Wisata Ke Djogja
Nama : Adinda Bunga Nirvana
NIM : 11140110145
kelas : F1
Bersih, tidak banyak sampah di pinggir jalan, tidak padat dengan mobil dan
udara yang segar. Djogja atau Yogyakarta, siapa yang tidak tahu Djogja? semua
orang pasti tahu Djogja. Djogja atau Yogyakarta merupakan salah satu tempat
wisata yang sering dikunjungi oleh turis domestik maupun internasional. Tidak
kalah dengan tempat wisata lainnya seperti di Bali, Lombok, maupun tempat-
tempat lainnya, Djogja menjadi salah satu tempat wisata favorit di Indonesia.
mengapa tidak, banyak tempat wisata yang bagus dan bermanfaat. Museum, keraton,
Taman Sari dan masih banyak lagi.
Saya mendapatkan tugas untuk observasi suatu tempat, dalam tugas saya
diminta untuk memilih daerah mana yang akan saya datangi untuk diobservasi.
Akhirnya saya pergi ke Djogja untuk observasi. Banyak tempat wisata yang harus
saya kunjungi di Djogja, tetapi saya memutuskan untuk pergi ke tiga tempat
wisata yaitu, Museum Vredeburg, Taman sari, dan tentu saja temat wisata
belanja. Pada awalnya saya tidak tahu harus pergi kemana, dan tidak ada
bayangan apa yang harus saya kerjakan. Namun saya beruntung, karena ada saudara
saya yang membantu dalam tugas observasi ini.
Tanggal 9 November 2012, saya dengan teman langsung terbang menuju Djogja.
Dalam pesawat, saya memikirkan apa yang harus saya lakukan terlebih dahulu.
mencari tempat atau langsung datangi tempat wisata tersebut. Satu jam
perjalanan menuju Djogja membuat saya terlelap. Sedikit capai ternyata.
Sesampainya di Djogja, kami langsung menuju hotel. Namun, dalam perjalanan
menuju hotel saya ingin melihat kota Djogja sebentar saja. Melihat
sekeliling-sekeliling jalanan ternyata jalanan disini cukup berbeda dengan di
Djogja, jalanan dan trotoar di Djogja bisa dibilang cukup bersih, sampahpun
tidak dibuang sembarangan. Lalu saya melihat ada Tugu Djogja, katanya tugu
djogja memiliki makna bahwa ada persatuan antara rakyat dengan rajanya, ataupu
sebaliknya.
Djogja memiliki susana yang mungkin bisa dibilang bersih, banyak tempat
bersejarah disana. Tidak hanya tempat-tempat bersejarah saja yang bisa
dikunjungi oleh wisatawan mancanegara, terkadang mereka juga mencari dan
menjelajahi tentang wisata kuliner dan wisata kerajinan ataupun wisata belanja.
Djogja juga tidak kalah bagus dengan kerajinan yang dibuat di kota-kota lain.
ada kerajinan batik yang menjadi ciri khas orang Indonesia, ada kerajinan perak
(Silver), ada juga kerajinan seni seperti membuat lukisan ataupun membuat
wayang.
Beberapa orang berpendapat bahwa Djogja bukan hanya kota pelajar tetapi
juga kota budaya. mengapa? Djogja dikatakan kota pelajar karena banyaknya
universitas dan sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan yang bagus dan
berkompeten. Terutama pembelajaran di universitas-universitas ternama, salah satunya
adalah UGM ( Universitas Gadjah Mada). berbagai macam orang datang dan
mengikuti test ujian saringan masuk menjadi mahasiswa UGM.
Bukan hanya pelajar-pelajar yang berasal dari Djogja yang mencoba ujian
saringan masuk universitas-universitas ternama disana. Berbagai macam orang
datang kesana. Makanya, tidak heran jika sebagian orang berpendapat bahwa
Djogja juga merupakan kota budaya disana. Berbicara soal budaya, berbagai macam
ras, suku dan agama ada di Djogja. Saya sempat berbincang-bincang dengan salah
satu mahasiswa UGM bernama Yudha yang berasal dari Palembang, ia mengatakan
bahwa berbicara dengan orang djogja atau penduduk djogja harus sangat
berhati-hati, karena bagaimana cara mereka berbicara berbeda dengan tempat dia
tinggal.
Pendidikan yang mereka dapat tidak hanya pendidikan formal, mereka juga
mendapatkan pendidikan informal. Bukan hanya pendidikan formal saja yang
penting tapi pendidikan informal juga penting. Dalam perjalanan saya ke djogja,
pengetahuan saya tentang Djogja pun bertambah. Saat saya sampai di Bandara
Adisujipto, saya melihat berbagai macam orang disana, mulai dari orang yang
memakai bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa manado, bahkan wisatawan asing pun
ada. Para petugas bandara sangat ramah menyambut para penumpang pesawat. Mereka
belajar untuk ramah meskipun adanya perbedaan budaya dan suku.
Itu saja sudah menjadi pelajaran bagi penduduk dan wisatawan, bahwa
perbedaan budaya tidak mempengaruhi keramahan seseorang. Tidak hanya dari
tindakan seseorang, dengan adanya museum dan fasilitas-fasilitas yang ada di
Djogja, penduduk disana tidak akan buta akan sejarah yang dahulu pernah ada.
Perbedaan budaya yang ada di Djogja tidak membuat Yudha dan teman-temannya
yang berbeda suku, ras, dan agama berselisih. Dengan perbedaan yang ada, mereka
jadi semakin mengenal budaya orang lain. Dengan mengenal budaya orang lain,
mereka ataupun pendatang akan belajar untuk menghargai budaya lain selain
budaya sendiri. Saat pertama kali datang ke Djogja, saya sendiri kurang
mengerti bahasa jawa.
Karena adanya perbedaan budaya pasti ada perbedaan bahasa, menurut buku
"Komunikasi Lintas Budaya" edisi 7, Samovar. Banyak penelitian dalam
hal kompetensi komunikasi antarbudaya mengungkapkan 5 komponen kompetensi yang
mempengaruhi kemampuan seseorang berinteraksi secara efektif dan pantas dalam
budaya yang lain. kelima komponen tersebut adalah :
1. Motivasi untuk berkomunikasi
2. Pengetahuan yang cukup mengenai budaya
3. Kemampuan komunikasi yang sesuai
4. Sensitivitas
5. Karakter
Jika kita ingin mengetahui dan mengenal lebih jauh suatu budaya lain, kita
harus termotivasi untuk berkomunikasi dengan seseorang yang mengenal budaya itu
dari kita. Saat saya di Djogja, saya ingin mengetahui sejarah dibangunnya
museum Vredeburg, salah satu tempat wisata disana. Akhirnya saya berinisiatif
untuk mencari tour guide. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang saya
lontarkan, saya pun tahu akan sejarah dibangunnya Vredeburg. Karena akan
ketertarikan saya mengetahui sejarah Vredeburg.
Dalam hal mengenal jauh budaya Djogja, sebelumnya kita harus tahu sedikit
tentang cara berkomunikasi dengan orang Djogja. Pengetahuan kita dalam caar
berkomunikais juga harus ditanamkan dari sebelum kita ingin mengenal suatu
budaya lain. Sehingga kita dapat menentukan komunikasi yang tepat,
protokol apa yang pantas, dan kebiasan budaya apa yang perlu diminati.
Tidak hanya itu, kemampuan kita dalam berkomunikasi juga ditentukan dengan
adanya sensitivitas dalam berkomunikasi. Kita harus dapat mendengar, mengamati,
dan menganalisis perilaku kita dalam berkomunikasi. Karakter dalam
berkomunikasi juga kita perlukan. kita harus bisa memahami siapa yang kita ajak
bicara, bagaimana ia menerima pendapat dan pembicaraan kita. Seperti yang
dikatakan oleh mahasiswa UGM tadi, Yudha, bahwa kita harus berhati-hati
bagaimana kita harus berbicara, kita harus mengenal budayanya terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan atau perbuatan kita.
BENTENG VREDEBURG
Pencarian tugas pertama pada tanggal 10 November 2012 menuju Museumm
Vredeburg. Seperti yang sudah saya katakan tadi, bahwa pendidikan di Djogja
tidak hanya sebatas dalam kelas saja, tapi pemerintahan Djogja juga
memanfaatkan tempat bersejarah sebagi museum. Agar pada penduduk Djogja
mengerti akan sejarah yang pernah ada di tanah mereka. Kembali pada topik, jadi
Museum Vredeburg berdiri pada tahun 1760. Bangunan ini tentu saja sudah di
rekonstrukturisasi kembali, atau dibangun kembali dan diperbaiki agar tempat
itu tetap berdiri. Didalam museum Vredeburg terdapat miniatur yang dibuat pada
tahun 1980 yang dimaksudnkan untuk mereka ulang kejadian-kejadian di massa
lalu. Cukup seru ya, kita jadi tahu apa yang terjadi pada masa lalu.
pintu gerbang |
|
adanya patung pahlawan didekat pintu masuk.
Letnan Jendral Oerip Soemohardjo |
Selain itu, benteng Vredeburg ini sempat direnovasi, karena bangunan yang
semi permanen dan tidak begitu kokoh. Dibutuhkan waktu 20 tahun untuk
merenovasi tempat ini dari tahun 1767- 1787. Benteng ini dinamakan Benteng
Grustenburg yang secara harfiah merupakan tempat peristirahatan. Selain untuk
pertahanan, benteng ini juga dipakai sebagai pemukiman pertama yang dipakai
bangsa Eropa untuk tinggal di Djogja.
Didalam benteng ini, terdapat miniatur-miniatur yang dibuat dengan tujuan
untuk mengulang masa penjajahan dan kemerdekaan. Miniatur-miniatur ini dibuat
pada tahun 1980. tidak hanya miniatur yang ada dimuseum ini, ada foto-foto dan
replika peninggalan pada zama dulu. Seperti baju polisi, baju suster, dan
beberapa foto tentang masa-masa penjajahan.
miniatur soekarno |
Dalam museum Vredeburg, diceritakan melalui gambar-gambar dan peninggalan
masa penjajahan, cukup menarik untuk datang kesini. Banyak juga pengunjung yang
antusias datang kesini untuk melihat dan mengenal juga mengetahui masa-masa
jajahan.
kerja rodi yang dilakukan saat penjajahan jepang |
Baju perawat pada masa PD II |
Benteng ini merupakan salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh
pelajar, mulai dari anak-anak SD sampai anak SMA. Mereka merasa penasaran
dengan apa yang terjadi pada masa lampau, dan mereka ingin tahu kapan
terjadinya kejadian-kejadian itu.
Rapat Emansipasi Wanita |
Saya sempat bertanya pada Bapak Suriyo, apakah sulit berbicara dengan turis
asing yang berbeda bahasa dengan kita? Bapak Suriyo pun menjelaskan "
Memang agak susah berbicara dengan orang yang tidak bisa bahasa kita, apa lagi
tidak semua turis bisa berbahsa inggris, kamipun disini belajar berbahsa
inggris. Sehingga kami masih bisa berkomunikasi dengan turis". Lalu saya
pun bertanya lagi," Apakah bapak pernah menggunakan gerak tubuh jika ada
yang tidak dimengerti turis tentang penjelasan bapka?".
"kadang-kadang saya suka sih meggerakkan tubuh, seperti menggerakkan
tangan, ya seperti itulah kadang-kadang apa yang saya beri tahu dengan gerakan
tubuh mereka masih tidak mengerti ", jawab Pak Suriyo.
Beamer dan Varner menuliskan, " komunikasi non-verbal dipengaruhi
sejumlah faktor, termasuk latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi,
pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi dan idiosinkrasi."
Dalam hal berkomunikasi, Bapak Suriyo menggunakan apa yang dimaksud dengan
gerakan tubuh dalam komunikasi non-verbal. Ada pernyataan yang mengatakan
bahwa " tindakan menyatakan sesuatu hal". Imai dengan jelas
menyatakan pentingnya tindakan sebagai bentuk komunikasi. Contohnya ya seperti
Bapak Suriyo tadi, menunjuk atau mengerakan anggota tubuhnya yang lain. Oh iya,
saat saya berbicara deng turis asing saya melihat ada komunikasi non-verbal
antar mereka. Misalnya seperti saat mereka tidak setuju untuk pergi ke suatu
tempat, mereka menggelengkan kepalanya. Perjalanan saya di Djogja cukup
menyenangkan, selain ditemani oleh teman saya, saya juga bertemu dengan saudara
saya disana. Saya menjadi lebih mengetahui tempat wisata disana.
Observasi yang saya lakukan di Benteng Vredeburg dibilang hanya sebentar.
Setelahnya kami pergi menuju kosan mahasiswa UGM dan mahasiswa lainnya. Saya
sempat berbincang-bincang dengan mereka, bertanya tentang apa yang menjadi kendala
mereka saat datang ke djogja? Pada dasarnya kendala yang mereka alami sama,
yaitu kendala dalam berbahasa. Salah satu mahasiswa UGM yang saya ajak
berbicara adalah Martin ia berasal dari Pematang Siantar. ia mengatakan "
bahasa itu yang agak susah, awalnya saya tidak mengerti tapi sekanrang karena
udah lama disini jadi sudah sedikit mengerti. Sama istilah-istilah yang berbeda
dari tempat asal saya. Kalau disini becak di tempat saya motor kereta, atau
istilah seperti galon atau pom bensin."
TAMAN SARI (ISTANA AIR)
Selanjutnya, pada hari ke dua, 11 November 2012 saya beserta teman saya
pergi ke Taman Sari, taman sari ini adalah tempat para raja dan ratu serta
putri raja mandi. Jangan kaget saat kalian masuk ke dalam istana air ini,
disini tidak ada air mancur atau berbau pancuran. Untuk masuk ke Taman sari ini
ada biaya yang dikenakan, yaitu untuk setiap turis atau pengunjung dikenakan
biaya Rp 3000 dan unutk izin foto Rp 1000.
Harga tiket masuk Taman Sari |
Disini terdapat tiga kolam besar yang berbetuk persegi yang diperuntukkan
untuk para raja, ratu dan anak-anaknya mandi. Hhmm, bahkan raja, istri raja dan
anak-anaknya mandi di tempat atau kolam yang berbeda. Ternyata sejak dahulu
sudah ada yang namanya sauna, hanya saja berbeda dengan yang kita punya
sekarang. Bedanya adalah, zaman dahulu sauna seperti kamar tidur yang
dibawahnya terdapat celah agar bisa diisi dengan kayu bakar, sehingga panas
dari kayu bakar tersebut menyerap pada tempat atau batu yang menjadi alas.
Sedangkan sekarang ini sauna sudah seperti ruang tidur besar dan tidak
menggunakan kayu bakar lagi.
kolam yang dipakai raja dan keluarganya mandi |
Dahulu, sekitar taman sari ada danau buatan yang diperuntukkan sebagai
penahan erupsi. Karena terjadinya erupsi, danau buatan tersebut sudah tidak ada
lagi, sekarang tempat dimana danau buatan itu dibuat, di huni oleh abdi dalem
atau orang dalam dari keraton. Kegiatan yang dilakukan oleh abdi dalem
sehari-harinya adalah melukis atau membuat kerajinan wayang. Sayang sekali saya
tidak diizinkan untuk mengambil gambar dari lukisan tersebut. Lukisan-lukisan
yang dibuat memiliki corak yang lembut tapi tidak membosankan. Semua lukisan
memiliki alur cerita yang berbeda-beda. Ada lukisan yang menceritakan tentang
bertemunya Rama dan Sinta, ada juga lukisan yang menceritakan berdirinya kota
djogja.
Abdi dalem yang sedang melukis |
Waktu sudah menunjukkan makan siang, jadi kami menunda observasi kami dan
mencari makan disekitar taman sari. Hanya jalan 5 menit kami menemukan warung
gudeg dipinggir jalan. Salah satunya adalah Warung Gudeng Mbok Djum. Banyak
yang bilang bahwa gudeg yang dibuatnya lebih enak dari gudeg-gudeg yang lain.
Harganya cukup mahal sih, saya saja heran kenapa saya makan siang
diwarung gudeg tersebut. Tapi ya sudah karena sudah terlanjur memasukan kaki
kesana jadi kami memesan gudeg komplit, harganya berkisar Rp 30.000- Rp 40.000.
Untung saja benar apa yang dibilang orang-orang, gudegnya memang agak beda dari
yang lain, dan enak. Akhirnya kami kembali dan melanjutkan observasi kami.
Gudeg Mbok Djum |
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 04.30, kami harus segera mencari
tempat makana untuk makan malam. Berhubung hari sabtu alias malam minggu, kita
jadi harus rela terkena macet jalanan djogja. Setiap kafe dan tempat santai
dipenuhi oleh para mahasiswa, orang pacaran, bermacam-macam orang ada di sana.
tidak lama kami memasuki restoran yang bernama Pondok Cabe. Diiringi sebuah
band berasal dari Djogja makan saya jadi semakin lahap.
Sayang sekali Observasi saya hanya bisa di dua tempat wisata saja, karena
waktu yang kurang lama jadi saya memutuskan untuk pergi ke dua tempat wisata
saja. Tapi dari obseervasi yang saya lakukan, saya mempelajari banyak hal.
Mulai dari perbedaan bahasa yang menurut saya susah dimengerti. Saya berbahasa
indonesia campur sunda, sedangkan mereka berbahasa indonesia bercampur jawa.
Saya juga mempelajari bagaimana cara memulai pembicaraan dengan beberapa orang
djogja di sana dan kepada turis asing. Sedikit susah untuk mempunyai keberanian
berbicara terlebih dahulu, tapi mengingat ini adalah observasi jadi saya
memberanikan diri memulai pembicaraan.
Pelajaran lain yang saya ambil adalah, bagaimana mereka atau penduduk
Djogja memperlakukan turis sangatlah ramah. Mereka menghormati, dan berusaha untuk
bersikap baik agar para turis nyaman dengan Djogja. Semoga informasi yang saya
berikan berdasarkan observasi ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi
acuan pembaca datang ke Djogja.
No comments:
Post a Comment