NIM : 11140110171
Kelas : G1
Berbagai macam budaya ada di Indonesia.
Karena banyak itulah, maka, tidak semua bisa terlindungi dengan baik, karena
keterbatasan fasilitas dan perkembangan budaya globalisasi, yang akhirnya
menyebabkan manusia sudah semakin meninggalkan, karena dengan alasan : kuno dan
tua, dan mengakibatkan tidak banyak tempat-tempat tertentu yang bisa
menampilkan budaya secara teratur.
Di
tengah keramaian kota, ada “kawasan” cagar budaya yang masih berdiri. Wisata
Kampung Betawi, terletak di Setu
Babakan, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Memakan waktu sekitar 70 menit
untuk sampai kesana. Kesan awal yang
bisa didapat ketika melihat kawasan ini adalah, betapa kentalnya nuansa budaya
Betawi ; suasana tempat yang masih alami dan sejuk, jauh dari perkotaan ;
masyarakat yang belum terlalu banyak tersentuh dengan kehidupan modern ; dan
berbagai macam aktivitas.
Boleh
dibilang, perjalanan yang saya lalui untuk sampai ke Kampung Betawi cukup
lancar. Namun, bukan berarti tidak ada hambatan. Ada beberapa yang harus
dilalui, diantaranya : cuaca panas yang cukup menyengat, para pengunjung yang
sangat ramai sehingga menghambat untuk mengambil beberapa gambar, sempat turun
hujan, dan sempat tidak boleh mengabadikan momen pada saat prosesi dan acara
adat dimulai karena alasan privasi. Jika melihat para pengunjung yang datang,
mereka cukup antusias, jika dilihat dari jumlah pengunjung.
Suku
Betawi tidak akan pernah terlepas dari bayang-bayang Jakarta. Di seluruh
Jakarta, pastinya masih ada orang-orang yang berasal dari suku tersebut,
walaupun, sudah dikerumuni oleh orang-orang perantauan yang mungkin mencari
peruntungan nasib.
Wisata
Kampung Betawi mulai dibangun pada bulan Oktober 2000, dan mulai diresmikan
pada tanggal 20 Januari 2001. Tempat ini bernaung dibawah kepemilikan
Pemerintah Daerah (PEMDA) Provinsi DKI Jakarta, jadi, tempat ini benar-benar
dilindungi. Pada saat itu, tempat ini diresmikan oleh mantan Gubernur DKI
Jakarta, Sutiyoso.
Boleh dibilang, hal ini dilakukan atas keprihatinaan masyarakat Betawi yang berusaha
untuk membangkitkan keberadaan kebudayaan yang cukup jarang kita lihat sampai
sekarang, dan banyak masyarakat Betawi yang tidak memiliki tempat tinggal
karena tergusur. Luas dari tempat ini sejumlah 289 Hektar, namun, yang sudah
terpakai untuk kawasan wisata, sejumlah 165 hektar (berdasarkan Perda
no.3/2005).
Wisata
ini terbuka untuk umum. Siapa saja bisa mendatangi kawasan ini, baik untuk
tujuan observasi tugas, seperti saya, acara pernikahan, acara adat, atau memang
hanya sekedar jalan-jalan saja. Namun, untuk mengadakan acara adat, maupun
pernikahan, harus menggunakan adat budaya Betawi, karena tempat ini didirikan
juga untuk menghormati budaya Betawi dan akan terus dipegang.
Kampung Betawi
pada saat itu belum seperti sekarang. Belum ramai dikunjungi oleh banyak orang.
Fasilitas seperti rumah adat contoh, panggung acara belum ada. Semua masih rata
tanah. Setu Babakan sendiri pun belum terbentuk. Tujuan didirikannya kawasan
ini adalah memperkenalkan kepada orang Indonesia khususnya, dan seluruh dunia,
bahwa budaya Betawi masih ada, dan tidak mati.
Mendengar
hal ini, saya cukup salut dengan Kampung Wisata Budaya Betawi. Bagaimana tidak?
Budaya tradisional yang pada zaman sekarang tidak terlalu terjamah oleh banyak
orang karena old fashioned, karena
mereka-mereka inilah, budaya diangkat menjadi sesuatu yang berharga, menjadi
sesuatu yang harus dibanggakan, dan tidak terkesan “kampungan.” Mereka memegang
teguh apa yang sudah diturun-temurunkan. Saya menjadi malu sendiri karena
sebagai orang Indonesia, tidak bisa seperti mereka.
Ketika
kita
berpikir, bahwa yang tinggal disekitar Kampung Betawi, semuanya adalah
penduduk
asli. Namun, pemikiran tersebut tidak benar adanya. Fakta yang
diketahui,
orang-orang yang bermukim disana, tidak semuanya penduduk suku Betawi.
Ada
beberapa suku yang juga bermukim disana, seperti : Sunda, Jawa, Aceh,
Padang,
Batak, bahkan dari Papua. Proporsi penduduk menurut suku : 60 %
merupakan
penduduk asli, sedangkan 40% merupakan penduduk perantauan. Tidak akan
ada yang
menyangka bahwa hal tersebut bisa terjadi.Disini sudah terjadi budaya
kolektivisme dalam Kampung Betawi (dalam teori kolektivisme dan
individualisme, yang menyatakan, menurut Thomas dan Inkson (dalam buku
Komunikasi Antar Budaya karangan Larry A.Samovar), yang menyatakan bahwa
individu menyatakan diri dalam kelompok, bukan individu yang bebas.)
Perbedaan suku
dan agama, bukan berarti tidak bisa hidup rukun dan damai. Mereka saling hidup
berdampingan dan tolong menolong satu sama lain. Yang saya dengar, bahwa ketika
ada hari raya untuk umat Islam, seperti Idul Fitri, ada umat Nasrani yang ikut
membantu menyelenggarakan acara kecil-kecilan atau sekedar silahturahmi, bahkan
merekapun (yang non-Islam) ada yang ikut membawa obor untuk mengikuti malam
takbiran, sekedar meramaikan hari raya. Begitupula sebaliknya, mereka yang
Islam pun berkunjung ke yang non untuk sekedar berkunjung dan mengucapkan
Selamat Natal. Ini adalah hal yang jarang cukup ditemui, mengingat kehidupan di
daerah kota , sudah saling mementingkan kehidupan sendiri dan tidak ada
solidaritas yang terlihat.
Sesuai dengan salah satu teori komunikasi antar budaya
adalah, bahwa bahasa membantu menyampaikan budaya mereka ke budaya lain. Bahasa
juga menyatakan tentang identitas mereka sebenarnya. Sama halnya dengan Orang
Betawi, aksen bicara mereka terlihat jelas. Ceplas-ceplos adalah gaya mereka,
tapi tetap dengan gaya santun. Contoh kata-kata : “Abang, cang-cing, Nyak,
Babe.”
Kegiatan-kegiatan
yang diadakan di kawasan yang “dihuni” oleh dua setu (danau kecil), Setu
Babakan dan Setu Mangga Bolong, tidak selalu tentang gotong royong dan hari
raya besar agama masing-masing. Karena berada di tempat yang sudah masuk
sebagai cagar budaya Propinsi DKI Jakarta, pasti banyak kegiatan-kegiatan
budaya yang dilakukan. Diantaranya adalah : injek
tanah, aqiqah, latihan pencak silat, ngarak
penganten sunat, pertunjukan wayang Betawi. Juga terdapat budidaya ikan tawar,
berdagang, dan bertani, serta wisata air. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah ada
sejak berdirinya tempat ini.
Kegiatan
pertunjukan yang ada tidak selalu diadakan setiap bulan, mengingat biaya dari
Suku Dinas dan Kebudayaan DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi. Selain itu, juga
ada kegiatan di hari besar, seperti : Kegiatan di bulan Ramadhan, Gebyar
Budaya, Festival Budaya, dan HUT DKI Jakarta.
Tidak ketinggalan pula Pertunjukan
Wayang Kulit Betawi. Awalnya, terpikirkan bahwa wayang kulit ini sama seperti
dengan yang di Jawa. Namun, ternyata hal ini berbeda, dan yang membuat ini
khas, adalah : bahwa yang memainkan kesenian ini tidak terlihat secara visual
(ada di balik panggung). Kedua, bahan wayang. Kalau wayang kulit Jawa terbuat
dari kulit sapi, tetapi, kalau yang dari Betawi, terbuat dari kayu. Jalan
cerita yang dibuat tidak terlalu pelan, naik turun, dan cara berbicara yang
berbeda.
Kesenian
Betawi pun beragam. Diantaranya adalah:
- Kesenian Berpantun
- Lenong
- Tanjidor
Seperti
tempat-tempat wisata daerah lain, di
“Kampung” ini, juga terdapat wisata air yang bisa dinikmati. Memanfaatkan
dua Setu, kita bisa melakukan berbagai macam fasilitas yang disediakan.
Diantaranya, sepeda air, perahu naga, memancing, dan olahraga kano. Selagi
menikmati wisata air, kita juga bisa menikmati pemandangan disekitar.
Berbicara soal
kuliner khas Betawi, sepertinya tidak ada habis-habisnya. Macam-macam kuliner Betawi
:
- Soto Betawi
Rupanya
seperti gulai, karena terdapat santan yang cukup kental. Namun, itulah yang
menjadi ciri khas, berbeda daripada yang lain. Bahan yang ada di dalam Soto
Betawi, ialah : tomat, daun bawang, santan, garam, kaldu sapi, kentang, lidah
sapi.
-
Kerak Telor
Asal
muasal kerak telor sendiri sudah ada pada zaman Belanda (pada saat itu Jakarta
masih bernama Batavia). Pada saat itu, kelapa menjadi salah satu bahan komoditi
utama. Bahan kerak telor : telor ayam/ bebek, nasi ketan, kelapa parut.
Uniknya, dimasak dengan api arang.
-
Bir Pletok
Minuman
yang satu ini tidak akan membuat anda mabok. Padahal namanya bir. Asal muasal
Bir Pletok ini ada di zaman Belanda, karena pada saat itu, tentara Belanda
meminum bir sebagai pelepas dahaga. Namun, karena efek alkohol yang membuat
mereka mabok, maka, mereka meminta penduduk sekitar untuk membuat minuman yang
menyehatkan. Bahan dari minuman ini adalah : Jahe, kayu manis, secang, lada
hitam, cabe jawa, daun pandan, batang sereh, cengkeh, gula putih, dan garam.
Yang unik dari minuman ini adalah bahan-bahan yang tidak lazim, karena : cabe,
batang sereh, garam, dan lada hitam biasanya dipakai untuk bahan memasak.
-
Es Selendang Mayang
Es
ini terbuat dari tepung sagu aren dan tepung beras sebagai bahan utama, lalu
diberi pewarna dan berkuah santan.
-
Dodol Betawi
Makanan
manis satu ini mungkin sudah cukup akrab ditelinga. Bahan dasar dari makanan
ini adalah : Tepung Ketan Beras, Gula Merah, Santan, dan Gula Putih. Proses
memasak menuju pembungkusan memakan waktu sekitar 9 jam. Dimasak dengan
menggunakan sendok kayu yang nyaris menyerupai dayung perahu, dan kuali
tembaga.
-
Roti Buaya
Makanan
ini layaknya seperti roti biasa yang dijual di banyak toko, namun, dibentuk
menyerupai buaya. Makanan ini biasanya dijumpai ketika ada acara pernikahan ala
budaya Betawi sebagai seserahan. Masyarakat Betawi memiliki kepercayaan bahwa
buaya adalah binatang yang setia dan ia tidak pernah meninggalkan pasangannya.
Diharapkan, pasangan yang menikah tidak akan cerai.
-
Nasi Uduk
-
Kue Kembang Goyang
-
Kue Cucur
-
Kue Wajik
Kalau saya bisa
tarik kesimpulan, makanan khas Betawi memiliki nama-nama yang cukup unik
didengar. Sebagian makanan khas Betawi,
bahan utamanya adalah santan. Soto Betawi, Nasi Uduk, Es Selendang
Mayang menggunakan santan.
Ketika
ke kampung Betawi, kita akan melihat arsitektutal rumah adat yang berdiri cukup
kokoh. Yang menjadi ciri-ciri khusus dari rumah Betawi adalah: Warna cat yang
ada ; Kita akan melihat warna hijau dan kuning. Arti dari Warna kuning adalah
keceriaan dan warna hijau berarti kesejukan. Kesimpulannya, orang Betawi
memiliki sifat ceria dan memberikan kesejukan ; bentuk meja dan kursi yang
berada di teras. Setiap rumah khas Betawi memiliki bentuk kursi dan meja yang
sama. Kursi yang menyerupai huruf D tanpa garis tegak, dan meja bundar. Dinamakan
Kursi Lenong dan Meja Lenong ; Lampu Gantung yang digunakan pun bentuknya sama.
Berwarna putih dan terdapat ukiran menyerupai bunga matahari. Bisa menggunakan
listrik maupun minyak (nama dari lampu tersebut adalah Lampu Blander : yang
menggunakan minyak sebagai bahan bakar) ; terdapat lis plang gigi belalang yang terletak di atap rumah serta jendela rampyak.
Terdapat
tiga jenis rumah adat Betawi. Diantaranya adalah ; Rumah Joglo, Rumah Kebaya,
dan Rumah Gudang. Perbedaan yang mencolok antara kedua rumah ini adalah bentuk
atap yang mempengaruhi turun air hujan.
-
Rumah Joglo
Air
hujan turun ke depan dan ke belakang.
-
Rumah Kebaya
Air
Hujan turun ke segala arah (Ke Depan, ke belakang, samping kiri, dan samping
kanan.
-
Rumah Gudang
Air
hujan turun ke samping kiri dan kanan saja.
Lain
rumah, lain pula dengan baju adat. Namanya pun bermacam-macam.
-
Baju Demang ; digunakan
oleh laki-laki. Berwarna hitam pada umumnya, dan berlengan panjang. Tapi
panjangnya tidak sama dengan baju Sadariah. Biasa dipakai dalam acara resmi.
-
Baju Sadariah : juga
digunakan oleh laki-laki. Berlengan panjang, namun, panjangnya lebih panjang
dari baju damang.
-
Kebaya Encim : Kebaya
yang biasa dipakai dengan ibu-ibu. Memiliki bordiran. Terbuat dari bahan kain
paris. Bisa dipakai untuk acara resmi maupun non-resmi.
-
Kebaya None : Kebaya yang biasanya dipakai oleh perempuan
yang berumur muda. Bahan dari kebaya ini berbeda dengan kebaya encim. Bahannya
menyerupai baju pesta. Untuk kebaya none, warna yang digunakan pun kebanyakan
cerah. Dipadukan dengan kain kerudung dan berbagai macam asesoris.
Khusus
untuk baju perempuan kebaya none, orang khas Betawi suka bermain dengan
“tabrak” warna-warna cerah. Seperti contoh : kerudung warna kuning dan baju
kebaya berwarna hijau.
Satu
hal sebelum terlewatkan, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa orang tersebut
berasal dari Betawi? Lihat dari gaya berbicara nya. Kebanyakan, mereka
berbicara dengan ceplas-ceplos, dan ada nada-nada tersendiri. Ciri khas yang
lain : mereka suka berkumpul dan ngerumpi,
rame orangnya, suka bergaul, dan tetap memiliki sopan santun, serta etika.
Datang
ke Kampung Betawi, kita juga bisa melihat berbagai macam pohon yang ada.
Diantaranya : pohon rambutan, pohon jengkol, pohon kranggan. Ada satu aturan
yang khusus untuk pengunjung budaya Betawi. Kawasan ini ditutup pada pukul
17.00. Alasannya adalah, takut ada perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan
dan mengganggu kawasan ini.
Nama
makanan yang unik, sejarah yang unik, membuat budaya Betawi ini sebagai salah
satu yang terunik. Budaya Betawi berbeda dengan budaya yang lain, karena budaya
ini merupakan hasil dari percampuran berbagai budaya yang ada di negara lain.
Contohnya adalah : Gambang Kromong merupakan hasil percampuran dari budaya
Betawi- China ; Irama Gambus, hasil percampuran dari budaya Betawi-Arab;
Tanjidor, percampuran antara budaya Betawi-Eropa. Selain itu, cara menyapa
orang Betawi dengan yang lain pun agak berbeda. Contoh : Engkong (nama lain
untuk kakek), Enci, Encim, Encing (merupakan hasil dari Budaya Betawi-China
juga).
Kesenian
yang bermacam-macam jumlahnya ditambah suasana tempat yang asri dan sejuk,
serta tertata rapi membuat kawasan Wisata Kampung Betawi adalah salah satu
cagar budaya yang harus tetap dipertahankan, karena budaya Betawi merupakan
satu dari sekian banyak warisan budaya
yang ada di Indonesia, meneruskan kepada
generasi berikutnya, agar tidak punah. Banyaknya anak-anak yang meneruskan
pertunjukan-pertunjukan ini membuat semakin menyadari bahwa budaya Betawi tetap
harus ada.
No comments:
Post a Comment