan pribadi dari Pak Edward.
Pak Edward pun
berpendapat bahwa sesuatu yang bisa di lakukan dengan mudah tak perlu
dipersulit. Jika ada negara yang mereka kunjungi namun bahasanya sulit atau ada
yang tidak dimengerti, mereka akan menggunakan penerjemah. Namun seringnya
mereka menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Tetapi beliau tetap
menekankan bahwa belajar bahasa itu penting, karena bahasa akan menjadi
penghubung antar pribadi atau kelompok agar tidak terjadi konflik dua
kebudayaan yang berbeda. Selain itu, mereka yang tinggal di luar negeri dan
belajar pencak silat disana juga memiliki keinginan untuk belajar bahasa
Indonesia. Mereka juga menjadi tahu sedikit tentang kebudayaan Indonesia saat
belajar silat. Pak Edward sendiri berbagi tentang kebudayaan Minang di Amerika
sana dengan mengajarkan Tari Piring dan Pencak Silat.
Untuk pergi ke luar
negeri pun Pak Edward pun pergi dengan mengusulkan nama personal, bukan
lembaga. Beliau mengakui memang ingin mengenalkan budaya Indonesia ke luar
negeri. Menurut beliau, orang luar itu cuma tahu Indonesia sebatas Bali, bukan
Indonesia itu sendiri, sehingga ia ingin menunjukkan kepada mereka budaya
Indonesia yang lainnya.
Ketika saya
bertanya apakah pernah terjadi konflik selama pengalaman mengajar beliau di
luar sana, beliau memeberikan penjelasan bahwa ia memang telah menyiapkan diri
untuk ditantang dengan budaya asing. Dari mereka sendiri pun tidak ada
penolakan. “Orang Amerika itu biasanya kan
kritis, ada ini tanya kenapa, ini kenapa bisa begitu, kenapa begini. Jadi
mereka juga terbuka,” jelas Pak Edward. Beliau telah siap jika diserbu berbagai
pertanyaan mengenai silat, untuk itu menurutnya sangat penting memiliki modal
pengetahuan yang cukup dan kemampuan berbahasa yang memadai agar mampu mengajar
dan menjawab pertanyaan mereka.
Ternyata, Pak Edward punya pengalaman tersendiri saat masa mengajarnya habis di
Amerika. Murid-muridnya ternyata sudah merasa terlanjur dekat dengan Pak Edward
dan merasa sedih saat Pak Edward harus kembali ke Indonesia. Mereka menangis
sebagai bentuk kesedihan mereka.
Menurut Pak Edward,
dasar dari gerakan-gerakan yang dilombakan untuk pertandingan nasional itu
berasal dari gabungan berbagai gerakan tradisional. Setelah yang tradisional
dikuasai, barulah dikembangkan lagi dan digunakan dalam pertandingan
internasional dan festival. Festival yang dimaksud adalah penampilan dari tiap-tiap
daerah dengan tradisinya masing-masing yang khas.
Pak Edward yang
menganut aliran dari Minang memang mengawali ajarannya dengan Tari Piring, hal
itu dilakukan agar muridnya mendapatkan kelenturan tubuh yang diinginkan untuk
belajar gerakan-gerakan silat. Menurut beliau lebih mudah menjelaskan tentang
gerakan-gerakan tersebut setelah murid-murid belajar Tari Piring sebagai dasar.
Selain sebagai dasar gerakan, beliau juga bermaksud untuk mengembangkan
nilai-nilai budaya dari adat Minang.
Vietnam dianggap
saingan berat Indonesia dalam pertandingan pencak silat, terutama negara-negara
di daerah Asia Tenggara seperti Myanmar dan Thailand, karena mereka dianggap
lebih disiplin dalam berlatih. Pak Edward berpendapat bahwa Silat pun bukan
seni beladiri yang paling hebat, beliau sering mempelajari dan melihat beladiri
yang lain juga, seperti Karate, Taekwondo, dan KungFu sebagai perbandingan dan
menambah pengetahuan.
Sekadar info, pertandingan
untuk pencak silat biasanya diselenggarakan oleh dua lembaga besar, yaitu KONI yang
menyelenggarakan PON (2 tahun sekali), dan PBIPSI atau DIKTI yang
menyelenggarakan turnamen atau pertandingan setiap tahunnya, termasuk festival
yang tadi disebutkan di atas. Info lainnya, ada organisasi Persilat (organisasi
Pencak Silat antar bangsa) yang dipelopori oleh Indonesia, Malaysia, Singapura
dan semakin berkembang di negara-negara bagian Eropa.
Kantor IPSI di Padepokan Pencak Silat TMII |
Lambang IPSI di Padepokan Pencak Silat TMII |
Sayangnya, pada
hari Sabtu itu beliau sedang tidak mengajar silat sehingga saya tidak dapat
mengambil dokumentasi latihan mereka. Namun beliau menawarkan solusi lain, ia
menyarankan saya ke Padepokan Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah.
Kebetulan disana sedang dipersiapkan atlet-atlet nasional muda yang akan
mengikuti perlombaan SEA GAMES Desember nanti. Mereka berlatih setiap Senin
hingga Jum’at, sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu, mereka beristirahat. Pak
Edward sendiri setiap hari kesana untuk mengajar silat.
Akhirnya saya
memutuskan untuk pergi ke Padepokan Pencak Silat pada hari Kamis, 10 Januari.
Sesampainya disana, pukul 1 siang, keadaan sungguh sepi. Ternyata saya datang
di waktu yang kurang tepat, mereka berlatih di pagi hari dan sore hari. Menurut
satpam disana, saya disarankan datang pukul 4 sore di saat mereka sedang
berlatih. Daripada kecewa, akhirnya saya sekalian saja berjalan-jalan ke Taman
Burung di TMII, iseng mengambil foto-foto burung yang cantik-cantik. (Maaf
curhat)
Salah satu tempat latihan silat |
Pukul 4 sore saya kembali ke Padepokan. Benar saja, banyak pemuda-pemudi
yang saya lihat memakai jubah hitam-hitam khas atlet pencak silat. Dengan
petunjuk dari salah satu atlet, saya diantar ke aula besar tempat atlet-atlet
muda yang akan mewakili Indonesia di SEA GAMES Desember nanti. Aula tersebut
sangat luas, dengan matras karet yang terpasang di lantai aula dan berbagai
alat pelengkap latihan silat.
Seorang bapak bertubuh besar dan tambun terlihat duduk mengamati di
pinggir aula. Setelah berbincang sebentar, saya mengetahui bahwa beliau adalah
Pak Taslim, salah satu pelatih tim nasional kita yang akan maju ke SEA GAMES.
Beliau menjelaskan sedikit tentang atlet-atlet yang sedang berlatih di tengah
aula tersebut.
Para atlet
yang berlatih tersebut masih muda-muda, yang paling muda berumur 18 tahun, di karantina di asrama yang berada
di dalam kawasan padepokan. Mereka diajarkan disiplin keras dan benar-benar diikat
peraturan yang ketat. Mereka yang berasal dari berbagai daerah di seluruh
Indonesia dilatih oleh pelatih-pelatih tepercaya di Indonesia. Pemuda-pemudi yang berkumpul di aula tersebut
adalah atlet-atlet nomor satu di Indonesia. Mereka-mereka adalah pemenang
kejuaraan tingkat nasional maupun daerah, seperti PON misalnya. Jika diamati,
beberapa dari mereka memakai seragam
asal daerah mereka.
Dari Pak Taslim,
saya baru tahu bahwa Pencak Silat bukan berasal dari Indonesia saja. Sementara
ini Beliau mempercayai bahwa silat sebenarnya seni beladiri yang berasal dari
Cina Selatan. Ceritanya, ketika Pak Taslim dan teman-temannya datang ke Cina
untuk latihan bersama dan bertukar pengalaman, seorang guru dari Cina menangis
setelah menonton latihan mereka. Menurutnya, gerakan-gerakan tersebut adalah
gerakan yang sudah lama hilang dan tidak pernah ia lihat lagi di daratan Cina.
Hipotesis sementara, para perantau Cina pada zaman dahulu pergi ke daerah
Melayu dan menyebarkan seni beladiri ini hingga ke Indonesia.
Pak Taslim juga
mengakui hingga saat ini, saingan terberat Indonesia dalam pencak silat adalah
sesama orang Melayu seperti Vietnam dan Thailand. Disana, mereka memang dilatih
lebih ketat dan disiplin. Atlet Indonesia pernah dilatih (bukan oleh Pak
Taslim) dengan cara yang keras dan disiplin juga, namun hasilnya malah
Indonesia kalah di berbagai kejuaraan. Cara melatih Pak Taslim mungkin tidak terlihat
terlalu keras, namun beliau menekankan bahwa didikannya ditanamkan sifat
nasionalisme yang tinggi. Beliau menghimbau para atlet bahwa mereka dibina,
dilatih keras, dan ditempa sedemikian rupa untuk mengharumkan nama Indonesia di
luar negeri. Hasilnya? Beberapa tahun ini di bawah didikan beliau, Indonesia
kembali menjadi juara.
Dari keseluruhan wawancara dan pengamatan saya tentang pencak silat ini,
saya mengambil beberapa kesimpulan yang akan saya kaitkan dengan teori KAB yang
pernah saya pelajari sejak awal semester 3 ini, yaitu peran bahasa dalam
komunikasi dan pertukaran budaya. Bahasa
memungkinkan manusia untuk menyampaikan budaya dari satu budaya ke budaya
lainnya. Setiap interaksi komunikasi antarbudaya paling tidak ada satu orang
yang berbicara dalam bahasa kedua. Dari cerita Pak Edward, dapat kita ambil
maknanya, yaitu apabila kita ingin mencoba memperkenalkan budaya kita ke budaya
lain yang memiliki perbedaan bahasa, maka kita pun setidaknya harus memahami
bagaimana cara mereka berkomunikasi dahulu, sehingga dapat tercipta proses
komunikasi yang lancar dan makna dari pesan yang akan disampaikan dapat
diinterpretasikan dengan baik oleh lawan bicara.
Pak Edward sewaktu di Amerika |
Sekian laporan pengamatan saya tentang Pencak Silat sebagai salah satu
budaya Indonesia untuk memenuhi tugas akhir Komunikasi Antar Budaya.
No comments:
Post a Comment