Nim : 11140110133
Kelas : F1
Mengenal Kebudayaan Betawi
Pada
saat saya diberikan tugas untuk observasi mengenai suatu kebudayaan, tujuan
awal saya adalah kampung arab. Saya merasa tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai kampung arab atau kebudayaan arab. Saya memang banyak mempunyai teman
yang memiliki keturunan arab tetapi rumah yang mereka tempati kebanyakan tidak
berada di daerah kampung arab seperti condet, pekojan, tanah abang dan
lain-lain. Kegiatan yang mereka lakukan juga tidak jauh beda dengan yang saya
lakukan. Oleh karena itu akhirnya saya menuju kampung arab yang berada di
condet, Jakarta Timur.
Untuk
menuju condet sebenarnya tidak jauh tetapi karena saya sendiri dan tidak
menguasai daerah Jakarta Timur jadi nyasar sampai ke kalibata. Sekitar satu
jam-an saya muter-muter kalibata dan pada akhirnya sampai juga di condet, Jalan
Condet Raya. Tempat pemberhentian saya pertama kali itu di Masjid Al-Hawi.
Disana saya bertemu dengan seorang lelaki tua yang terlihat “Mengetahui lebih
dalam mengenai kebudayaan arab atau kampung arab di condet”. Ia pun juga
bertanya apa yang saya butuhkan, pada akhirnya saya pun menjelaskan tujuan saya
datang kesana, berkaitan dengan tugas ujian akhir semester.
Menyedihkan,
ia ingin di wawancarai tetapi tidak boleh di dokumentasikan.
Berkali-kali saya jelaskan bahwa maksud saya baik tetapi tetap saja ia tidak
mau, alasannya adalah “saya tidak mau hasilnya masuk media massa lalu publik
mengetahui semua ini. Saya tidak percaya media massa, saya tidak suka karena
mereka selalu menipu dan melebih-lebihkan sesuatu”. Pada akhirnya saya pun
tetap bertanya-tanya mengenai kebudayaan arab, khususnya di condet yang dikenal
sebagai kampung arab, karena saya masih penasaran.
Setelah
pulang dari sana saya berfikir harus kemana karena tidak ada waktu lagi, dan
akhirnya tujuan saya adalah ke kampung betawi. Saya melakukan observasi di
perkampungan budaya Betawi yang berada di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
Untuk
menuju ke Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan seorang diri memang tidaklah
mudah. Kakak saya pun yang bertahun-tahun menjalankan pendidikannya di Depok
tidak mengetahui dimana letak Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan. Banyak
sekali teman-teman saya yang berdomisili di depok dan sekitarnya yang saya
hubungi hanya untuk sekedar menanyakan dimana tepatnya letak Perkampungan
Budaya Betawi tersebut. Dari semua teman yang saya tanyakan hanya ada satu
orang yang mengetahui dimana Perkampungan Budaya Betawi. Pada akhirnya saya pun
sampai di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan.
Indonesia,
negara yang terletak di Asia Tenggara ini merupakan negara yang memiliki
kepulauan terbesar di dunia. Tidaklah heran jika kita menemui banyak sekali
turis yang datang dari berbagai macam negara. Sudah sangat jelas bahwa
turis-turis tersebut ingin mengetahui lebih jauh tentang Indonesia, dari
kebudayaan yang di miliki, kulinernya, kesenian dan lain-lain, itulah mengapa
Indonesia disebut sebagai Nusantara.
Budaya
menurut Triandis dalam buku Communication
Between Cultures, Samovar merupakan elemen subjektif dan objektif yang
dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup
dan berakibat dalam kepuasan pelaku dalam ceruk ekologis dan demikian tersebar
di antara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lain karena mempunyai
kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.
Betawi,
kata tersebut mungkin memang sudah tidak asing lagi untuk kita dengar. Apakah
mereka yang sering mendengar kata “Betawi” tersebut mengetahui arti atau
sejarah di balik itu? Tentu saja tidak, mereka yang sering mendengar kata
Betawi belum tentu dapat mengetahui dan mengerti apa maksud kata tersebut dan
bagaimana sejarahnya. Dunia Betawi adalah dunia yang cair, maksudnya adalah
setiap suku bangsa datang untuk memperlihatkan kelebihan yang mereka miliki.
Dari situlah dikenal sebuah istilah “Jakarte Punye Cerite”.
Di
Perkampungan Budaya Betawi inilah kita dapat mengenal dan mengetahui lebih jauh
seperti apa betawi itu. Pasti banyak yang bertanya-tanya mengapa di bentuknya
Perkampungan Betawi, Setu Babakan? Itu semua karena tokoh-tokoh betawi dan
seniman betawi yang peduli sama kebudayaan betawi. Mereka berpikir kenapa di
Jakarta tidak terdapat tempat yang dapat dijadikan tempat pelestarian
kebudayaan betawi. Oleh karena itulah, tokoh-tokoh betawi dan seniman betawi
mengusulkan ke Badan Musyarawah Masyarakat Betawi, kemudian dari Badan
Musyawarah Masyarakat Betawi diusulkan ke Pemerintah Daerah DKI Jakarta, lalu
dari Pemerintah Daerah diusulkan ke DPR. Akhirnya pada Oktober 2000 mulai
diadakannya pembangunan Perkampungan Budaya Betawi yang kemudian di resmikan
pada 20 Januari 2001 oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, yaitu Bapak
Sutiyoso.
Sebelum
di resmikannya Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan ini terdapat pilihan
lain untuk dijadikan sebagai tempat pelestarian Perkampungan Budaya Betawi,
diantaranya Marunda Jakarta Utara, Srengseng Sawah Jakarta Barat dan Srengseng
Sawah Jakarta Selatan. Namun, dari ketiga tempat tersebut yang memungkinkan dan
yang paling cocok untuk di bangun Perkampungan Budaya Betawi adalah di
Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Di pilihnya tempat pelestarian ini karena
suasananya yang masih asri, hijau, orang betawinya masih banyak, jauh sekali
dari bising kota Jakarta yang dipadati oleh kendaraan, gedung-gedung pencakar
langit dan pusat perbelanjaan seperti mall. Selain itu, pemerintah daerah sudah
mempunyai lahan berupa dua buah danau, yaitu danau setu babakan dan setu mangga
bolong, wisata air yang ditawarkan di danau tersebut adalah wisata sepeda air,
kano, dan pemancingan. Perkampungan
Budaya Betawi, Setu Babakan ini sudah ada Perda No.3 Tahun 2005, jadi sudah ada
kekuatan payung hukum sehingga tidak akan ada masalah terkait perelokasiannya.
Di
Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan ini memang tempat pelestarian budaya
betawi tetapi kebudayaan betawi itu sendiri merupakan hasil percampuran dari
berbagai macam suku dan negara, seperti percampuran dari cina, arab, melayu,
sunda, jawa dan sebagainya. Seseorang dapat dikatakan sebagai orang betawi jika
mengikuti garis keturunan Bapak yang jelas orang betawi, tidak peduli terdapat
percampuran budaya apa. Dalam buku Samovar, Communication
Between Cultures menggambarkan fakta bahwa pengaruh seperti globalisai,
imigrasi, dan perkawinan antarbudaya meningkatkan percampuran budaya dam percampuran
ini menghasilkan orang-orang yang memiliki berbagai jenis identitas budaya
Dengan
adanya Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan ini masyarakat sekitar tentunya
dapat berkontribusi menjaga keamanan. Hal positif yang dapat diambil dengan
adanya Perkampungan Budaya Betawi ini adalah perekonomian masyarakat sekitar dapat
tertolong karena banyaknya pengunjung yang berdatangan.
Dalam
buku Samovar yang berjudul Communication
Between Cultures, bahasa merupakan sejumlah simbol atau tanda yang disetujui
untuk digunakan oleh sekelompok orang untuk menghasilkan arti. Hubungan antara
simbol yang dipilih dan arti yang disepakati kadang berubah-ubah. Jadi wajar
jika menemukan perbedaan yang signifikan dalam bahasa utama. Di dalam bahasa
terdapat aksen yang merupakan variasi dalam pelafalan yang terjadi ketika orang
menggunakan bahasa yang sama. Di setiap wilayah sudah dipastikan terdapat orang
betawi, dan orang betawi mempunyai gaya bahasa dan aksen yang berbeda-beda di
setiap wilayahnya, contohnya di Betawi Tengah yang memiliki gaya bahasa campur
dengan budaya arab seperti “ane” “ente”, di Betawi Pinggir seperti Depok itu
memiliki gaya bahasa yang sedikit norak seperti “bujug”, dan kalau di Tanah
Abang gaya bahasanya seperti melayu “kenapeu” “mengapeu”, hal tersebut dapat
juga didasarkan karena pusat perbelanjaan yang biasa menggunakan aksen “eu”
bukan “e”. Walaupun banyak sekali orang betawi yang memiliki gaya bahasa
berbeda-beda tetapi tetap saja itu mengandung arti yang sama. Cara orang betawi
berkomunikasi menurut saya jelas masuk kedalam kategori low-context, karena orang betawi suka sekali bicara secara
blak-blakan, langsung pada persoalan, dan terkadang menyakitkan.
Seperti
yang disampaikan oleh Hoebel dalam buku Communication
Between Cultures, Samovar bahwa
dalam memilih kebiasaan hidup sehari-hari, bahkan dalam hal terkecil sekali
pun, masyarakat memilih cara yang sesuai dengan pemikiran dan kesukaannya, cara
yang sesuai dengan aturan-aturan dasar sesuatu serta apa yang diinginkan dan
yang tidak diinginkan. Pengaruh cara pandang juga sangat besar seperti yang
dikatakan Olayiwola pada buku tersebut, pandangan suatu budaya bahkan
berpengaruh dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara.
Rasisme
menurut Leone dalam buku Communication
Between Cultures, Samovar merupakan kepecayaan terhadap superioritas yang
diwarisi oleh ras tertentu. Rasisme menyangkal kesetaraan manusia dan
menghubungkan kemampuan dengan komposisi fisik. Jadi, sukses tidaknya hubungan
sosial tergantung dari warisan genetik dibandingkan dengan lingkungan atau
kesempatan yang ada. Namun, dengan adanya Perkampungan Budaya Betawi di Setu
Babakan ini apakah dapat disebut rasisme? Tentu saja tidak, jangan karena di
Perkampungan Budaya Betawi ini di kelilingi oleh orang-orang betawi jadi tidak
ada pengunjung dari mancanegara atau penduduk sekitar bersifat rasis. Turis
dari mancanegara pun suka berdatangan ke perkampungan ini dan penduduk sekitar
sangat senang hati menerima kedatangan pengunjung dari mancanegara tersebut. Contohnya
dari Jepang, terdapat suatu komunitas yang berkunjung dan mengadakan lomba
memasak makanan khas betawi. Penduduk sekitar sangat senang karena pengunjung
menghargai dan menghormati kebudayaan betawi yang ada dan untuk sejauh ini
tidak ada pandangan negatif yang datang dari masyarakat atau turis mengenai
Perkampungan Budaya Betawi, karena mereka semua sangat mengapresiasi yang ada
dan berkunjung dengan maksud baik.
Di
Perkampungan Budaya Betawi ini selain pengenalan kebudayaannya, bisa juga
melihat bentuk-bentuk rumah khas betawi, dan tanaman-tanaman khas betawi.
Di dalam buku Samovar
yang berjudul Communication Between
Cultures terdapat pernikahan antarbudaya yang sedang meningkat di seluruh
dunia. Banyak masalah yang diasosiasikan dengan pernikahan, namun ketika dua
orang dari dua budaya yang berbeda menikah, maka masalah yang mungkin timbul
pun bertambah banyak. Beberapa masalah mungkin sederhana seperti makanan apa
yang harus di makan, dimana tinggal atau liburan apa yang perlu dirayakan.
Pilihan lain lebih rumit, ketika pasangan tersebut menghadapi perbedaan peranan
gender, menghadapi konflik, menyatakan emosi, nilai, perilaku sosial, pola asuh
anak, hubungan dengan keluarga besar, dan banyak isu lainnya. Komunikasi
merupakan kunci utama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Sebuah
pernikahan dalam kebudayaan betawi terdapat makanan khas betawi seperti roti
buaya yang biasa dibawa pada saat seserahan, roti buaya tersebut menandakan
bahwa calon suami istri tersebut harus setia layaknya seekor buaya, dan cukup
menikah sekali seumur hidup. Terdapat beberapa tahapan pernikahan adat betawi.
Pertama, Ngedelengin atau yang biasa disebut dengan Mak Comblang. Sebelum
adanya pernikahan ada baiknya jika terdapat perkenalan antara keluarga pria
dengan keluarga wanita. Perkenalan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya
melainkan melalui Mak Comblang. Kemudian Mak Comblang juga ikut datang ke rumah
keluarga wanita dan memberikan uang sembe atau yang biasa disebut angpaw kepada
calon istri. Jika terdapat persetujuan antara keluarga wanita dan keluarga pria
maka sampailah di penentuan waktu lamaran. Disinilah Mak Comblang yang mengurus
kapan dan apa saja yang menjadi bawaan pada saat ngelamar.
Tahap
kedua pada saat ngelamar yaitu pihak keluarga pria meminta izin kepada pihak
keluarga wanita untuk ngelamar. Pada saat ini lah ditentukannya persyaratan
untuk menikah. Persyaratan tersebut seperti mempelai wanita harus sudah tamat
dalam membaca Al-Quran. Di tahap ini Mak Comblang pun harus tetap hadir, serta
wakil orangtua dari mempelai pria yang terdiri dari sepasang perwakilan dari
keluarga ibu dan keluarga bapak.
Pada
tahap ketiga terdapat Bawa Tande Putus. Tande Putus adalah tahapan dimana
mempelai pria memberikan sebuah barang atau cincin belah rotan sebagai tanda
bahwa tidak ada yang boleh mengganggu gugat mempelai wanita. Setelah tahap
ketiga berakhir barulah adanya Akad Nikah, tetapi sebelum akad nikah terlaksana
mempelai wanita harus dipiare, maksudnya adalah mempelai wanita harus
dipelihara oleh tukang rias dengan maksud setiap kegiatan atau hal yang
dilakukan oleh mempelai wanita dapat terkontrol dengan baik, dari kesehatannya
dan kecantikan menuju akad nikah. Selain masa piare ada juga acara mandin
mempelai wanita dengan cara dilulur agar pernikahannya berjalan lancar. Ada
juga acara tangas atau acara kum yang bertujuan untuk membersikah sisa-sisa
lulur yang sempat tertinggal di tubuh mempelai wanita. Setelah acara tangas
atau kum berakhir terdapat acara ngerik atau malem pacar. Dalam acara inilah
mempelai wanita memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan menggunakan
pacar.
Setelah
acara tersebut selesai barulah dilaksanakannya akad nikah, sebelum memasuki rumah
mempelai wanita dilakukannya tradisi yang biasa disebut sebagai palang pintu.
Tradisi palang pintu tersebut merupakan silat yang di lakukan oleh Bapak dari
mempelai wanita dan pria. Pada saat akad nikah ini mempelai wanita menggunakan
baju kurung yang terdapat teratai dan selendang serta sarung songket lalu
kepala mempelai dihiasi sanggul sawi, lima buah kembang goyang dan sepasang
burung Hong. Di dahi mempelai wanita juga terdapat bulan sabit yang berwarna
merah yang memiliki arti mempelai wanita masih gadis. Pada mempelai pria juga
diharuskan memakai jas Rebet serta sarung plakat, hem, dan kopiah. Ada juga jubah
arab yang dipakai pada saat resepsi dimulai. Digunakannya jubah arab, baju
gamis, dan selendang yang panjangnya dari kiri ke kanan memiliki makna
tersendiri, yaitu sebuah harapan agar rumah tangga mempelai selalu damai.
Terlihat sangat sulit untuk orang yang belum terbiasa atau belum mengetahui
tentang tradisi itu.
Seperti
yang saya lihat di keliling saya bahwa hampir semua orang betawi sangat
memegang teguh agama yang ia percayai, terutama islam karena mayoritas agama
orang betawi adalah agama islam. Mereka memegang teguh agama karena pada zaman
dahulu hampir semua orang tua, khususnya betawi, ingin anaknya tahu dan
mengerti mengenai nilai-nilai agama, jadi kebanyakan anak-anaknya dimasukkan ke
dalam sekolah-sekolah agama atau pesantren. Ada juga orang betawi yang beragama
non-islam, mereka tetap berpegang teguh pada agama dan bertoleransi dalam
beragama.
KULINER KHAS BETAWI
Di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini banyak sekali kuliner khas betawi, seperti kerak telor, soto betawi, laksa betawi, es selendang mayang, bir pletok, toge goreng, uli, geplak, roti buaya, dan lain-lain.
Saya cukup tertarik dengan bir pletok, dari namanya saja saya sudah berfikir apakah didalam minuman ini terdapat alkoholnya? Kalaupun iya, tidak mungkin mudah di perjual-belikan di Perkampungan Budaya Betawi ini. Bir pletok tersebut ternyata terbuat dari bahan-bahan yang alami, tentunya tidak mengandung alkohol sama sekali. Bahan-bahan alami tersebut merupakan campuran dari jahe, cengkeh, daun pandan, secang, batang sereh, gula, garam, dan lain-lain. Karena bahan-bahan alami tersebutlah bir pletok aman untuk dikonsumsi dan sangat baik untuk kesehatan.
TARIAN
BETAWI
“Menarilah
tarian lokal sebelum tarian tersebut di akui atau di klaim oleh negara lain.”
Sudah ada beberapa tarian yang di klaim oleh negara lain, bahkan negara
tetangga kita. Banyak sekali orang yang tidak mengenal tarian Indonesia,
khususnya tarian Betawi tetapi bisa saja ketika tarian tersebut di klaim oleh
negara lain barulah kita marah-marah dan dengan bangga mengakui dan menyadari bahwa
tarian tersebut adalah tarian Indonesia. Oleh karena itu, kenalilah tarian
Indonesia, jangan sampai tarian tersebut diklaim oleh negara lain.
Di Perkampungan Budaya Betawi ini terdapat beberapa
kegiatan yang ada seperti pergelaran kesenian betawi yang biasa dilaksanakan
pada hari minggu. Semua kesenian betawi ditunjukkan pada pergelaran ini, dari
lenong, topeng, marawis, gambus, pencak silat dan semuanya pasti di tampilkan
SOUVENIR KHAS BETAWI
Para pengunjung Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini selain dapat melihat rumah khas betawi, kesenian khas betawi, tanaman khas betawi, dan lain-lain ternyata juga dapat membeli souvenir yang bisa dibawa pulang. Puas bukan?
Budaya Betawi ini memang memiliki bermacam-macam keunikan yang sebenarnya jarang kita ketahui atau bahkan tidak sama sekali. Budaya Betawi ini selalu memegang teguh agama dan solidaritas, mereka tidak pernah memandang kebudayaan lain dengan sebelah mata. Jika kita belum mengetahui Kebudayaan Betawi lebih jauh, janganlah berpersepsi bahwa Kebudayaan Betawi itu memiliki hal negatif atau buruk, kenalilah kebudayaannya terlebih dulu baru kita dapat menilai bagaimana kebudayaan tersebut.
No comments:
Post a Comment