NIM : 11140110269
Nama : Christy Mahawi
Kelas : F1
Keraton Kasepuhan Cirebon
Terletak
pada 6°41′S 108°33′E pantai utara Pulau Jawa,
bagian timur Jawa Barat,
memanjang dari barat ke timur 8 kilometer, utara ke selatan 11 kilometer dengan
ketinggian dari permukaan laut 5 meter, melalui jalan darat sejauh 130 km dari
arah Kota Bandung dan
258 km dari arah Kota Jakarta, ya Kota Cirebon!!!
Sekarang
saya akan membawa kamu semua untuk ikut saya ke kota Cirebon, melihat bagaimana
kebudayaan di sana, mulai dari gaya bahasanya, gesture tubuh, cara berpakaian, adat
istiadat atau ritual-ritual, dan lain sebagainya. Tetapi di samping itu, saya
akan fokuskan perjalanan studi saya kali ini pada keraton yang paling keren,
paling megah, paling besar, paling rapi, paling bersih, paling menarik deh
pokoknya dibandingkan dengan tiga keraton lainnya yang ada di kota Cirebon ini,
yaitu Keraton Kasepuhan. Ga sabar dong baca kisah selanjutnya??
Pada
perjalanan studi saya kali ini, saya berencana untuk singgah selama 3 hari 2
malam dan menggunakan jasa kereta api untuk transportasi ke kota Cirebon.
Perjalanan yang ditempuh hanya 3 jam loh. Cepat kan dibandingkan dengan
menggunakan kendaraan pribadi?? :).
Berangkat dari stasiun Gambir kota Jakarta pk. 06.00 dan akan tiba di stasiun
Cirebon pk. 09.00. Tentunya saya pergi tidak sendirian, melainkan bersama
teman-teman dekat di kampus. Lalu, tunggu apalagi?? Yuk berangkat….. :)
Dan
sampailah di kota Cirebon, disambut dengan cerahnya langit biru yang memberikan
kehangatan serta mengobarkan semangat saya untuk ingin segera menerjang kota
Cirebon, khususnya Keraton Kasepuhan yang saya dengar keraton paling keren di
kota itu. Supir dan mobil sewaan pun sudah menunggu di depan stasiun yang siap
mengantar saya dan teman-teman keliling kota Cirebon. Saya yakin perjalanan
studi kali ini akan menyenangkan dan akan memberikan kesan yang dalam hingga
saya pulang nanti hehehe..
Sedikit
mengulas tentang kota Cirebon yah, kota Cirebon terletak di lokasi strategis
dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Letaknya berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah
dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitan. Kota
Cirebon didominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%)
dan tanah pertanian (38%). Maka tidak heran bila saya melihat banyak
sawah-sawah yang masih subuh di sana.
Lalu,
sebelum saya masuk pada topik yang saya fokuskan, yaitu Keraton Kasepuhan, saya
tidak lupa untuk berbagi tentang bagaimana gaya bahasa, gesture tubuh, cara
berpakaian, adat istiadat atau ritual-ritual di kota Cirebon itu sendiri.
Gaya
bahasa di kota Cirebon dipengaruhi oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang
berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda
Majalengka, jadi di kota Cirebon ini mayoritas masyarakat menggunakan bahasa
Sunda.
Namun,
untuk gesture tubuh sama saja seperti orang Jakarta dan lain-lainnya hanya mungkin
lebih lemah gemulai saja dalam gerak-geriknya. Cara berpakaian yang katanya
masih terlihat kuno atau tidak mengikuti perkembangan jaman, akan tetapi
setelah saya lihat secara langsung tidak sama seperti apa yang dikatakan
tersebut, cara berpakaiannya sudah modern meskipun tidak se-update di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, dan lainnya, tetapi mungkin pada daerah
pelosok kota Cirebon masih ada yang kuno tetapi tidak untuk di pertengahan kota
Cirebon.
Lalu
adat istiadat atau ritual-ritual di sana yang saya dapat adalah upacara-upacara
tradisi untuk mengingat 7 tokoh yang sudah berjasa untuk kota Cirebon, yaitu
Syawalan Gunung Jati, Ganti Walit, Rajaban, Ganti Sirap, Muludan, Salawean
Trusmi, dan Nadran.
Tidak perlu
berpanjang lebar lagi, ada berapa keraton sih di kota Cirebon itu? Dan apa aja
sih? Mari saya perkenalkan keraton-keraton yang ada di kota Cirebon,
sesungguhnya terdapat empat keraton, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman,
Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Namun Keraton Kasepuhan lah yang
akan saya angkat karena seperti apa yang sudah saya katakan bahwa keraton inilah
keraton yang terbesar, termegah dan paling menarik untuk digelimuti.
Keraton
Kasepuhan adalah keraton termegah dan keraton paling terawat di kota Cirebon. Memang benar sih setelah saya kunjungin dan melihat keraton-keraton di Cirebon, Keraton Kasepuhanlah yang paling megah dan terawat. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah.
Terlihat dari halaman depan Keraton Kasepuhan yang dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Selain itu, Keraton Kasepuhan
ini juga memiliki museum kuno yang cukup lengkap dan berisi benda-benda pusaka serta lukisan koleksi-koleks kerajaan.
Apa saja
sih yang ada di Keraton Kasepuhan ini??
Ada banyak sekali yang dapat dijumpai di
keraton ini, maka tak heran bila tak hanya orang lokal saja yang sering
mengunjungi Keraton Kasepuhan ini tetapi turis-turis mancanegara juga sering
berkunjung ke sana.
Ada 33 bangunan atau tempat atau ruang
penting yang dapat dikunjungi di Keraton Kasepuhan, meskipun tidak semuanya
dapat saya dikunjungi karena ada beberapa bangunan yang sedang dalam proses
renovasi ataupun tidak diperbolehkan masuk karena merupakan tempat sakral
(berhubungan dengan Kesultanan) :
1.
Alun-alun, berfungsi
untuk rapat akbar atau apel besar dan baris-berbaris para prajurit ataupun
latihan perang juga perayaan.
2. Masjid Agung,
bangunan ini cukup besar yang dipergunakan untuk ibadah dan kegiatan agama.
3.
Panca Ratna,
bangunan tanpa dinding yang berfungsi untuk tempat menghadap para penggede desa
yang diterima oleh Wedana Keraton.
4.
Panca Niti, bangunan
tanpa dinding yang memiliki banyak manfaat seperti ruang serba guna.
5.
Kali Sipadu,
pembatas antara masyarakat umum dan penghuni Kraton Kasepuhan.
6.
Kreteg
Pangrawit, jembatan menuju Keraton, siapapun yang melewati jembatan ini wajib
diperiksa oleh kemitan Panca Ratna.
7.
Lapangan
Giyanti, lapangan yang dulunya taman yang dibangun oleh P. Arya Carbon
Kararangen (P. Giyanti).
8.
Siti Inggil,
sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah berbentuk
podium.
9.
Pengada,
berfungsi untuk tempat Panca Lima, lima yang dimaksud yaitu Demang Dalem, Camat
Dalem, Lurah Dalem, Laskar Dalem dan Kaum Dalem.
10. Kemandungan, gedung untuk penyimpanan senjata
atau alat perang. Tetapi sekarang gedung ini sudah tidak ada dan senjatanya
dipindahkan ke Gedung Museum.
11. Langgar Agung, tempat sholat orang-orang
dalam.
12. Pintu Gledegan, gerbang yang dinamai Pintu
Gledegan ini berdaun pintu teralis dari besi yang dahulu dijaga oleh 2 orang
prajurit bertombak yang memeriksa siapapun yang akan masuk dengan suara
menggeledeg seperti petir.
13. Taman Bundaran Dewan Daru, taman ini dibuat
oleh batu cadas yang ditanami 8 buah pohon Dewan Daru maka dinamailah Taman
Bundaran Dewan Daru.
14. Museum Benda Kuno, bangunan museum yang
pernah dipugar oleh departemen P & K Dinas Purbakala pada th. 1974-1975,
bentuknya diubah menjadi bentuk huruf E tetapi tembok tengah (pilar bunga
teratai hidup) masih asli. Di museum benda kuno inilah yang memiliki banyak keunikan
dan ketertarikan bagi orang-orang yang datang berkunjung.
15. Museum Kereta, bangunan yang berfungsi untuk
menyimpan kereta pusaka yang bernama Singa Barong.
16. Tugu Manunggai, sebelah selatan Taman
Bundaran Dewan Daru terdapat batu pendek dikelilingi 8 pot bunga yang maksudnya
lambang kepercayaan islam menyembah Allah yang diberi nama Tugu Manunggai.
17. Lunjuk, tempat staf harian yang bertugas
melayani tamu yang ingin menghadap Raja.
18. Sri Manganti, tempat menunggu keputusan Raja
setelah melapor di Lunjuk.
19. Kuncung dan Kutagara Wadasan, tempat parkir
kendaraan Raja/Sultan yang dibangun th. 1678 oleh Sultan Sepuh 1.
20. Jinem Pangrawit, tempat tugas Pangeran Patih
atau wakil Sultan menerima tamu.
21. Pintu Buk Bacem, pintu barat untuk pengunjung wisata dan pintu timur
untuk penghuni Kraton.
22. Gajah Nguling, bangunan tanpa dinding
bertiang putih yang disebut Laos Gajah Nguling, nama ini diambil dari gajah
sedang nguling (menguak).
23. Bangsal Pringgandani, berfungsi untuk Pisowan
menghadap para bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka.
24. Langgar Alit, bangunan tanpa dinding yang
berfungsi untuk Tadarus setelah sholat terawih kemudian membunyikan gembyung.
25. Jinem Arum, untuk ruang tunggu Wargi yang
ingin menghadap Sultan.
26. Kaputan, untuk tempat tinggal Putra Sultan laki-laki.
27. Bangsal Prabayaksa, untuk tempat siding para
Menteri Negara Keraton Kasepuhan.
28. Kaputren, untuk tempat tinggal Putra Sultan
perempuan.
29. Dalem Arum, untuk tempat tinggal Sultan dan
keluarganya secara turun-temurun hingga sekarang. Biasanya pengunjung umum
dilarang masuk.
30. Bangsal Agung Panembahan, untul tempat
Singgasana Gusti Panembahan.
31. Pungkuran, ruangan tanpa dinding yang
berfungsi untuk tempat sesaji sarana Maulud Nabi SAW.
32. Dapur Mulud, tempat untuk memasak bila ada
selamatan Maulud Nabi. Biasanya yang memasak ibu-ibu kaum Masjid Agung.
33. Pamburatan, untuk tempat menggurat kayu wangi
bahan boreh (param) sebagai pelengkap selamatan Maulud Nabi SAW.
Lalu, sewaktu saya ke Keraton Kasepuhan ini
saya melihat salah satu koleksi yang sangat menarik dikeramatkan, ga salah lagi, kereta Singa Barong. Kereta ini seolah membius
mata saya sehingga pada saat itu tidak hentinya saya berjalan memutarkan kereta
singa ini untuk melihat keindahannya.
Mengapa dinamakan kereta Singa
Barong??
Karena
kereta Singa Barong ini berbentuk barong, sejenis binatang mitologis atau
ajaib. Keajaiban wujudnya itu bisa kita lihat dari adanya berbagai unsur yang
merupakan penggabungan antara singa atau macan (tubuh, kaki, mata), gajah
(berbelalai), garuda (bersayap), dan naga (mulut yang menyeringai dengan lidah
menjulur).
Istilah
barong itu sendiri, yang konon banyak terdapat dalam kesenian di pulau Jawa dan
Bali, memiliki makna “ajaib”, yang artinya seekor binatang bukan yang nyata
ditemukan dalam realita kehidupan. Dalam hal Singa Barong, pengambilan keempat
jenis binatang itu mungkin terutama berdasarkan pada kekuatan atau keperkasaan
dari masing-masing binatang. Hal itu dipertegas dengan belalai yang melingkar
ke atas kening Singa Barong itu “memegang” senjata trisula (tiga mata-tombak,
terdapat di kedua ujung depan dan belakang), yang menambah ekspresi atas
kekuatan dan keangkerannya.
Kereta
Singa Barong, awalnya ditarik oleh dua pasang kerbau, bukan oleh kuda seperti
pada umumnya kereta. Entah bagaimana secara persis memfungsikannya, tetapi
dengan tarikan kerbau ini menunjukkan bahwa kereta ini bukan sebagai kendaran
angkutan yang cepat, melainkan kendaraan yang kuat atau kokoh. Kereta Singa
Barong bukan untuk menempuh jarak jauh, melainkan mungkin hanya untuk
pencapaian tempat-tempat penting dalam radius belasan atau 20-an km saja dari
istana.
Menurut
pengamat keraton sih, dengan berjalan lambat katanya keagungan Raja atau Sultan
yang mengendarainya lebih bisa disaksikan oleh rakyatnya. Mungkin jadi lebih
terasa hikmatnya kali yah hehehe.. :)
Namun kini, tentu saja kereta Singa Barong tidak lagi dipakai sebagai kendaraan Sultan, tetapi masih disimpan dan dijaga dengan baik sebagai pusaka di ruangan khusus, di museum kuno Keraton Kasepuhan Cirebon.
Namun kini, tentu saja kereta Singa Barong tidak lagi dipakai sebagai kendaraan Sultan, tetapi masih disimpan dan dijaga dengan baik sebagai pusaka di ruangan khusus, di museum kuno Keraton Kasepuhan Cirebon.
Selain kereta Singa Barong
apalagi yang menarik sewaktu saya ke sana?
Hmm,
busana Putra-Putri Sultan masa Sultan Sepuh X yang berada di meja Vitrin II.
Mungkin berhubung karena saya suka dengan baju-baju atau busana-busana unik
yang dapat menjadikan hal ini menarik :). Busana yang dibiarkan terlihat oleh para pengunjung museum ini memiliki nilai
plus bagi masyarakat, tidak hanya karena busananya yang bagus dan unik
melainkan karena secara tidak langsung mereka (orang Kesultanan) terbuka dengan
masyarakat luas.
Nah coba lihat gambar yang di bawah ini...
Pada bagian tengah terdapat meja Vitrin II yang terdapat gantungan busana warna-warni, nah di sanalah busana Putra-Putri berada. Unik kan :D
Nah coba lihat gambar yang di bawah ini...
Pada bagian tengah terdapat meja Vitrin II yang terdapat gantungan busana warna-warni, nah di sanalah busana Putra-Putri berada. Unik kan :D
Selanjutnya Langgar Alit, yang merupakan bangunan
tanpa dinding yang berfungsi untuk tadarus Al Quran setelah Sholat Tarawih yang
kemudian membunyikan Terbang/Gembyung.
Kemudian ada beberapa peringatan hari besar Islam yang merupakan
tradisi dilakukan di Langgar Alit ini, yaitu tanggal 15 Ramadhan diadakan
selamatan Khatam Al Quran ke I,
tanggal 17 Ramadhan peringatan Nuzulul
Quran, tanggal 29 Ramadhan Maleman,
tanggal 30 Ramadhan Khatam II,
dan ba’da Isya Penghulu dan kaum menerima Zakat Fitrah dari Sultan Sepuh sekeluarga, tanggal 17 Rajab ba’da
Isya diadakan Isro Mi’roj (Rajaban),
tanggal 15 Sya’ban diadakan Nisfu
Sya’ban (Rewahan) dan peringatan hari-hari besar Islam lainnya. Wah banyak juga ya acara-acara di Langgar Alit ini. Hmm :)
Bangunan tanpa dinding ini memang sengaja dibangun lebih
tinggi dari lantai yang seharusnya. Sewaktu saya mewawancarai pemandu keraton,
beliau berkata bahwa Langgar Alit ini pernah dipugar bersamaan dengan Siti
Inggil dan lantainya diganti dengan marmer. Pantas saja, saya lihat tampaknya
sudah lebih modern. Unik kan tempat ibadah yang satu ini. :)
Sambil berkeliling keraton dan bercerita
panjang dengan abdi keraton, abdi keraton yang menemani saya dan
teman-teman ini bercerita bahwa pada Januari 2012 lalu Keraton
Kasepuhan ini pernah didatangi oleh sekitar 300 wisatawan asal Inggris yang
sempat membuat warga Cirebon heboh. Wah kereennn yaaa... Ini dia nih foto-foto kenangannya.
Para turis ini menggunakan kapal pesiar MV
Minerva yang berlabuh di Pelabuhan Cirebon, yang kemudian menggunakan becak
beramai-ramai menuju Keraton Kasepuhan. Selain itu juga banyak wartawan yang datang
loh untuk meliput peristiwa langka ini.
Hal ini menyatakan bahwa Keraton Kasepuhan
secara tidak langsung meningkatkan dan membawa kota Cirebon sebagai tempat
kunjungan wisata Internasional.
Di samping semua itu, bila melihat dari sisi
komunikasi antarbudayanya, adanya
Keraton Kaseputan ini sama sekali tidak menimbulkan konflik bagi masyarakat
internal maupun eksternal. Komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara
orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolisnya cukup berbeda dalam
suatu komunikasi.
Hubungan antara warga keraton dengan warga di
luar keraton berjalan dengan baik dan selalu ramah, salah satu contohnya
seperti : keluar masuknya Sultan atau adanya acara-acara peringatan yang
memungkinkan jalan alternatif keluar masuk warga menjadi tersendat atau
terhalang, sama sekali tidak ada masalah, pengertian warga cukup besar, bahkan
banyak warga turut membantu agar acara berjalan dengan lancar.
Sejak awal saya datang ke Keraton Kasepuhan,
salah satu fungsi komunikasi berjalan dalam diri saya, yaitu “komunikasi
memungkinkan anda mengumpulkan informasi tentang orang lain”. Saya langsung
tertarik untuk mengorek semua yang ada di keraton ini, hingga akhirnya saya pun
tau banyak bagaimana silsilah keraton ini.
Kemudian juga menyinggung dengan teori
komunikasi yang ada, yaitu teori kritis dan interpretif yang maksudnya berusaha
menjelaskan makna dari suatu tindakan, karena suatu tindakan memiliki banyak
arti, maka makna tidak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Banyak tindakan
yang dilakukan oleh warga keraton kepada para pengunjung yang merujuk pada
peraturan-peraturan keraton, yang memang sudah seharusnya saya dan teman-teman
memaknainya secara benar. Teori komunikasi ini dikembangkan oleh Alfred
Schulzt, Paul Ricour, Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School.
Saya senang telah memilih kota Cirebon dan
memilih Keraton Kasepuhan untuk tugas akhir semester komunikasi antarbudaya
ini. Selain berwisata, banyak sekali pengetahuan yang saya dapat terutama dalam
konteks komunikasi antarbudaya.
Selain yang saya paparkan di sini sebenarnya masih banyak
lagi yang bagus-bagus dan tentunya unik-unik, sampai-sampai dua hari
berturut-turut saya bolak-balik ke Keraton Kasepuhan ini dan semuanya serba
seharian. Keraton ini terlalu membuat saya dan teman-teman merasa “kota Cirebon
ada juga yah yang seperti ini”, karena pada awalnya kami berpikir tidak sebagus
ini.
Berikut ini
koleksi foto candid sewaktu di sana :
Nah ini waktu saya dan teman-teman jalan kaki menuju Keraton Kasepuhan.
Dan sampailah saya di Keraton Kasepuhan, tepatnya di depan bundaran.
Ini dia abdi keraton yang saya ceritakan tadi, Pak Feri.
Dan sampailah saya di Keraton Kasepuhan, tepatnya di depan bundaran.
Ini dia abdi keraton yang saya ceritakan tadi, Pak Feri.
Dan foto candid yang terakhir ini, foto suasana saya dan teman-teman yang lagi asyik mengelilingi Museum Kuno Keraton Kasepuhan.
Selesai dan Sampai Jumpa…!
Informasi yg diberikan jelas.Berhubung blm pernah ke cirebon,jd baca blog ini cukup tw tentang kebudayaan yg ad disana. Goodluck Christy!!
ReplyDelete