11140110084
E1
Keraton Yogyakarta
Hello! What
is Yogya? Yogya is timewa!
I think this is the coolest assignment I’ve done since saya
menjadi seorang mahasiswi setahun lalu. Observasi, tugas observasi. Why I said
it’s cool? Karena tugas ini tidak hanya sekedar liputan, melainkan lebih dalam
dari itu. Dari beberapa pilihan lokasi observasi yang ditawarkan oleh Pak Inco,
pilihan terakhir saya jatuh pada Yogyakarta dengan Masyakarakat Abdi Dalem
Keraton Yogyakarta sebagai objeknya.
Pergi dari Jakarta tanggal 24 Desember 2012 menggunakan
kereta. Sendiri, rasanya sudah seperti seorang backpacker hahaha sayangnya saya
bukan. Perjalanan dari Jakarta ke Yogya yang memakan waktu kurang lebih 8 jam,
melewati Cirebon, Purwekerto dan Solo dan sampailah saya pukul 05:09 pagi di
stasiun Yogyakarta. So, let’s get started!
Day1, Dec, 25th 2012.
Hari observasi pertama saya di Keraton Yogyakarta. Setelah
menaruh barang-barang di hotel lalu saya langsung menuju Keraton Yogyakarta.
Saya sampai di Keraton sekitar pukul tujuh pagi, jalanan yang dibasahi air
hujan membuat kota Yogya hari itu terasa sangat dingin. Saya melihat banyak
orang yang sedang mempersiapkan jualannya dibawah pohon besar yang berada tepat
di depan pintu masuk wisata keraton. Saya mengamati sekeliling keraton dan masyarakatnya
sangat ramah, mereka menyapa saya. Saya duduk disebuah kursi, kemudian ada
seorang bapak yang ikut duduk disebelah saya, beliau mengatakan bahwa pintu
untuk wisata masih dua jam lagi dibuka, lalu saya bilang bahwa saya sedang
menjalankan tugas saya, untuk mengobservasi masyarakat Abdi Dalem yang ada di
keraton. Ternyata, Bapak ini juga merupakan masyarakat abdi dalem. Kami
mengobrol dan ia memberitahu dimana saja tempat tinggal masyarakat abdi dalem.
Pratjimosono,
Sebuah gerbang yang betuliskan Pratjimosono, tidak jauh
letaknya dari tempat saya duduk tadi. Saya masuk kesana, didalamnya terdapat
beberapa rumah, ada kantor, ada toilet umum di belakang deretan rumah tersebut.
Pratjimosono adalah tempat dimana beberapa masyarakat abdi dalem tinggal di
dalamnya. Parkiran yang luas di depan rumah-rumah tersebut, ketika jam wisata
tiba, dijadikan sebagai tempat parkir para pengunjung. Saya menuju wc umum yang
berada di belakang deretan rumah tersebut, ternyata dibelakang deretan rumah yang ada didepan, masih ada beberapa rumah
lagi. Ada seorang ibu yang sedang mempersiapkan jualannya, ia meletakkan
barang-barangnya didalam sebuah gerobak, ibu tersebut adalah istri seorang abdi
dalem, ketika suaminya sedang bertugas di keraton maka para istri juga bekerja,
mereka berjualan di sekitar keraton. Selebihnya, ada yang mencuci piring,
memasak dan mengerjakan kegiatan rumah
lainnya disekitar Pratjimosono.
Keraton Yogyakarta berdiri pada tahun 1755 dan pada tahun
tersebut pula masyarakat abdi dalem telah mengabdi di Keraton. Namun, Keraton
mulai digunakan pada tahun 1756.
Pak Nurdianto, salah satu masyarakat abdi dalem yang telah
tinggal dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Keraton sejak
beliau kecil, namun baru menjadi abdi dalem setelah dilantik 4 tahun yang lalu.
Ayah dari Pak Nurdianto sendiri juga merupakan seorang abdi dalem, beliau
adalah Pak Kli’. Pak Nurdianto memiliki nama dari keraton yaitu, M. Yosowiromo.
Setiap masyarakat yang kemudian memutuskan dirinya untuk menjadi masyarakat abdi
dalem maka ia akan mendapatkan nama dari Keraton sendiri, pemberian nama baru
tersebut akan diberikan ketika mereka dilantik.
Untuk masyarakat yang bekerja di pemerintahan, setelah mereka
pensiun dan memutuskan untuk mengabdi di keraton maka ia akan langsung menjadi
abdi dalem dengan pangkat tertinggi, misalnya seperti kanjeng ratu, namun tidak
di gaji.
Dalam setiap tahunnya, pelantikan masyarakat abdi dalem
dilaksanakan dua kali. Yang pertama dilaksanakan setelah gerebek sawal/Idul
Fitri dan yang kedua setelah bulan maulud. Masyarakat yang telah memutuskan
dirinya untuk menjadi abdi dalem kemudian dilantik disebuah tempat yang bernama
Bangsal Kesaktrian. Satu per satu dari mereka nantinya akan maju ketika
disebutkan namanya masing-masing, dipanggil menurut golongan dan mereka juga
akan mendapatkan nama baru.
Pangkat atau golongan dari masyarakat abdi dalem adalah
sebagai berikut, dimulai dari pangkat atau golongan yang paling bawah:
I.
Jajar
II.
Bekel
a.
Bekel
Muda
b.
Bekel
Sepuh
III.
Lurah
IV.
Lurah
Kliwon
V.
Wedono
VI.
Rio
VII.
KMT,
untuk masyarakat kalangan biasa
VIII.
KRT,
untuk masyarakat yang berasal dari kalangan ningrat.
Pak Nurdianto yang telah mengabdikan dirinya di Keraton sejak
4 tahun yang lalu sampai saat ini masih berada pada pangkat Jajar, sedangkan
untuk Pak Kli’ sudah berpangkat Lurah.
Masyarakat abdi dalem sendiri tidak semuanya berasal dari
Yogya, ada pula yang berasal dari wonosari, Bantul, bahkan Sulawesi.
Day2, Dec, 26th 2012.
Setelah mendapatkan beberapa informasi dari Pak Nurdianto di
hari pertama, saya kembali mengobservasi di daerah keraton Yogyakarta.
Disekitar keraton sendiri ternyata ada 45 Kepala Keluarga yang tinggal. Namun,
dalam satu keluarga tersebut tidak semuanya abdi dalem, bisa saja hanya
Bapaknya saja, namun bisa juga Bapak dan ibu dari keluarga tersebut.
Jenis masyarakat abdi dalem ada dua macam, yang pertama
adalah abdi dalem punokawan dan yang kedua adalah abdi dalem kaprajan.
Gaji dari masyarakat abdi dalem berbeda-beda, Pak Nurdianto
sendiri setiap bulannya mendapat gaji sebesar dua ribu rupiah, ada yang tiga
ribu rupiah, lima ribu rupiah dan lain-lain. Setiap tahunnya gaji mereka akan
di potong sebesar seribu rupiah untuk biaya pralinan/kematian. Guna menghidupi
keluarganya, selain menjadi abdi dalem, mereka juga ada yang bekerja sebagai
karyawan swasta dan membuka usaha sendiri walau hanya kecil-kecilan, biasanya
yang berjualan adalah istri atau anak mereka. Seperti Pak Nurdianto, ketika ia
tidak bertugas di keraton maka ia berada di depan halaman rumahnya, untuk
memarkirkan mobil-mobil para wisatawan yang datang.
Besarnya gaji yang diterima para masyarakat abdi dalem
tergantung dengan pangkat mereka, kanjeng ratu sebagai abdi dalem punokawan,
setiap bulannya hanya mendapatkan gaji sebesar seratus ribu rupiah. Gaji yang
didapatkan masyarakat abdi dalem berasal dari Keraton. Tidak pernah ada keluh
kesah dari mereka mengenai besarnya gaji yang dikeluarkan Keraton kepada
mereka. Mereka benar-benar mengabdi dan percaya benar bahwa atasan-atasan
mereka tidak pernah melakukan korupsi, tidak seperti banyaknya petinggi negara
sekarang ini.
Tiap-tiap abdi dalem memiliki jobdesk masing-masing, seperti
halnya Pak Nurdianto, ketika pagi ia membersihkan istana, mendapatkan
kepercayaan untuk membantu adik dari Sri Sultan dan bersih-bersih di gedung
wisata. Malam harinya kembali ke aktivitas keluarga masing-masing, bukan hanya
Pak Nurdianto saja, para abdi dalem yang lainnya juga sama.
Bagian-bagian dari masyarakat abdi dalem sendiri juga
bermacam-macam, ada yang bagian rumah tangga, tugasnya adalah mengerjakan segala
pekerjaan rumah tangga, ada bagian koncocaos, yaitu sebagai security di dalam
istana, untuk koncocaos sendiri mereka bertugas 12 hari sekali, ketika pada
hari pertama mereka datang pagi, maka dihari keduabelas mereka akan pulang di
pagi hari pula. Kemudian, ada bagian koncopuryokoro, yang bertugas mengurusi
alat-alat pecah belah dan alat-alat maka, ada pula bagian kesenian dan beberapa
bagian lainnya.
Salah satu hal istimewa dari masyarakat abdi dalem adalah
ketika ada upacara adat atau perayaan-perayaan dan event-event lainnya, maka
para masyarakat abdi dalem juga ikut mempersiapkan, hanya saja, yang terlibat
dalam mempersiapkan tergantung bagian mana yang akan ditugaskan. Misalnya saja
upacara adat dan penobatan raja maka masyarakat abdi dalem ikut mempersiapkan
adalah abdi dalem bagian kesenian.
Beberapa upacara yang sering dilaksanakan dikeraton adalah:
a. Labuan Ageng
Upacara ini diadakan sebelum bulan
puasa, tujuan diadakannya upacara ini ialah untuk menjalin silahturahmi antara
Keraton Yogyakarta dengan nyi roro kidul atau yang biasa dikenal dengan Ratu
Pantai Selatan.
b. Upacara Gerebek
Yaitu upacara mengeluarkan sedekah.
Upacara gerebek sendiri terbagi menjadi tiga, upacara gerebek besar, upacara
gerebek sawal dan upacara gerebek maulud.
c. Labuan Alit
Upacara yang dilakukan setelah bulan
maulud.
Setiap event sendiri, para abdi dalem yang ditugaskan juga
akan mendapatkan upah diluar dari gaji mereka, event idul adha kemarin, Pak
Nurdianto mendapatkan upah dari keraton sebesar dua ribu rupiah.
Untuk panglima prajurit atau adik raja setiap eventnya beliau akan mendapatkan upah sebesar delapan ribu rupiah. Pemasukan lainnya dari Keraton adalah ketika idul fitri, masyarakat abdi dalem akan mendapatkan lima ribu rupiah sebagai THR setiap tahunnya.
Di hari kedua observasi saya yang dibantu oleh cerita-cerita Pak Nurdianto, saya sempat tercengang begitu mendengar gaji dari Pak Nurdianto sendiri. Tidak ada pamrih bagi mereka masyarakat abdi dalem, mereka tinggal disekitar keraton, menjaga keraton, membersihka keraton dan turut mempersiapkan ketika ada upacara di Keraton namun, hanya menerima Gaji yang sepersekian, salut! Pengabdian mereka sungguh besar sekali, saya benar-benar salut. Melihat sekarang ini uang sudah menjadi orientasi utama untuk banyak orang, namun berbeda dengan para masyarakat abdi dalem.
Di hari kedua observasi saya yang dibantu oleh cerita-cerita Pak Nurdianto, saya sempat tercengang begitu mendengar gaji dari Pak Nurdianto sendiri. Tidak ada pamrih bagi mereka masyarakat abdi dalem, mereka tinggal disekitar keraton, menjaga keraton, membersihka keraton dan turut mempersiapkan ketika ada upacara di Keraton namun, hanya menerima Gaji yang sepersekian, salut! Pengabdian mereka sungguh besar sekali, saya benar-benar salut. Melihat sekarang ini uang sudah menjadi orientasi utama untuk banyak orang, namun berbeda dengan para masyarakat abdi dalem.
Day3, Dec, 27th 2012.
Dihari pertama dan kedua saya observasi, saya hanya mengamati
daerah rumah masyarakat abdi dalem dan mendapatkan informasi dari Pak Nurdianto
yang benar-benar sangat membantu tugas observasi saya. Jadilah, hari ketiga ini
saya masuk ke keraton. Ikut dalam antrian para wisatawan lainnya yang juga
ingin melihat kemegahan Keraton Yogyakarta. Masuk membeli satu karcis dan
karena saya membawa camera, maka ada karcis tersendiri untuk camera tersebut,
karcis berwarna hijau yang nantinya harus di ikatkan di camera masing-masing
pengunjung.
Di pintu masuk utama Keraton, ada empat bapak-bapak yang
sedang duduk, tiga diantaranya mengenakan pakaian warna biru, kain batik Yogya,
Blankon, tidak beralas kaki dan dibelakangnya terdapat keris. Mereka adalah
abdi dalem yang sedang bertugas di depan, menyambut pengunjung yang datang,
mereka sangat ramah, mereka menegur saya dan mengajak saya berfoto bersama
mereka, begitu juga dengan para pengunjung lainnya.
Didalam banyak sekali yang berpakaian seperti ketiga bapak yang saya temui di depan tadi, pakaian tersebut merupakan pakaian wajib para abdi dalem yang sedang bertugas.
Didalam banyak sekali yang berpakaian seperti ketiga bapak yang saya temui di depan tadi, pakaian tersebut merupakan pakaian wajib para abdi dalem yang sedang bertugas.
Abdi Dalem wajib mengenakan:
a. Kain Batik
a. Kain Batik
b. Pranaan
merupakan kain lurik
sebagai atasan yang berwarna biru, bermotif Yogya dan berlatar
gelap.
Garis-garis dari kain lurik tersebut memiliki jumlah tersendiri.
c. Blankon
d. Keris
namun hanya abdi dalem
berpangkat jajar saja yang tidak menggunakan, bekel hingga diatasnya wajib
menggunakan.
e.Emblem berlambang Keraton
terletak di
dada sebelah kanan, pemakaian emblem ini tidak diwajibkan, namun jika
dikenakan akan lebih baik.
Wilayah Keraton sangat bersih dan tenang, saya menjumpai
banyak sekali bapak-bapak abdi dalem, ada yang sedang membawakan minuman untuk abdi
dalem koncocaos (security) yang sedang bertugas,
ada yang menulis buku kehadiran untuk laporan siapa saja rekan-rekan abdi dalem yang bertugas hari ini,
ada yang sedang duduk di depan ruangan lukisan, pakaian, alat makan, camera dan benda-benda lainnya yang biasa dulu digunakan oleh Sri Sultan dan Kanjeng Ratu, ada yang sedang berkumpul dan bercengkrama,
ada yang sedang menjaga sebuah kios souvenir dan kios minuman dan lainnya,
namun ada satu yang membuat saya tercengang dan sangat salut rasanya, seorang bapak abdi dalem yang bisa dikatakan umurnya sudah sangat tua, ia memandu dua orang turis untuk berkeliling wilayah Keraton atau sebut saja seorang Tour Guide.
ada yang menulis buku kehadiran untuk laporan siapa saja rekan-rekan abdi dalem yang bertugas hari ini,
ada yang sedang duduk di depan ruangan lukisan, pakaian, alat makan, camera dan benda-benda lainnya yang biasa dulu digunakan oleh Sri Sultan dan Kanjeng Ratu, ada yang sedang berkumpul dan bercengkrama,
ada yang sedang menjaga sebuah kios souvenir dan kios minuman dan lainnya,
namun ada satu yang membuat saya tercengang dan sangat salut rasanya, seorang bapak abdi dalem yang bisa dikatakan umurnya sudah sangat tua, ia memandu dua orang turis untuk berkeliling wilayah Keraton atau sebut saja seorang Tour Guide.
Saya kemudian berjalan ke sisi lain dari Keraton dan
mendengar nyanyian semacam gamelan, kemudian saya menghampirinya. Di sebuah
aula yang luas, beberapa bapak abdi dalem sedang memainkan alat musik
tradisional melantunkan harmoni-harmoni yang sangat indah, tidak hanya ada
bapak-bapak abdi dalem, ada juga dua orang ibu-ibu yang berada di deretan depan
pemain musik, mereka juga ikut bersenandung.
Jika untuk lelaki yang mengabdi kepada Keraton Yogyakarta
disebut abdi dalem, maka untuk para wanitanya sebutannya adalah Keparak.
Kedua ibu yang sedang meyenandungkan nada-nada tersebut,
adalah Keparak pertama yang saya temui di Keraton Yogyakarta. Untuk Keparak
sendiri mereka memang berada di dalam Keraton dan untuk meliputnya cukup sulit
dibandingkan dengan para bapak-bapak abdi dalem.
Bukan hanya abdi dalem yang memiliki pakaian khusus disaat
bertugas, ibu-ibu Keparak juga sama halnya, mereka wajib menggunakan:
- Kain Panjang bermotif Yogya.
- Kemben
- Rambut disanggul
Baik bapak-bapak abdi dalem ataupun ibu-ibu keparak mereka
tidak pernah menggunakan alas kaki, seorang bapak yang saya temui ketika beliau
sedang berdiri ditengah-tengah tanah lapang yang ada dikeraton mengatakan bahwa
sudah lebih dari 35 tahun ia tidak pernah mengenakan alas apapun selama
bertugas di Keraton, ia tidak mengeluh dan bagi beliau hal tersebut adalah
salah satu hal bukti pengabdian beliau terhadap Keraton Yogyakarta.
Pakaian abdi dalem dan keparak biasa dibeli dipasar ataupun
di tukang jahit, terantung kelompok atau bagian merek sendiri, mau membeli
pakaiannya dimana, kalau ingin terlihat lebih bagus dan rapi, mereka akan
membelinya di tukang jahit. Ketika para abdi dalem dan keparak kepasar untuk
membeli pakaian mereka, masyarakat pasar sudah mengenali mereka sebagai abdi
dalem ataupun keparak, karena ketika ada event di Keraton, orang-orang yang
berjualan di pasar sering datang dan sudah mengenali wajah mereka.
Saya mengunjungi ruangan tempat dimana barang-barang yang
dulu digunakan para Sri Sultan dan Kanjeng Ratu, ada sebuah camera lama yang
memikat perhatian saya, camera bermerk contax yang benar-benar jadul. Saya
meninggalkan ruangan tersebut. Lalu, saya mendapati dua bapak-bapak abdi dalem
yang sedang beriringan berjalan, bapak yang satu terlihat sudah cukup tua dan
yang satu masih berwajah muda, mereka mengenakan pakaian wajib yang sama, namun
yang membedakannya hanyalah sebuah keris. Bapak yang berwajah lebih muda dari
bapak disebelahnya tidak menggunakan keris dibelakagnya. Seketika saya ingat
apa yang telah diberitahukan oleh Pak Nurdianto kepada saya, bahwa yang belum
menggunakan Keris adalah abdi dalem yang berpangkat jajar, mereka tidak
menggunakan keris karena pangkat mereka masih pangkat pertama. Namun, walaupun
berbeda pangkat mereka terlihat sangat akrab dan santai berbicara, tidak ada
kecanggungan walaupun salah satu dari mereka pangkatnya lebih tinggi.
Biarpun begitu, para abdi dalem dan keparak ketika berbicara
mereka menggunakan bahasa jawa yang halus dan ada panggilan tersendiri
berdasarkan umur mereka, ketika berbicara dengan rekan mereka yang umurnya
sama, biasanya mereka menggunakan kata ‘co’’ yang merupakan kependekan dari
‘konco’, sedangkan jika memanggil rekan mereka yang lebih tua, mereka
menggunakan panggilan ‘mo’, yang berarti ‘romo’.
Pak Nurdianto adalah salah satu abdi dalem yang dekat dengan
Pangeran, beliau dan Pangeran sering mengobrol dan bercengkrama, ini menandakan
bahwa walaupun berbeda pangkat, tidak ada kekakuan di dalamnya, baik pangeran,
Sri Sultan atau Kanjeng Ratu sekalipun. Bahkan, Pak Nurdianto dipercaya untuk
membawa cindera mata dan berdiri di samping Pangeran ketika ada tamu negara yang
datang ke Keraton. Walaupun demikian, para abdi dalem diharuskan untuk selalu
sopan dengan Pangeran, Sri Sultan ataupun Kanjeng Ratu. Ketika abdi dalem
dipanggil oleh salah satu dari mereka, mereka wajib menjawab dengan “wonten
dawu?” dan tidak diperkenankan menjawab dengan “iya, ada apa?”, perkataan
tersebut dianggap sangat tidak sopan di dalam Keraton Yogyakarta. Dan sangat
dilarang jika didalam kawasan Keraton Yogyakarta, ada dua orang abdi dalem yang
menggunakan payung namun hanya satu orang yang memegang payung tersebut,
keduanya harus sama-sama memegang payung karena, ketika hanya satu saja yang
memegang, dianggap seperti memayungi raja dan para pusaka.
Beberapa tata tertib ataupun peraturan lainnya yang ditujukan
kepada masyrakat abdi dalem adalah sebagai berikut:
- Tiap-tiap abdi dalem wajib
mentaati semua peraturan dengan baik.
- Tiap-tiap abdi dalem wajib
menjalankan tugas dengan baik.
- Harus bisa menjadi contoh untuk
masyarakat luar lainnya.
Hingga saat ini di Keraton Yogyakarta, abdi dalem yang paling
muda berumur 22 tahun dan untuk Keparaknya sendiri berumur 20 tahun. Untuk yang
tertua sekitar 70 tahun. Namun, di umur yang 70 tahun ini ada beberapa peraturan
yang harus dipenuhi, seperti masih dalam keadaan sehat wal afiat, karena ketika
sudah menggunakan tongkat, sudah tidak diperkenankan untuk tinggal di kawasan
Keraton Yogyakarta, takut dianggap merepotkan yang lainnya.
Day4, Dec 28th 2012. Or let say, Last Day!
Yap! Hari keempat atau hari terakhir saya berada di
Yogyakarta dan hari terakhir saya pula untuk mengamati kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat abdi dalem Keraton Yogyakarta. Saya sampai di Keraton sekitar
pukul sepuluh dan langsung membeli karcis. Seperti yang sudah saya ceritakan
pada hari ketiga, ada 4 orang bapak-bapak abdi dalem yang duduk untuk menyambut
para pengunjung di depan pintu masuk, masih sama ada 4 orang juga, namun
halnya, berbeda orang, berarti yang kemarin sudah tidak lagi ditugaskan di
depan. Lalu, saya masuk kedalam, melewati aula dimana kemarin saya melihat sekumpulan
bapak-bapak abdi dalem dan dua ibu-ibu keparak yang sedang memainkan musik
tradisional, kali ini saya melihat ada seorang abdi dalem yang sedang
membacakan buku, berada ditengah-tengah aula tersebut, beliau sangat menarik
perhatian pengunjung, para pengunjung duduk di kursi yang telah disediakan
untuk mendengarkan alunan suara beliau. Setelahnya, saya kembali berjalan-jalan
disekitar kawasan Keraton, seperti kemarin, tiap-tiap abdi dalem sangat ramah
dan mereka menjalankan tugasnya masing-masing, tempat tugas bergantian dan hari
ini saya sangat beruntung, saya bisa melihat para Keparak mengantar sesajen,
sekitar pukul 11 kurang.
Sesajen tersebut di ambil di tempat yang bernama ‘patehan’
kemudian dibawa menuju ‘gedung pusaka’ dan diletakkan disebuah meja. Sesajen
tersebut berisi makanan-makanan kesukaan para leluhur, makanan tersebut
kemudian dipersembahkan kepada leluhur-leluhur. Pemberian sesajen ini
dilaksanakan setiap hari sebelum jam makan siang.
Setelah itu saya masih berjalan-jalan di sekitar kawasan
Keraton, lalu ada seorang bapak abdi dalem yang menanyakan untuk tugas apa
hasil liputan saya, saya memberitahu beliau dan beliau memperkenankan seorang
abdi dalem muda, mungkin masih berpangkat jajar yang berada dibawahan beliau
untuk saya wawancarai (dapat dilihat
divideo) sedikit seputar pertanyaan singkat mengenai abdi dalem, yang sudah
lebih dalam saya jelaskan didalam tulisan ini.
Terimakasih untuk bapak-bapak abdi dalem dan ibu-ibu keparak
yang sudah memberikan saya kesempatan untuk mengamati kegiatan disekitar
kawasan Keraton selama 4 hari berturut-turut, khususnya kepada Pak Nurdianto.
Again, what is Yogya? Yogya is timewa and this is Abdi Dalem Folks of Keraton Yogya!
Pak kalau link video tersebut nggak bisa dibuka, coba ini yah :) http://www.youtube.com/watch?v=v-v8rVBQzdk&feature=youtu.be
ReplyDeletewah jadi kangen rumah... hehehe saya salah satu anak abdi dalem mbak. hehehe terima kasih videonya sebagai obat kangen jogja. ^^
ReplyDeletekeren, lengkap dan komprehensif
ReplyDeletesangat membantu tugas akhir saya :D
ReplyDeleteありがとうございました!!
bagaimana cara menjadi abdi dalem keraton joogja? apa saja syarat menjadi abdi dalem?
ReplyDeleteJual Pro Extender Di Medan
ReplyDeleteJual Maxman Obat Kuat Di Medan
Jual Cialis 80mg Di Medan
Jual Selaput Dara Buatan Di Medan
Jual Obat Penghilang Tatto Di Medan
Jual Minyak Pembesar Penis Di Medan
Jual Vakum Pembesar Payudara Di Medan
Jual Perangsang Wanita Di Medan
Jual Potenzol Cair Di Medan
Jual Opium Spray Di Medan