Nama: Sherly Destriana
NIM: 11140110027
Kelas: E-1
Sungguh menyenangkan
bagi saya bisa mendapatkan tugas yang belum pernah saya alami dan dapatkan
sebelumnya. Tugas yang diberikan dalam pelajaran Komunikasi Antar Budaya ini
akan memperluas pengalaman kita tentang bagaimana untuk lebih mengenal dan
mengetahui lebih dalam tentang budaya yang kita miliki ini.
INDONESIA!!!. Sungguh
sangat luar biasa dan bangga bahwa saya memiliki banyak sekali ragam budaya di
Indonesia. Dengan berbagai macam suku, ras, budaya dan agama yang dimiliki
Indonesia kita dapat melihat betapa besarnya budaya yang banyak sekali di
miliki oleh Indonesia. Di sini saya mendapatkan banyak kejutan yang sangat
menarik dan bisa mengetahui tantang budaya sunda lebih dalam. Sebuah budaya
yang tidak pernah saya ketahui dan alami langsung sebelumnya dalam hidup saya.
Budaya yang begitu membuat hati saya tersentuh dengan keunikannya yang begitu
indah. Ayokk! Kita liat lebih jauh tentang budaya sunda ini di kampung budaya
Sindang Barang.
Kampng Budaya Sindang Barang |
Kampung Budaya Sindang
Barang. Itulah nama yang pertama kali saya baca saat sampai di sebuah
perkampungan yang masih sangat asri dengan kehijauan dan bebatuan yang
bertebaran. Kampung budaya sindang barang ini terletak di desa pasir eurih
kecamatan tamanasari kabupaten bogor, Jawa Barat. Seperti yang kita ketahui
bahwa bogor sangat dikenal dengan kota hujan sehingga kampung sindang barang
ini masih sangat asri dengan udara yang dingin dan sejuk. Saat sampai di sana,
saya merasakan udara yang sangat luar biasa dan masih dapat merasakan embun
yang menetes di pagi hari. Kampung ini hanya berjarak 5 km dari kota Bogor
sehingga akan sangat menyenangkan apabila kita dapat berlibur di sana.
Kampung budaya ini
tidak terlalu sulit untuk di temukan. Dalam perjalanan menuju Sindang barang
kemarin, saya hanya bermodalkan GPS untuk dapat menemukan lokasi tersebut dan
meminta petunjuk dari orang- orang yang ada di sana. Apalagi penduduk daerah
sekitar sana sangat terkenal dengan keramahannya dan tata cara bahasa mereka
yang sangat halus. Sangat berbeda dengan budaya yang saya miliki di Sumatra
yang terkenal sedikit kasar.
Setiba di sana, saya
harus jalan terlebih dahulu melewati jalan yang menanjak dan berbatu sebelum
memasuki pintu utama kampung budaya sindang barang tersebut. Dan betapa
terpananya saya saat melihat tempat yang begitu hijau dengan rerumputan yang
rapi dan rumah panggung yang terbuat dari bambu berjejeran seperti rumah adat
lama yang sudah jarang saya lihat di tempat tinggal saya. Budaya yang begitu
masih kental menarik perhatian saya untuk mengetahui lebih dalam tentang
kampung budaya ini.
Saat memasuki kampung
budaya ini, saya dan teman- teman saya di sambut hangat oleh “akang” biasa yang
artinya kakak dalam bahasa sunda, untuk melihat- lihat rumah adat yang
berjejeran yang diperkenalkan oleh akang dan langsung rasa penasaran saya
semuanya terjawab di sana. Ternyata jejeran rumah adat yang saya lihat di sana
itu di namakan Lumbung Padi (Leuit).
Saya ingin mengajak kalian mengenal apa sih kampung budaya sindang barang lebih
dalam.
Lumbung Padi (Leuit) |
Suasana yang asri di Lumbung padi |
Kampung budaya sindang
barang adalah kampung tertua yang ada di kawasan Bogor, Jawa Barat. Kampung
budaya sindang barang ini sengaja dibangun untuk melestarikan budaya sunda dan
menjadi sorotan budaya bagi turis atau orang- orang asing yang datang ke budaya
tersebut. Konon katanya menurut pantun bogor, sindang barang ini sudah ada
sejak kerajaan sunda abad ke XII. Dari sini juga kebudayaan sunda bogor berawal
dan bertahan hingga sekarang dan bentuk upacara adat Seren Taun.
Kampung budaya sindang
barang ini memiliki 27 bangunan adat dan enam di antaranya itu adalah lumbung
padi (leuit) yang saya lihat pertama saat kali saat memasuki kampung budaya
ini. Lumbung padi ini merupakan rumah- rumah tradisional budaya sunda kuno dan
tidak akan pernah kita temui di tempat lain karena sebagian orang sudah modern
dan tidak akan melestarikan budaya sundanya dengan begitun kental seperti
kampung budaya sindang barang tersebut. Kampung budaya sindang barang ini sangat
eksotis dan tidak akan ada ditemukan di tempat lain.
Dengan bangunan adat
yang masih sangat kuno di kampung budaya ini, para wisatawan dapat menikmati
suasana khas sunda yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Apalagi kampung
budaya sindang barang menyediakan fasilitas khusus bagi para pengunjung untuk
dapat merasakan tinggal di sana dengan fasilitas penginapan dalam bentuk rumah
adat sunda dan juga ada beberapa kegiatan- kegiatan untuk mengenal budaya sunda
lebih dalam.
Keunikan budaya sunda
yang baru saya ketahui di kampung budaya sindang barang ini, mereka mengadakan
upacara adat setiap tahun sekali yaitu upacara adat Seren Taun. Upacara adat ini dilakukan sebagai ucapan syukur dan
doa dari masyarakat sunda atas suka duka yang telah mereka alami khususnya
dalam bidang pertanian bahwa selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang
akan datang mereka masih diberikan rejeki untuk dapat menikmati hasil panen
mereka. Berawl sejak berjayanya kerajaan Pajajaran, upacara ini terus
berlangsung dan tetap dilestarikan hingga sekarang. Upacara adat Seren Taun ini
melibatkan seluruh masyarakat baik para wisata maupun masyarakat desa pasir
eurih itu sendiri bahkan orang- orang luar daerah Jawa Barat pun dapat bebas
untuk mengikuti upacara adat ini.
Yah! Itu tadi adalah
sedikit cerita yang saya ketahui tentang kampung budaya sindang barang ini
dengan khas sunda yang masih sangat kental. Selanjutnya, saya ingin
menceritakan perjalanan saya menelusuri kebudayaan masyarakat sekitar yang ada
di kampung budaya sindang barang. Tapi sebelumnya, saya di sana di perkenalkan
oleh salah satu pengurus yang akan memandu dan memimpin saya dalam perjalanan
menelusuri masyarakat yang ada di sekitar kampung tersebut. “Abah” yah, saya di
kanalkan dengan abah (panggilan untuk orang yang lebih tua seperti paman dalam
bahasa sunda). Akang mengenalkan abah kepada kami sebagi pemandu perjalanan
untuk melihat kebudayaan yang dimiliki penduduk di sekitar dan sejarah- sejarah
penting peninggalan kebudayaan sunda yang tersembunyi. Pakaian yang abah kenakan juga cukup asing dengan
penitup kepala dan baju berwarna hitam.
Abah sangat ramah dan
menyenangkan. Saat pertama kali kenal kami sudah merasa dekat dengan tutur kata
yang ramah dan senyum yang bersahabat, saya merasa gembira dapat kenal dengan
abah. Sebelum melakukan perjalanan, abah menceritakan sedikit kepada saya dan
teman- teman tentang mata pencaharian penduduk di sekitar adalah dengan
bertani. Dan nanti setelah jalan- jalan, kami akan di ajak untuk bertani dan
menanam padi hingga sampai menjadi beras. Batapa gembiranya saya membayangkan
saya akan melakukan sebuah hal yang belum pernah saya rasakan dan lakukan
sebelumnya.
Perjalanan pun di
mulai. Kami keluar dari lokasi kampung budaya dan mulai menelusuri rumah
penduduk dengan berjalan kaki. Tanpa kami sadari itu adalah jalanan yang kami
lewati saat datang mencari kampung budaya tersebut. Perjalanan awal yang
dilewati mulanya masih jalanan yang beraspal dan mendaki gunung melewati lembah
seperti ninja hatori karena jalanannya yang kecil dan naik turun itu sangat
menyenangkan ditambah dengan udara yang masih sangat sejuk.
Pemberhetian pertama
yang kami dan abah lakukan adalah saat kami berada di dekat SD pasir Eurih. Ada
seorang pedagang yang berjualan mainan dan ada satu yang menarik perhatian saya
dan teman- teman. Pedagang mainan itu tidak hanya menjual mainan anak- anak
saja tetapi ada sebuah asbak dan gantungan kunci yang sangat menarik. Itu
berbentuk sepatu wanita dalam ukiran dan di cat berwarna coklat dan asbak itu
murni terbuat dari kayu jati dan berat. Saya brtanya kepada pedagang itu,
kenapa ukirannya sangat unik? Kenapa ukiran tersebut adalah sepatu wanita yang
di buat asbak? Pertanyaan itu dijawab dengan mudah oleh pedagang tersebut
karena daerah sana ternyata adalah penghasil sepatu terbesar dan semua
penduduknya memiliki kreatifitas untuk mendistribusikan sepatu wanita yang di
jual ke kota- kota yang biasa kita pakai. Pabrik sepatu bertebaran di daerah
ini. Saya langsung bertanya kepada abah dengan rasa sangat penasaran. Abah juga
mengatakan bahwa penduduk sini selain bertani juga adalah penghasil sepatu. Dan
abah berjanji akan mengajak kami untuk mengunjungi parik sepatu yang ada di
sana.
Narsis dulu sama pedagang mainan |
kerajinan tangan pedagang kaki lima |
Perjalanan kami
lanjutkan dan berhenti saat kami ingin jajan makanan ringan ala anak- anak SD
yaitu telor bihun goreng. Makanan yang sangat jarang kami temui di kota Jakarta
bahkan tidak pernah ada lagi. Setelah cukup jauh berjalan, saya melihat rumah-
rumah penduduk di sana yang masih jauh dari bagus. Rata- rata penduduk di sana
hanyalah menengah ke bawah dan penuh dengan kesederhanaan. Akan tetapi saya
sangat menyukai keramahan mereka yang selalu tersenym dan menyapa abah dengan
tundukan kepala yang halus. Saya juga melewati jembatan kecil dengan air terjun
yang segar dan di bawahnya ada ibu- ibu yang mencuci piring dan orang yang
memancing.
Telor Bihun Goreng... YUMMYY!! |
Pemberhentian kedua
adalah saat abah mengajak kami ke sebuah tempat peninggalan bersejarah. Saat
saya memasuki sebuah tempat sejarah tersebut ternyata itu adalah bebatuan yang
bersejarah dan sudah diresmikan oleh pemerintah. Saya melihat sekeliling ada 2
buah bak yang tidak begitu besar di dalam ruang terbuka tersebut. Lalu abah
menceritakan sedikit tentang bebatuan itu. Konon katanya, dahulu kala batu itu
sangat besar dan memiliki ilmu gaib yang menguntungkan bagi raja. Dahulu saat
jaman penjajahan ada seorang raja yang bernama Sang Hyang. Nah, kenapa nama
raja itu Hyang karena ia memiliki ilmu dapat menghilang dan saat jaman
penjajahan raja Sang Hyang ini bersembunyi di balik batu besar ini dan penjajah
tidak dapat menemukannya.
Singkat cerita, lama
kelamaan akhirnya sang raja dapat ditemukan juga dan penjajah membawa batu
tersebut untuk keuntungan mereka sehigga batu yang tersisa hanyalah yang kecil.
Dan anah melarang kami untuk menginjak batu itu karena pamali. Raja tersebut
sering kembali untuk bertapa di sana karena syarat menjadi raja jaman itu
adalah berendam di sumur itu untuk meningkatkan ilmunya sedangkan sumur yang
ada di sana itu adalah temat sang Hyang bertapa yang disebut Mata Air Jalatunda. Ajaibnya mata air
jalatunda itu adalah air suci. Karena abah menjelaskan air yang ada di bak itu
tidak akan berkurang maupun bertambah baik saat cuaca kemarau maupun hujan. Dan
akan menjadi berkat buat kita apabila kita percaya kepada yang di atas, Allah
SWT apabila kita percaya dan yakin saat kita mebasuhkan air ke muka kita, bekat
akan melimbah daan bertambah kepada kita. Itu hanya bagi orang- orang yang
percaya dan yakin saja.
Batu dari mata ait Jalatunda |
Sungguh sangat berkesan
bagi saya mendengarkan cerita abah tersebut. Tidak jauh dari lokasi di tempat
sejarah tersebut, saya juga menemukan rumah penduduk yang menarik perhatian
saya. Di depan rumah penduduk itu ada sebuah tempat sembayang penganut agama
Khong Hu Chu. Ada tempat hio (dupa untuk sembayang). Cepat saya langsung
bertanya denagn abah. Abah mengatakan itu adalah rumah penduduk chines dan dia
hanyalah satu- satunya di sana. Dan itu menarik perhatian saya sebagai orang
chines bahwa jarang sekali ada orang chines yang mau tinggal di daerah yang
berbaur sendiri dengan orang pribumi. Abah juga mengatakan bahwa mata
pencariannya adalah pensablon baju untuk pabrik- pabrik yang ada di sekitar.
Tempat sembahyang Khong Hu Chu |
Selanjutnya kami
berjalan lagi menelusuri rumah- rumah penduduk dan tiba di sebuah kolam yang
cukup luas. Kolam itu dinamakan Taman
Sri Bagenda. Kolam itu berada di antara rumah penduduk di sekitar sana.
Taman sri bagenda itu juga merupakan
milik pemerintah dan di jaga kelestariannya karena dulu juga memiliki nilai
yang bersejarah juga. Kolam itu tidak boleh di gunakan umum dan ikan peliharaan
di sana juga di jaga kebersihannya. Apalagi kolam itu sangat ajaib karena air
sumur dari tempat bebatan tadi yaitu mata air jalatnda di alirkan dari kolam
ini tapi air dari kolam tidak pernah habis.
Mata Air Jalatunda |
Bukti Peresmian |
Proses pembuatan sepatu mulai dari menjahit |
Pengeleman |
Hingga pengemasan untuk siap di kirim ke toko. |
Perjalanan kami tanpa terasa sudah lumayan jauh dan itu membuat kami
sedikit haus dan beristirahat sebentar. Lalu kami melanjutkan perjalanan yang
berliku dengan mengitari sawah yang belum pernah kami alami. Perjalanan yang
panjang itu saya lalui dengan gembira dan rasa lelahpun dapat terlupakan dengan
kesejukan yang menyenangkan. Cuacapun semakin mendung dan kami harus segera
sampai kembali ke kampung budaya agar tidak kehujanan. Tapi setelah sampai di
peristirahatan, cuaca kembali cerah. Kami beristirahat sebentar di pondok
tempat biasa abah dan istri tinggal dan kami di suguhkan makanan sebagai
cemilan yaitu buah nangka yang sangat manis dan enak hasil panen abah sendiri.
Makan nangka bersama abah dan istrinya. |
Setelah tawa dan canda sebentar, abah mengajak kami menanam padi. Dan itu
sangat menyenangkan bisa menginjak lumpur dan abah juga mengajarakan kami cara
memasak nasi jaman dahulu yang masih menggunakan alat- alat yang sederhana. Dan
penuh makna dalam memasak nasi. Ternyata orang jaman dahulu sangat menghargai
nasi yang kita masak dan betapa susah serta perjuangan untuk makan. Dari sana saya
mendapatkan hikmah bahwa tidak boleh membuang nasi.
alat- alat untuk menumbuk padi |
berpose belajar menampi... ASIKK!!! |
Lalu setelah itu, abah juga mengajak untuk menumbuk padi dengan alat- alat
yang masih tradisional dan itu saya merasakan susahnya membuat supaya menjadi
beras yang kita sekarang tinggal memakannya. Awal mula kita menumbuk padi,
serelah itu menambinya hingga bersih tanta ada dedekan. Baru setelah itu kita
menumbuk padi yang bersih hingga menjadi beras.
Terakhir!!! Hal yang saya dan teman- teman nantikan. Abah mengajak kami
bermain permainan tradisional. Yaitu bermain enggrang dan bakiak. Permainan
yang biasa sering di mainkan saat 17 Agustus. Saya mencobanya dengan antusias
walaupun kemungkinan untuk berhasil sangat kecil.
Enggrang |
Bakiak |
Pepaya gantung |
Mencoba bermain enggrang. tapi tetep aja ngga berhasil -__- |
Foto bersama Abahhh... |
Dari semua di atas, banyak budaya baru yang saya belum ketahui sebelumnya dapat saya pelajari. Dari buku Komunikasi Lintas Budaya menyebutkan bahwa hal yang menarik dari sejarah budaya adalah bahwa banyak elemen paling penting dari budaya di sebarkan dari generasi ke generasi dan melesatarikan pandangan suatu budaya. Cerita tentang masa lalu memberikan anggota dari suatu budaya bagian sebuah budaya dari identitas, nilai, aturan tingkah laku, dan sebagainya. Sejarah itu menyoroti asal suatu budaya, “memberitahukan” anggotanya untuk di anggap penting, dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya yang pantas untuk di banggakan seperti yang di lakukan oleh abah. Karena budaya it di pelajari dengan berbagai cara dan sumber yang berbeda.
Budaya itu juga di bagikan. Dimana menurut Haviland dan rekannya
menjelaskan proses “pembagian” tersebut dalam tulisanya: “ sebagai kumplan ide, nilai, dan persepsi yang di bagikan, dan standar
tingkah laku, budaya merupakan dominator utama yang membuat tindakan suatu
individu cerdas bagi anggota lain dari masyarakat tertentu”
Dengan berbagi sejumlah persepsi dan tingkah laku, anggota dari suatu
budaya dapat juga membagikan identitas budaya mereka yang umum. Identitas
budaya ini menghasilkan situasi di mana anggota dari tiap budaya “mengenal mereka sendiridan tradisi
budayanya adalah berbeda dari orang lain dan tradisi orang lain”. Semoga
ini bermanfaat bagi kita semua
No comments:
Post a Comment