Nama : Stephanie Ellen
NIM : 11140110022
Kelas : B-1
Bermodal tekad
dan cerita yang di dapat melalui internet dan melalui orang-orang, saya dan
teman-teman saya memberanikan diri pergi ke Baduy dengan tujuan untuk
menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Komunikasi Antar Budaya (KAB) yaitu pergi
ke suku-suku yang budaya nya masih kental. Tugas ini diberikan oleh semua dosen
KAB di Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Pada malam
sebelum hari H, saya menyiapkan keperluan yang akan saya bawa ke sana. Entah
mengapa banyak tanda-tanda yang sepertinya tidak mengijinkan saya untuk pergi
ke sana seperti ketika teman saya sedang mandi, kalung yang dia pakai tiba-tiba
saja terlepas padahal kalung itu tidak pernah dia lepaskan sebelumnya. Kemudian
ada lagi ketika waktu sudah menunjukkan tengah malam listrik di kamar saya
tiba-tiba mati total dan terdengar suara “Brukkk.....”
dari colokan portabel yang sedang di cash. Mungkin saja karena daya listrik di
kamar tidak cukup lagi, tetapi dengan hal-hal tersebut ditambah dengan perasaan
saya yang semalaman itu deg-degan membuat saya menjadi parno sendiri dan sempat
memutuskan untuk tidak berangkat. Tetapi saya mencoba berpikir positif dan
akhirnyaa..........
Tepatnya pada 13
Desember 2012, pukul 06.00 WIB saya beserta 4 orang teman saya berangkat dari
Serpong menggunakan mobil. Sebelum kami pergi ke Baduy, kami terlebih dahulu
pergi ke daerah Padeglang untuk menjemput teman saya yang kebetulan tau jalan
menuju ke Baduy. Dengan total 6 orang
kami melanjutkan perjalanan kami. Perjalanan untuk sampai ke terminal Ciboleger
(batas akhir kendaraan) membutuhkan waktu 4 sampai 5 jam.
Setengah
perjalanan telah kami tempuh dan kami berhenti di sebuah pondok untuk
beristirahat sejenak dan bertanya-tanya sedikit kepada masyarakat sekitar
tentang Baduy. Bapak yang kami temui saat itu sempat membuat keberanian kami
sedikit menurun, karena dia menanyakan apakah kami tau Baduy itu seperti apa,
dan tau tidak apa larangan-larangan yang ada di sana. Masa bodohlah, kami pun
melanjutkan perjalanan......
Setelah menempuh
perjalanan selama 4 sampai 5 jam akhirnya kami sampai di terminal Ciboleger,
terminal ini adalah batas akhir kendaraan. Untuk sampai ke Baduy kita hanya
bisa menjangkau dengan kaki tidak bisa dengan kendaraan apapun.
Tugu selamat datang di Ciboleger |
Usai memarkirkan kendaraan, kami
ngobrol sejenak dengan masyarakat di sana, dan kami bertemu dengan seseorang
yang bisa disebut sebagai orang yang
menguasai daerah tersebut dan dia mempunyai link untuk bisa membawa kami ke
Baduy. Sebelumnya kami sempat ngobrol sejenak di sebuah rumah makan dengan
orang yang mempunyai link tersebut, sebut saja Mas baju kuning. Di rumah makan
tersebut kami merasa “dipaksa” untuk makan oleh si pemilik. Mengapa? Karena dia
langsung menyediakan air kobokan
(untuk cuci tangan) di atas meja dan kata “ayo de.. ambil saja nasinya
sendiri...” tidak berhenti terucap dari mulutnya. Akhirnya kami berpikir ada
benarnya juga makan karena perjalanan kami selanjutnya itu bukanlah mudah, kami
harus mendaki. Maka dari itu saya dan teman-teman saya memutuskan untuk makan.
Saya hanya makan nasi dan tempe, sedangkan teman saya ada yang makan, nasi
dengan ikan, nasi dengan tempe dan ayam, dll. Ketika ditanya berapa harganya,
bapak tersebut tidak bertanya apa yang kami makan melainkan bertanya berapa orang
yang makan. “6 orang pak....” begitu jawab kami. Setelah berpikir sebentar
kemudian dia menjawab 70rb. Harga yang agak gak masuk di akal.. tapi ya
sudahlah...
Teman saya sedang mengobrol dengan "Mas baju kuning" |
Akhirnya kami dibawa oleh Mas baju
kuning menuju ke sebuah pos. Di sana kami ditawarin berbagai harga dan berbagai
tujuan. Harga untuk tiap tujuan berbeda. Awalnya kami ingin masuk sampai ke
Baduy dalam. Tetapi dia mengatakan bahwa orang bertato (kebetulan teman saya
ada yang bertato) dan chinese dilarang untuk masuk ke Baduy dalam karena
dianggap orang asing. Akhirnya kami memutuskan hanya sampai di Gajeboh dan
menginap satu malam dengan membayar tarif 250rb. Perjalanan pun kami
lanjutkan....
Jalan untuk masuk ke wilayah Baduy |
Kita harus melewati jalan tersebut untuk sampai ke Baduy, disepanjang
jalan tersebut banyak sekali warung-warung dan toko kelontong. Biasanya
masyarakat Baduy dalam dan Baduy luar akan ke sini untuk berbelanja atau untuk
menjual hasil panen mereka. Mereka juga sering menumpang nonton televisi di
warung-warung milik warga setempat.
Ucapan selamat datang di Baduy + peraturan |
Perjalanan
untuk sampai ke Baduy luar membutuhkan kira-kira 1 jam lebih dengan naik turun
gunung. Dengan bawaan di tas yang cukup berat+ kesalahan saya dalam memakai
sandal, belum apa-apa saya sudah sempat “menyicipi” tanah di sana alias sempat
jatuh terduduk karena sandal yang saya gunakan ternyata licin. Kami berjalan
melewati hutan dan benar.. naik turun gunung kemudian melewati beberapa
perkampungan.
Tanjakan dan turunan yang kami lewati untuk sampai ke Gajeboh |
Setengah jalan telah kami tempuh dan
akhirnya kami memilih beristirahat sejenak di rumah masyarakat sana. Di sana
kami sempat ditawarin oleh pemilik rumah durian karena kebetulan kayaknya
sedang musim durian disana.. setelah beristirahat kira-kira 20 menit kami
kembali melanjutkan perjalanan karena takut hujan kebetulan cuaca saat itu
sedang mendung. Kami kembali memasuki
hutan dan mulai naik tanjakan. Ternyata tanjakan yang tadi kami lewati belum
seberapa, tanjakan yang kami hadapi kali ini lebih tinggi lagi.. dan itu
artinya membutuhkan tenaga lebih banyak lagi... Selama berjalan, kami juga
sering melihat masyarakat Baduy dari yang masih kecil hingga yang sudah tua berjalan,
mendaki membawa durian. Durian yang dibawa juga tidak sedikit jumlahnya.. ada
yang mencapai belasan buah.
Masyarakat Baduy yang membawa durian naik-turun gunung |
Foto perkampungan Baduy |
Tanjakan demi tanjakan, perkampungan demi
perkampungan kami lewati... Akhirnya sampai juga kami di tempat tujuan kami
“Gajeboh”. Sesampainya di sana kami langsung disambut dengan anak-anak yang
sedang bermain bola.
Papan selamat datang di Gajeboh |
Kami segera menuju ke rumah tempat kami akan menginap, sesampainya
disana kami langsung disuguhi pernak-pernik khas Badui... ada bapak-bapak yang
menjual aksesoris seperti gelang, gantungan kunci, gelas, dll dengan khas ala
Badui. Harga yang ditawarkan juga tidaklah mahal 3 buah 10 rb. Kami langsung
berburu aksesoris tersebut dan melupakan capek yang kami rasakan selama
perjalanan tadi.
Berbagai aksesoris yang dijual |
Semua
rumah dalam wilayah ini memiliki bentuk yang sama, hanya menggunakan bambu-bambu
sebagai lantai dan dinding-dindingnya. Kesederhanaan terlihat jelas di sana, yang
membedakan rumah masyarakat baduy dalam dan baduy luar adalah rumah masyarakat
baduy luar boleh memiliki beberapa pintu, rumah masyarakat baduy dalam hanya
memiliki satu buah pintu saja, kemudian rumah masyarakat baduy luar boleh di
paku sedangkan baduy dalam tidak. Pakaian yang digunakan Baduy dalam dan Baduy
luar juga berbeda, ciri khas masyarakat Baduy
Dalam ialah memakai ikat kepala putih, baju putih dan biru tua, tidak memakai
sandal. Sedangkan Baduy Luar, pakaian dan ikat kepalanya berwarna
hitam dan memakai sandal. Selain pakaian yang membedakan masyarakat Baduy luar
dan dalam ada lagi yang mebedakan yaitu masyarakat Baduy dalam masih kental
dengan budaya dan masih sangat patuh dengan adat, sedangkan Baduy luar lebih
terbuka. Oh yaa.. masyarakat di Baduy ini semua merupakan kelompok masyarakat Sunda.
Jadi bahasa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain
adalah bahasa Sunda.
Rumah tempat kami bermalam |
Masyarakat Baduy Luar |
Anak-anak dari Baduy Dalam |
Sesampainya di sana, setelah beristirahat sebentar, kami langsung
mencoba sungai yang ada di sana.. karena itu lah sasaran kami setelah capek
berjalan lama. Air sungai di sana sangat lah sejuk , dan jernih. Setelah
mencuci muka di sana, kami sempat bermain sebentar di air sungai tersebut. Air
sungai itulah yang digunakan masyarakat Baduy untuk mandi, cuci baju,dll. Oh
yaa... di Baduy luar kalo kita mandi, kita masih boleh menggunakan sabun,
shampoo dan odol. Tetapi di Baduy dalam kita tidak bisa menggunakannya. Tapi
jangan takut, walaupun mereka tidak menggunakan sabun dan odol untuk mandi
mereka tidak bau kok.. tidak tercium aroma apa pun ketika kita berada dekat
mereka. Kemudian di Baduy luar kita masih bisa leluasa menggambil gambar
sedangkan di Baduy dalam kita tidak diijinkan untuk menggambil gambar sama
sekali. Jika anda tidak ingin mandi di sungai ada juga WC umum yang bisa anda
gunakan untuk mandi. Tapi WC tersebut sangatlah sederhana... kabar baiknya
lagi, WC tersebut hanya ada satu.. jadi kita harus antri untuk bisa
menggunakannya..
Sungai tempat masyarakat Baduy mencuci, mandi, dll |
WC umum yang ada di sana |
Di sana makanan yang kami makan juga sangatlah sederhana, kita yang
menentukan apa yang akan kita makan.. jadi waktu itu yang kami bawa hanyalah
mie dan otomatis yang kami makan hanyalah mie.. untung di sana ada warung
kecil, kami membeli telur dan juga sarden.. akhirnya itulah yang kami makan
selama 2 hari..
Alat masak yang digunakan juga masih sangat sederhana, mereka masih
menggunakan kayu bakar untuk memasak tetapi itulah yang membuat makanan yang
dimasak terasa begitu lezat. Di rumah masyarakat Baduy, tidak memiliki listrik
sama sekali. Jadi ketika malam di sana benar-benar gelap gulita..maka anda
harus membawa senter atau tidak lilin. Udara di sana juga sangatlah sejuk jika
malam... jika anda akan berkunjung ke sana anda harus membawa pakaian yang bisa
menghangatkan diri anda.
Makanan yang kami makan selama berada di sana |
Alat masak yang masih sangat sederhana |
Berikut ada
beberapa hal yang saya dapat dan saya rasakan dari pengalaman berkunjung ke
sana kemudian kami juga sempat bertanya beberapa hal kepada Mas Yuli (orang
Baduy dalam) :
- Masyarakat Baduy juga melaksanakan puasa, tetapi penanggalannya tidak sama dengan puasa yang dijalankan oleh umat muslim. Mereka menggunakan penanggalanya sendiri selama 3 bulan, dan selama 3 bulan tersebut Baduy di tutup dari umum artinya tamu tidak bisa berkunjung ke sana. Uniknya juga masyarkat Baduy sering keluar berpetualang seperti ke Jakarta, bahkan boleh dibilang mereka lebih hafal jalan jakarta dibanding saya... sempat saya bertanya “Mas, citra land dimana?” Mas Yuli (masyarakat Baduy dalam, artisnya Baduy dalam) menjawab “di Grogol,” kemudian sempat saya bertanya “Mas, Mas tau UMN (Universitas Multimedia Nusantara) dimana?” dia bilang dia belum tau, dia taunya karawaci.... banyak lagi mall-mall besar di Jakarta yang dia tau seperti TA, GI, dll bahkan dia juga sudah pernah berkunjung kesana. ada yang unik ketika mereka akan bepergian/keluar dari area Baduy yaitu, mereka tidak boleh menggunakan transportasi, tidak menggunakan sandal dan pakaian mereka juga tidak boleh diganti.. kenapa? Karena itu memang sudah aturannya dan masyarakat Baduy benar-benar patuh pada peraturan tersebut.
- Saya sempat membaca di Internet tentang Hutan tutupan, katanya hutan tersebut tidak boleh di masuki oleh tamu. Penasaran kemudian saya bertanya ke Mas Yuli apa itu hutan tutupan dan kenapa tamu tidak boleh masuk. Dia menjawab bahwa hutan tutupan itu hutan yang masih terlindungi dan itu yang menjadi pusat dari mata air yang menggalir, artinya bahwa hutan tersebut masih benar-benar asri.. “Kita melindungi alam, alam melindungi kita” begitulah katanya. nah kenapa tamu dilarang masuk? Karena mereka takut kalau kita akan mencemari hutan tersebut, jangankan tamu, masyarakat Baduy sendiri saja juga jarang ada yang kesana. Biasanya yang masuk ke sana adalah ketua adat.
- Di kawasan Baduy luar kita bebas memotret dan merekam apa pun tetapi ada satu yang menjadi larangan yaitu kita dilarang memotret rumah kepala suku di tempat tersebut. cara untuk membedakan rumahnya gampang, rumah kepala suku memiliki pagar yang tidak boleh kita lewati juga. Jangankan kita, mereka saja kalau tidak berkepentingan juga tidak akan kesana.
- Untuk perkawian mereka tidak mengenal pacaran tetapi mereka dijodohkan oleh orang tua masing-masing. Kemudian juga mereka tidak boleh cerai, artinya hanya boleh sekali kawin kecuali salah satunya ada yang meninggal. Jika kedua orang tua dan pasangan sudah setuju barulah mereka melapor ke Jaro (Ketua adat) dengan membawa seperangkat sirih. Masyarakat di luar Baduy (seperti kita) tidak diperbolehkan untuk menikah dengan masyarakat Baduy luar maupun dalam. Jika hal ini terjadi maka satu-satunya jalan adalah keluar dari Baduy.
- Agama yang dianut oleh masyarakat baduy adalah Sunda Wiwitan (kepercayaan cikal bakal).
- Kaum lelaki di Baduy bekerja di ladang dn ada juga yang menangkap ikan, sedangkan untuk kaum perempuannya, mereka biasanya menenun kain untuk dijual.
- Masyarakat Baduy tidak pernah bersekolah, mereka belajar secara otodidak, dari berkebun, menjual hasil panen, dll. Mereka sudah mengenal uang dari dulu, sedangkan untuk sistem barter itu tergantung dari kesepakatan antara pembeli dan penjual. Menurut saya mereka masih tidak begitu fasih dengan uang, mungkin mereka hanya hafal beberapa mata uang saja, karena terbukti ketika teman saya membeli oleh-oleh dari Mas Yuli yang tinggal di Baduy dalam harganya 15 ribu nah teman saya memberikannya uang 5 ribu 2 lembar sisanya 2 ribuan. Dia terlihat agak bingung dan menyuruh teman saya untuk menghitung lagi.
- Tidak semua masyarakat Baduy mahir dalam berbahasa Indonesia, kalau menurut saya masyarakat Baduy dalam terutama yang cowok lebih terkesan ramah dan terbuka kepada tamu dibanding Masyarakat Baduy Luar. Hal yang saya alami ketika berada disana, ada yang ketika kita senyumin mereka hanya liatin tanpa membalas senyuman kita, kemudian ada juga yang ketika kita akan menggambil foto mereka, mereka malah lari terbirit-birit. Kata tour guide yang membawa kami kesana, yang seperti itu adalah masyarakat yang masih jarang dikunjungi tamu, sehingga mereka masih merasa asing dan mungkin juga mereka tidak terlalu fasih dalam berbahasa Indonesia. Tetapi tidak semua yang begitu, banyak juga yang ramah terhadap tamu kok.
- Mereka juga akan bertanya alamat kita dan mereka juga katanya akan mengunjungi kita. Katanya sih karena dia sudah merasa kita sebagai saudaranya.
“Saya juga terimakasih sudah
dikunjungi, dalam keadaan sehat. Semoga pengetahuan yang saya kasih tadi
bermanfaat dan semoga ada kemajuan buat masa depan,” tutup Mas Yuli di akhir wawancara.
Perkampungan Baduy dihuni oleh masyarakat yang masih kental dengan
budaya dan adatnya, satu hal yang menarik lagi adalah masyarakat Baduy
mempunyai kulit yang benar-benar bersih tanpa jerawat sedikitpun baik itu kaum
lelaki maupun perempuan. Menurut saya perempuan di sana semua terlihat sangat
cantik dan kalau di perhatiin sekilas muka mereka nyaris sama semua. Kemudian
saya juga merasa bahwa mereka punya feeling yang sangat kuat terbukti ketika
kami akan pulang, sebelumnya saya tidak melihat ada Mas Yuli namun ketika sudah
mendekati warung tiba-tiba saja dia sudah berdiri dan menyapa kami.
Perjalanan kami selama 2 hari tersebut terasa begitu cepat, walaupun
tidak begitu rela kami tetap harus meninggalkan tempat tersebut. kenapa tidak
rela? Karena di sana anda benar-benar bisa merasakan ketenangan karena kita
berada jauh dari hiruk piruk suasana kota dan di sana tidak ada sinyal jadi
kita bisa benar-benar terlepas dari kesibukan kehidupan kita sehari-hari.
Tempat mereka bercocok tanam |
Lumbung padi - tempat menyimpan hasil panen |
Keseharian ibu-ibu di Baduy |
Jembatan bambu |
Barang-barang khas Baduy yang di jual : Tas, kain, madu, dll |
This is our hero (Our Guide) |
Bersama Mas Yuli (Baduy Dalam) |
ini di baduy luar atau dalam?
ReplyDelete