NIM : 11140110064
Kelas : G1
Jakarta
adalah ibukota Indonesia, karna faktor ini menyebabkan banyak sekali ragam
kebudayaan dari seluruh penjuru Indonesia di kota ini. Keragaman budaya memang
sudah menjadi hal yang khas di Indonesia, mulai dari perbedaan
suku,budaya,agama,etnis ada di negeri ini. Jakarta sebagai ibukota juga
memiliki kebudayaan sendiri yaitu Betawi. Betawi adalah suku asli di Jakarta
yang muncul karena adanya hasil perkawinan budaya luar dengan penduduk asli
yang dahulu disebut Batavia.
Masyarakat
Betawi sudah ada sejak lama, sejak masyrakat Melayu yang kala itu belum
diketahui dari etnis mana. Yang pada saat itu banyak orang dari luar Indonesia
seperti, Belanda, Cina, Portugis, Arab dan kerajaan-kerajaan yang sudah ada di
Indonesia, yang menyebabkan terjadinya hal yang tidak bisa di hindari atau
disebut dengan Akulturasi.
Akulturasi sendiri memiliki pengertian yaitu, Proses Sosial yang timbul saat suatu kelompok dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing yang lama kelamaan dapat diterima oleh kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan unsur budaya kelompok itu sendiri.
Nah ! perpaduan dari banyaknya budaya itu memungkinkan untuk terjadinya adopsi budaya yang menjadi bagian dalam budaya masyarakat Betawi.
Akulturasi sendiri memiliki pengertian yaitu, Proses Sosial yang timbul saat suatu kelompok dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing yang lama kelamaan dapat diterima oleh kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan unsur budaya kelompok itu sendiri.
Nah ! perpaduan dari banyaknya budaya itu memungkinkan untuk terjadinya adopsi budaya yang menjadi bagian dalam budaya masyarakat Betawi.
Baju adat Betawi |
Seperti
contoh baju yang dikenakan diatas, selaku pengurus Kampung Betawi yang terletak
di Setu Babakan. Baju yang beliau pakai adalah baju keseharian Betawi, memakai
peci, sarung yang dipakai di leher dan baju khas budaya Betawi. Baju ini
sendiri juga tercipta karna adanya pengaruh dari budaya Arab dan Melayu.
Apa sih Kampung Betawi itu?
Saya
melakukan perjalanan ke Kampung Betawi pada tanggal 23 Desember 2012, Kampung
Betawi terletak di Setu Babakan di Jalan
Raya Moh. Kahfi II, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Cukup sulit
untuk menemukan letak Kampung Betawi ini karena memang sebelumnya saya sama
sekali tidak tau arah menuju tempat itu.
Pintu Masuk, Gerbang si Pitung di Setu Babakan |
Nah!
Disinilah tempat yang ditetapkan oleh pemerintah Jakarta sebagai salah satu
daerah/tempat pengembangan serta pelestarian budaya Betawi. Penduduk di
Perkampungan Budaya Betawi sangat ramah dan murah senyum, saat saya pertama
kali melintasi gerbang ini, saya sedikit bingung karena saya tidak tau dimana
letak Kampung Betawi yang banyak dibicarakan orang. Setelah tidak berapa lama
saya mencoba menerka jalan akhirnya sampai lah saya di Danau Setu Babakan yang
ternyata menjadi salah satu penarik wisatawan di sekitar Jakarta sampai luar
Jakarta.
Danau
ini menjadi icon masyarakat di sekitar sini, banyak sekali orang-orang yang
sedang menikmati keindahan danau ini. Ada yang sedang berkumpul bersama
teman-teman mereka, ada yang sedang berlibur bersama keluarga mereka dan
pastinya juga ada yang sedang asik berpacaran di pinggir danau ini. Danau ini
menjadi icon masyarakat sekitar Setu Babakan, ternyata arti dari Setu
itu berarti danau dalam bahasa Betawi.
Pemandangan Danau di Setu Babakan, Kampung Betawi |
Yuk kita intip jajanan
khas Betawi !
Rasanya kurang mantap
jika kita membahas budaya Kampung Betawi tanpa mencicipi masakan khas Betawi
yang namanya sudah sangat besar di kalangan masyarakat sekitar Jakarta bahkan
di Indonesia.
Kampung Betawi
menyajikan beragam masakan atau jajanan khas Betawi, yang mendapatkan perhatian
saya ketika saya menelusuri sekitar danau adalah “Kerak Telor”. Begitu banyak
orang mengetahui atau mengenal Kerak Telor, tetapi saya sendiri belum pernah
mencicipi makanan ini. Karena memang makanan ini biasa disajikan pada saat
Pekan Raya Jakarta dengan harga yang lumayan mahal dari harga sebenarnya.
Berhubung saya berada
di Kampung Betawi, harganya masih terbilang masuk akal yaitu Rp.10.000,- per
porsi untuk yang menggunakan telor ayam dan untuk telor bebek dikenakan harga
Rp.12.000,- per porsi.
Pedagang Kerak Telor |
Rasa penasaran saya untuk ingin tau lebih dalam tentang apa itu Betawi membuat saya memilih untuk bertanya-tanya sedikit kepada penjual Kerak Telor di Kampung Betawi.
Kerak
telor
adalah makanan khas kebudayaan dari Betawi, dengan menggunakan bahan-bahan yaitu ketan putih, telur
ayam/telur
bebek, udang yang sudah dihaluskan atau disebut “ebi” yang digoreng kering
ditambah bawang goreng, kemudian diberi bumbu yang dikenal dengan serundeng dan
dicampur dengan cabai
merah, jahe,
kencur, merica,
gula pasir dan garam.
Kerak Telor sendiri memiliki tekstur yang agak kasar dan kering karena pembuatan Kerak telor tidak menggunakan minyak apapun sehingga membuat telur dan ketan putih sedikit gosong (berkerak), itu lah mengapa makanan ini disebut kerak telor.
Sehabis puas menikmati masakan khas Betawi yaitu kerak telor, saya mulai bertanya-tanya mengenai Betawi kepada penjual kerak telor ini.
Ternyata Betawi itu memiliki keunikan sendiri di setiap daerah, mulai dari gaya berbicara atau secara Verbal. Perbedaan itu terletak pada penekanan kata dalam melakukan percakapan. Misalnya cara berbicara orang Betawi yang biasa kita lihat di Televisi yang menggunakan kata “iye” “Kenape?”. Logat berbicara seperti itu merupakan logat khas masyarakat Betawi di daerah sekitar Mampang, Buncit, Pejaten dan sedangkan di Setu Babakan sendiri tidak menggunakan logat seperti itu melainkan logat biasa seperti “iya” “kenapa?” “apa?” dan lain sebagainya.
Selain
bertanya kepada penjual Kerak Telor, saya juga sedikit berbicara dengan penjual
minuman yang duduk di belakang abang penjual Kerak Telor ini. Mereka berdua
sangat terlihat akrab dan mungkin sudah kenal sejak lama. Menurut perkataan
mereka, di Kampung Betawi, Setu Babakan ini setiap minggu diadakan acara budaya
Betawi. Mulai dari seni tarian sampai ke seni beladiri asal Betawi yaitu Pencak
Silat.
“Waw!
Menarik juga Kampung Betawi”
itulah hal yang
terlintas di kepala saya ketika mendengar bahwa ada banyak sekali
kegiatan-kegiatan di Kampung Betawi, sungguh hal yang sangat membanggakan
melihat budaya Indonesia di lestarikan terus menerus bahkan sampai turun
temurun.
Penjual minuman di Kampung Betawi |
Rasanya
kurang nikmat jikalau sudah menikmati masakan khas Betawi tetapi tidak
mencicipi minuman khas Betawi. Kebetulan sekali pedagang minuman ini menjual
minuman khas Betawi yaitu “Bir Pletok”. Pertama kali mendengar saya langsung
berpikiran bahwa bir pletok ini pasti menggunakan alkohol sebagai bahan
pembuatannya, tanpa pikir panjang saya dan teman-teman yang ikut mengobservasi
memesan bir pletok.
Bir Pletok : minuman khas Betawi |
Lagi-lagi saya di kejutkan, bir
pletok yang saya pikir adalah minuman keras ternyata sama sekali tidak
menggunakan alkohol, rasa bir pletok ini ternyata mirip dengan minuman jahe,
memang bahan dasar yang digunakan adalah jahe sehingga menciptakan rasa hangat
bagi tubuh. Bir Pletok ini biasa di konsumsi oleh masyarakat Betawi pada malam
hari untuk menjaga kehangatan di dalam tubuh. Selain menghangatkan tubuh, bir
Pletok juga memiliki khasiat lain yaitu memperlacar peredaran darah dalam
tubuh. Bir Pletok ini bisa di dapatkan dengan harga Rp.9.000,- per botol.
Setelah menikmati makanan dan minuman
khas Betawi, saya kembali mencari tau sejarah tentang Kampung Betawi ini, saat
saya mulai mencari ternyata ada sekumpulan anak-anak yang berdiri di panggung
mengenakan selendang khas betawi dan di kiri kanan panggung terdapat boneka Ondel-ondel.
Rupanya mereka sedang melakukan latihan untuk hari minggu, karena seperti yang
sudah dikatakan oleh pedagang kerak telor dan minuman tadi bahwa memang setiap
hari minggu diadakan acara-acara adat seperti Tarian, Beladiri, adu pantun dan
lain-lain.
Anak-anak sedang latihan menari |
Selain tertarik melihat mereka
menari, saya juga tertarik melihat patung ondel-ondel yang berada di pinggir
panggung tersebut. Ondel-ondel adalah boneka yang mengingatkan akan nenek
moyang/leluhur yang senantiasa menjaga anak cucunya dan desa. Dahulu masyarakat
Betawi menggunakan ondel-ondel sebagai penolak bala atau untuk mengusir roh
halus yang mengganggu kenyamanan penduduk.
Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kini ondel-ondel lebih banyak digunakan untuk mengisi acara-acara khusus seperti, penyambutan tamu, peresmian tempat hunian atau pesta rakyat.
Ondel-ondel di Kampung Betawi
Ondel-ondel memiliki ukuran yang cukup besar, tingginya bisa mencapai 2,5 meter, pembuatan ondel-ondel cukup sulit karena boneka ini terbuat dari dari anyaman bambu yang di design sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipikul dari dalam. Bagian pada wajah ondel-ondel adalah topeng, dan di kepalanya terdapat rambut yang dibuat dari ijuk.
Seperti yang bisa kita lihat, boneka ondel-ondel ini membelakangi penonton. Hal ini merupakan sebuah isyarat bahwa pertunjukan yang sesungguhnya belum di mulai, jika pertunjukan sudah dimulai maka ondel-ondel ini akan menghadap ke penonton.
Boneka ondel-ondel ini di letakan di tempat anak-anak latihan menari, tari Ronggeng Betawi, Tarian ini adalah tari Japin/Zapin. Tarian ini menyerap budaya arab dan pakaian yang biasa digunakan pada saat acara adalah baju yang menyerap kebudayaan Cina.
Sehabis melihat-lihat tarian khas budaya Betawi, saya bertemu dengan pengurus panggung dan salah satu figur yang menjadi panutan di Kampung Kebudayaan Betawi ini. Beliau biasa di panggil Bang Indra.
Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kini ondel-ondel lebih banyak digunakan untuk mengisi acara-acara khusus seperti, penyambutan tamu, peresmian tempat hunian atau pesta rakyat.
Ondel-ondel di Kampung Betawi
Ondel-ondel memiliki ukuran yang cukup besar, tingginya bisa mencapai 2,5 meter, pembuatan ondel-ondel cukup sulit karena boneka ini terbuat dari dari anyaman bambu yang di design sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipikul dari dalam. Bagian pada wajah ondel-ondel adalah topeng, dan di kepalanya terdapat rambut yang dibuat dari ijuk.
Seperti yang bisa kita lihat, boneka ondel-ondel ini membelakangi penonton. Hal ini merupakan sebuah isyarat bahwa pertunjukan yang sesungguhnya belum di mulai, jika pertunjukan sudah dimulai maka ondel-ondel ini akan menghadap ke penonton.
Boneka ondel-ondel ini di letakan di tempat anak-anak latihan menari, tari Ronggeng Betawi, Tarian ini adalah tari Japin/Zapin. Tarian ini menyerap budaya arab dan pakaian yang biasa digunakan pada saat acara adalah baju yang menyerap kebudayaan Cina.
Sehabis melihat-lihat tarian khas budaya Betawi, saya bertemu dengan pengurus panggung dan salah satu figur yang menjadi panutan di Kampung Kebudayaan Betawi ini. Beliau biasa di panggil Bang Indra.
Bang
Indra menjelaskan banyak hal kepada saya tentang kebudayaan Betawi yang lebih
mendalam. Beliau mengatakan bahwa budaya Betawi sangat mendalami unsur Simbolis
dalam budayanya. Bang Indra adalah penduduk asli Betawi dan beliau telah
menjaga dan ikut campur tangan dalam pelestarian budaya betawi di Kampung
Betawi di Setu Babakan ini sejak dulu, meskipun Jakarta adalah kota yang serba
cepat dalam hal perkembangan atau modernisasi tetapi Bang Indra selalu
mengingatkan saya supaya jangan pernah sekali-sekali meninggalkan budaya asli
kita, karena ketika kita melupakan atau meninggalkan budaya kita saat itu juga
kita telah mengkhianati bangsa kita.
Prosesi Adat Betawi…
Prosesi adat di dalam kebudayaan Betawi, seperti pernikahan yang menyimbolkan bahwa budaya Betawi tidak datang dengan tiba-tiba melainkan melalui prosesi fisik maupun non-fisik.
Prosesi adat di dalam kebudayaan Betawi, seperti pernikahan yang menyimbolkan bahwa budaya Betawi tidak datang dengan tiba-tiba melainkan melalui prosesi fisik maupun non-fisik.
Tahap
prosesi yang di terapkan dalam
budaya sperti pernikahan, adat Betawi adalah melalui beladiri yaitu Silat,
sebagai beladiri asli dari Betawi. Silat melambangkan bahwa sang pengantin pria
siap melindungi calon istri, keluarga serta keluarga besarnya.
Setelah proses itu dilalui maka aka nada prosesi “pembacaan surat” atau “zikir” yang berhubungan dengan unsur keagamaan. Dan kemudian dengan acara makan kue, kue dalam Betawi sendiri memiliki unsur simbolik, salah satu kue yang di sajikan adalah Roti Buaya. Roti buaya melambangkan kesetiaan, kerjasama, dan kesabaran. Lalu dari pakaian pernikahan sendiri juga melambangkan bahwa seorang pasangan harus mampu untuk menghidupi keluarganya.
Setelah proses itu dilalui maka aka nada prosesi “pembacaan surat” atau “zikir” yang berhubungan dengan unsur keagamaan. Dan kemudian dengan acara makan kue, kue dalam Betawi sendiri memiliki unsur simbolik, salah satu kue yang di sajikan adalah Roti Buaya. Roti buaya melambangkan kesetiaan, kerjasama, dan kesabaran. Lalu dari pakaian pernikahan sendiri juga melambangkan bahwa seorang pasangan harus mampu untuk menghidupi keluarganya.
Hal-hal itu tidak
terlepas dari budaya simbolik yang dipakai dalam masyarakat Betawi.
Pelestarian Budaya Betawi
Kampung Betawi menjadi wadah pelestarian budaya Betawi, tempat ini lah yang membuat masyarakat Betawi untuk terus menerus mempertahankan serta mengembangkan budaya asli Jakarta ini. Tentu, segala suatu harus ada campur tangan dari pemerintah provinsi DKI dalam proses pelestariannya. Kampung Betawi sendiri di dirikan sebagai salah satu wujud dari kepedulian masyarakat betawi untuk melestarikan budaya mereka.
Pelestarian
budaya betawi tidak berhenti pada itu saja, dengan adanya media-media sanggar
sebagai sarana, pelestarian melalui pendidikan yaitu muatan local yang menyarankan
untuk memasukan unsur kebudayaan dari kota Jakarta sendiri yaitu budaya betawi.
Tantangan
pada masa Modernisasi
Adanya kemajuan dalam bidang teknologi, informasi, edukasi merubah cara berpikir masyarakat menjadi lebih maju dan hal ini juga membuat masyarakat lupa akan budaya dan meninggalkan budaya mereka sendiri.
Adanya kemajuan dalam bidang teknologi, informasi, edukasi merubah cara berpikir masyarakat menjadi lebih maju dan hal ini juga membuat masyarakat lupa akan budaya dan meninggalkan budaya mereka sendiri.
“Kita boleh berpikir global, tapi
jangan lupa, kita harus berbudaya lokal” Perkataan
Bang Indra ini menyentuh dan menyadarkan saya untuk jangan pernah melupakan
budaya karena itu merupakan jati diri dari bangsa Indonesia.
Kampung
Betawi menyimpan banyak sekali kebudayaan betawi berupa kesenian-kesenian yang
semakin memudar di tengah kehidupan di Jakarta, tantangan dalam melestarikan
budaya betawi memang cukup berat. Karena, Jakarta di huni oleh banyak sekali
masyarakat yang berlatar belakang budaya yang berbeda, maupun dari dalam negeri
maupun dari mancanegara.
Pada
saat saya berada disana, saya di jelaskan oleh orang-orang disana bahwa
kebudayaan betawi akan terus ada selama terus ada orang yang mau melestarikan
budaya Betawi dan terjalin hubungan baik.
Seperti
yang diungkapkan oleh Bennet dalam
Teori Lintas Budaya, Budaya adalah kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menentukan
hubungan sosial manusia berdasarkan kehidupannya sehari-hari. Teori ini
memiliki arti bahwa budaya ada dimana-mana dan budaya itu sendiri adalah
sesuatu yang kita lakukan.
Penyerapan budaya Betawi bagi masyarakat Jakarta sudah sangat mengental, mulai dari gaya bahasa yang khas a-la orang betawi sampai cara berpakaian dan melakukan sesuatu. Bisa kita lihat kalau gaya bahasa betawi menjadi bagian hidup masyarakat. Contoh gaya bahasa : lu, gue, buset, yailah,dll. Budaya betawi merupakan budaya yang sangat unik, Budaya betawi berawal dari menyerap budaya-budaya lain dan membentuk suatu baru, budaya Betawi.
Penyerapan budaya Betawi bagi masyarakat Jakarta sudah sangat mengental, mulai dari gaya bahasa yang khas a-la orang betawi sampai cara berpakaian dan melakukan sesuatu. Bisa kita lihat kalau gaya bahasa betawi menjadi bagian hidup masyarakat. Contoh gaya bahasa : lu, gue, buset, yailah,dll. Budaya betawi merupakan budaya yang sangat unik, Budaya betawi berawal dari menyerap budaya-budaya lain dan membentuk suatu baru, budaya Betawi.
Dari
perjalanan saya menuju kampung Betawi ini membuka mata saya bahwa sesungguhnya
budaya Betawi tidak seperti yang dipikirkan oleh banyak orang. Pemikiran bahwa
orang Betawi itu kasar, asal bicara, terlalu santai, dan lain-lain, terpatahkan
oleh pengalaman saya meng-observasi kampung Betawi.
Anak-anak,
remaja dan kaum anak muda adalah penerus dari kebudayaan yang sudah mendarah
daging pada setiap daerah di remaja. Seperti yang Bang Indra bilang, bahwa
selama ada apresiasi dari masyarakat Betawi, penduduk sekitar, dan seluruh
masyarakat Betawi dan semangat para generasi muda untuk mencintai dan lebih
dalam mempelajari budayanya, budaya itu sendiri akan terus ada. Kampung Betawi
menjadi contoh yang sangat cocok, tempat ini menjadi ajang apresiasi,
pembelajaran, pengembangan, pelestarian, dan rumah bagi budaya Betawi di tengah
keramaian ibukota Jakarta.
makasih banyak infonya
ReplyDelete