11140110096
B1
Untuk memasuki kawasan suku Baduy itu sendiri saya
harus menempuh perjalanan yang cukup jauh tidak hanya itu kondisi jalan yang
licin, naik turun perbukitan, disertai dengan bebatuan yang sangat tajam
membuat saya kelelahan. Akan tetapi rasa penasaran saya terhadap pesona suku
Baduy membuat saya tidak ingin menyerah begitu
saya hanya karena kondisi jalan yang bisa dibilang buruk.
Hari itu, saya dan beberapa teman
saya yang sengaja datang dari Tangerang menempuh perjalan dari desa Cicakal ke
salah satu desa yang ada dalam wilayah Baduy Luar. Kami ditemani dua orang
warga dari desa Cicakal, karena jalanan begitu licin dan berbukit kami dibuatkan masing-masing tongkat untuk
mempermudah perjalanan. Awalnya, jujur saja saya sedikit merasa takut karena
kami memasuki hutan dan melewati beberapa kuburan tua. Ditambah lagi dengan
ketakutan saya kepada binatang buas salah satunya ular tanah yang menurut uwa
(sebutan om tertua) yang mengantar kami sering ditemui diperjalanan, adrenalin
saya benar-benar di uji pada saat itu. Sebelum masuk di perkampungan salah satu
suku Baduy Luar kami melihat lumbung padi, menurut uwa padi yang ada didalamnya
sudah berumur puluhan tahun. Kemudian kami melanjutkan perjalan tibalah kami
kepada salah satu desa yang ada di wilayah Baduy Luar tersebut, saya begitu
terkesan melihat rumah yang berdiri itu hampir tidak ada bedanya yang
membedakannya hanyalah jenis pintunya saja. Kemudian kami berjalan-jalan perkampungan
sangat sepi hal ini dikarenakan banyak yang masih berada di ladang, hanya
beberapa penenun dan salah seorang penjahit pakaian ciri khas suku Baduy Luar
yang berhasil kami temui. Untuk menenun satu kain saja diperlukan waktu minggu
atau bahkan sampai bulanan, kemudian untuk membuat tas yang biasanya dipakai
oleh suku Baduy untuk yang berukuran kecil diperlukan waktu 2 minggu sedangkan
untuk yang ukuran besar diperlukan hingga 1 bulan. Kemudian kami berjalan
menuju salah satu sungai, disitu saya melihat beberapa pemuda sedang
menghanyukkan kayu-kayu besar ternyata, kayu-kayu besar itu akan dibawa ke
salah satu desa untuk dijual, hal ini terjadi karena kondisi jalan yang tidak
memungkinkan untuk membwa kayu-kayu tersebut sehingga kayu-kayu tersebut dihanyutkan
dan dijaga oleh beberapa orang yang berada dibagian hilir sungai. Mereka
benar-bernar memanfaatkan alam untuk menghemat tenaga mereka. Kemudian kami
melanjutkan perjalan kedesa selanjutnya, disitu kami beristirahat karena
menempuh perjalanan yang sangat jauh, naik turun perbukitan dan disertai dengan
cuaca yang panas pula pada saat itu. Hal unik yang saya temui disitu adalah
warung mereka berada dalam rumah dan rumah dalam keadaan tertutup, tidak sepeti
warung-warung yang kita lihat, saya membeli beberapa makanan kecil untuk
menahan lapar dan makanan-makanan tersebut dijual dengan harga yang jauh lebih
murah. Wah, benar-benar perjalana yang sangat luar biasa begitu melelahkan
tetapi juga menyenangkan dapat melihat adat dan kebiasaan masyarakat Baduy, meskipun
saya tidak masuk ke dalam wilayah Baduy Dalam tetapi mendengar cerita dari uwa
Budi saya dapat merasakan damainya tinggal di wilayah Baduy Dalam. Meskipun
tidak pernah merasakan kehidupan dalam era modern tetapi yang terpenting adalah
bagaimana kita dapat hidup tenang damai, dan sejahtera di tanah tanah leluhur
kita.
Suku Baduy merupakan masyarakat yang
mendiami desa Kenekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy menerapkan
isolasi dari dunia luar hal ini karena mereka tidak ingin budaya asing masuk
dan menghilangkan budaya asli mereka. Masyarakat Baduy dalam kesehariannya
menggunakan bahasa Sunda, untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat suku
Baduy kita dapat menggunakan bahasa
Indonesia walaupun mereka tidak pernah mendapatkan pengetahan dari
bangku sekolah akan tetapi mereka bisa mengerti bahasa Indonesia. Masyarakat
Baduy terutama Baduy dalam tidak mengenal budaya menulis, sehingga agama, adat,
tradisi hanya disampaikan secara lisan saja.
Terdapat kurang lebih 57 kampung
atau desa di dalam Suku Baduy Dalam dan Luar. Suku Baduy dalam terdiri dari 3
desa yaitu Cibeo, Cikatawarna, dan Cikeusik) sedangkan selebihnya adalah
termasuk kedalam syku Baduy Luar. Masyarakat suku Baduy di bawahi oleh 7 Jaro
(kepala suku). Khusus bagi suku Baduy Dalam, selain ada Jaro terdapat pula
seorang Pu’un, Pu’un adalah orang yang dianggap sakral oleh masyarakat Baduy
Dalam.
Masyarakat
Baduy di kelompokan menjadi 3 yang pertama adalah Baduy Dalam, Baduy Luar, dan
Baduy Dangka.
1
Baduy Dalam
Masyarakat
Baduy dalam adalah mereka yang masih dapat memegang teguh adat istiadat dari
nenek moyang mereka. Ciri khas orang Baduy dalam adalah mengenakan pakaian
berwarna putih dan ikat kepala berwarna putih. Masyarakat baduy dalam tidak
boleh menggunakan apapun yang berhubungan dengan bahan kimia, untuk mandi dan
keramas mereka menggunakan salah satu jenis dedaunan dan untuk menyikat gigi
mereka menggunakan batu halus yang ditumbuk dan dihaluskan sehingga dapat
dijadikan sebagai pasta gigi. Sedangkan untuk memasak, masyrakat suku Baduy
Dalam menggunakan tungku api. Masyarakat suku Baduy Dalam tidak diperbolehkan
memakai kendaraan sebagai alat transportasi, sehinnga jauh dekatnya jarak yang
ditempuh mereka tetap harus berjalan kaki, mereka tidak diperbolehkan memakai
alas kaki, dan mereka tidak diperbolehkan menggunakan alat elektronik atau
apapun yang berhubungan dengan teknologi jika mereka berani melanggar larangan tersebut
maka mereka akan mendapat hukuman yaitu dikucilkan kedalam hutan adat, mereka
bekerja tanpa dibayar dan hanya diberi makan saja, jika mereka tidak bersedia
menjalani hukuman tersebut maka mereka akan diasingkan ke dalam suku Baduy
Luar. Masyarakat Baduy memang sangat anti dengan kehidupan dunia luar. Mereka tetap
melestarikan kebudayaan asli mereka tanpa mau mencampurinya dengan budaya lain,
sehingga jika kita melihat budaya Baduy dalam itu adalah benar-benar Budaya
asli mereka salah satu kebanggaan bagi bangsa Indonesia bahwa masih ada suku
yang mau mempertahankan adat istiadat dari leluhur mereka. Malam hari itu kami
kedatangan tamu dari suku Baduy dalam bernama bapak Jasi (nama anaknya Jasi)
akan tetapi kami tidak dapat mengabadikan perbincangan kami melalui video
karena tidak cukup cahaya dalam rumah tempat kami menginap dan tidak banyak informasi
yang bisa kami dapatkan karena orang Baduy Dalam memiliki prinsip jika bukan
bidang mereka atau mereka tidak benar-benar mengetahui informasi yang kita
tanyakan, mereka tidak akan berani menjawab karena takut memberikan informasi
yang salah kepada orang asing, saat mendengar hal itu saya benar-benar merasa
kagum karena mereka memiliki prinsip yang kuat dan sangat jujur. Tidak
sembarangan orang dapat memasuki kawasan suku Baduy Dalam, orang-orang yang
ingin melihat masuk harus seizin Jaro setempat dan itupun tidak diperbolehkan
merekam atau memotret saat berada dalam wilayah suku Baduy Dalam. Satu hal yang
membuat saya sangat terkesan saat mendengar cerita dari bapak Jasi, dia
mengatakan orang Baduy Dalam jika mereka berbuat satu kesalahan atau baru
sekedar berniat saja membuat satu kesalahan mereka akan mengaku atau bahkan
mengasingkan diri mereka sendiri ke Baduy Luar. Mereka benar-benar memiliki
kesadaran diri yang sangat luar biasa, bahkan ketika mereka pergi ke kota untuk
menjual menjual madu dan yang lainnya atau bahkan mengunjungi orang-orang yang
pernah berkunjung ke Baduy Dalam mereka tetap akan berjalan kaki daripada naik angkutan
umum, padahal kalau kita pikirkan jika mereka naik angkutan umum siapa yang
akan tau? Kepala suku tidak akan bisa melihat apa yang mereka lakukan saat
barada di luar wilayah mereka tetapi nilai kejujuran sudah sangat melekat bagi
masyakat Baduy terutama pada masyarakat Baduy Dalam mereka tidak ingin
melanggar hukum dan ketentuan yang berlaku di dalam masyarakat mereka.
2 Baduy Luar
Masyarakat
Baduy Luar merupakan masyarakat yang telah diasingkan dari Baduy Dalam. Ada
beberapa alasan mengapa mereka diasingkan antara lain adalah hal tersebut
merupakan keinginan mereka sendiri untuk meninggalkan wilayah Baduy Dalam,
mereka telah melanggar adat istiadat yang berlaku di masyarakat Baduy Dalam,
ataupun kerena mereka menikah dengan orang Baduy Luar. Kebiasaan dan adat
istiadat yang berlaku dalam masyarakat Baduy Luar pada dasarnya masih memiliki
kesamaan dengan kebiasaan dan adat istiadat masyarakat Badut Dalam akan tetapi
masyarakat Baduy Luar telah mengenal dan menggunakan teknologi, dapat
menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi, diperbolehkan menggunakan alas
kaki, alat untuk membuat rumah pun sudah menggunakan gergaji, paku, palu dan
lain sebagainya yang dalam masyarakat Baduy Dalam itu tidak diperbolehkan.
Untuk membedakan masyarakat suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar itu dapat
dilihat dari pakaian mereka, jika masyarakat suku Baduy Dalam menggunakan
pakain sampai ikat kepala berwarna putih, suku Baduy Luar menggunakan pakaian
serba hitam hal itu karena mereka dianggap sudah tidak suci lagi bahkan
masyarakay suku Baduy Luar sebagian besar telah menggunakan pakaian modern. Mata
pencaharian mereka adalah bertani, menenun, membuat pakaian ciri khas suku
Baduy Luar, ataupun membuat pernak-pernik ciri khas suku Baduy. Masyarakat suku
Baduy Luar sudah dapat dengan terbuka menerima orang asing, meskipun begitu
kebanyakan dari mereka masih yang tabu untuk difoto sehingga saat diminta
berfoto bersama mereka masih keberatan.
3 Baduy Dangka
Masyarakat suku Baduy Dangka
merupakan masyarakat yang telah benar-benar terasing
dari suku Baduy, biasanya hal tersebut terjadi karena mereka telah membuat kesalahan yang besar, wilayah merekapum telah
jauh dari wilayah Baduy. Masyarakat
Baduy dalam tidak boleh berburu atau
membunuh binatang kecuali binatang tersebut sudah merusak seperti tikus (hama),
ular pun jika dia tidak membahayakan mereka, mereka tidak akan membunuh.di
dalam masyarakat suku Baduy, ada beberapa tanaman yang tidak boleh ditanam
yaitu kopi, cengkeh, kelapa, dan singkong kenapa tanaman ini tidak diperbolehkan?
Tentu terdapat alasannya, hal itu karena kelapa dianggap tanaman yang
menghabiskan banyak air, tanaman kopi daunnya dapat menutupi pohon lainnya yang
ada dibawah sehingga tidak terdapat pohon lagi, singkong dapat menggangu
kesubururan tanah. Nah, itu lah penyebabnya mengapa tanaman-tanaman tersebut
tidak boleh di tanaman di wilayah Baduy karena mereka sangat menghormati dan
mencinta alam, sehingga jika alam terganggu mereka sendiri nanti yang akan
merasakan dampaknya. Konsep komunikasi orang Baduy adalah memanfaatkan tetapi
tidak merusak alam.
Terdapat tiga komunikasi yang ada
dalam suku Baduy, yang pertama adalah Komunikasi dengan Tuhan, yang kedua
adalah komunikasi dengan alam, dan yang terakhir adalah bagaimana komunikasi
dengan sesama manusia. Dalam komunikasi dengan Tuhan, masyarakat Baduy
contohnya saja jika terdapat kematian mereka tidak akan menagis karena mereka
sangan meyakini janji Tuhan yang paling pasti itu adalah kematian sehingga
semuanya memang harus kembali kepada penciptanya dan saat ada kelahiranpun
tidak ada upacara atau selamatan khusus, yang kedua dalam komunikasi dengan
alam dalam masyarakat Baduy mereka meyakini bahwa sebelum manusia ada alam
sudah tercipta terlebih dahulu mereka menghormati tanaman dan binatang mereka
meyakini bahwa jika alam dirusak dan mulai hancur maka tidak akan ada lagi
kehidupan seperti yang telah saya katakan masyarakat Baduy tidak diperbolehkan
memburu kecuali binatang tersebut sudah merusak, dan yang terakhir komunikasi
dengan sesama manusia, masyarakat Baduy saling menghormati hal ini dibuktikan
dengan tidak adanya seorang pemimpin karena jika ada yang menjadi pemimpin itu
sama saja dengan pembunuhan karakter, struktur komunikasi sosial masyarakat
Baduy ada tiga yaitu pada masyarakat Baduy dalam Cikeusik lebih difokuskan
kepada pengajaran kepada Tuhan yang Maha Esa, padas masyarakat Baduy Dalam
Cibeo lebih difokuskan kepada alam, dalan dalam masyarakat Cikatawarna lebih
difokuskan kepada pengajaran bagaimana mereka dengan sesama manusia. Dalam
kebiasaan masyarakat Baduy jika beberapa orang berjalan tidak boleh beiringan
mereka lebih mengutamakan anak kecil dan perempuan yang lebih dahulu berjalan,
dapat diasimpulkan bahwa mereka sangat menghargai sesamanya mereka tidak ingin
menghalangi perjalanan orang lain, dan memang seperti itu yang saya lihat
ketika saya berada dalam wilayah Baduy, saya tidak pernah melihat mereka
berjalan beriringan yang lebih kecil selalu diutamakan. Saya begitu terkesima
bahwa jangankan untuk hal-hal yang besar hal kecil seperti kebiasaan berjalan
tidak beringanpun mereka masih tetap taat. Perlu kalian ketahui pula bahwa
hukum terbesar dalam masyarakat Baduy adalah jika seorang pria mengganggu
perempuan, jadi untuk para perempuan tidak perlu takut akan diganggu oleh
pemuda Baduy karena mereka sangat menghormati para perempuan. Jika kalian
melihat ada masyarakat Baduy yang datang ke kota hal itu karena mereka ingin
bersilaturahmi dengan orang yang pernah datang ke Baduy Dalam tidak ada niat
lain.
No comments:
Post a Comment