NIM : 11140110033
Nama : Angela Limawan
Kelas : F1
Di akhir semester 3 ini, saya mendapat tugas dari salah satu mata kuliah saya yaitu Komunikasi Antar Budaya atau sering kita sebut KAB, berupa observasi ke salah satu budaya di Indonesia. Awalnya saya berpikir sangat berat karena saya harus menganalisa dari segala sudut pandang budaya tersebut terutama komunikasi antar individunya. Dalam memilih budaya yang akan saya analisa tidaklah sulit, selain Bapak Inco, dosen KAB saya sudah memberikan banyak pilihan, di Indonesia sendiri berjuta budaya ada sehingga tidak sulit menemukannya. Hanya kami, para mahasiswa memilih budaya yang lokasinya tidak terlalu sulit ditempuh untuk memudahkan observasi kami. Kami juga memilih budaya yang sudah terpengaruh dengan kehidupan modern sehingga banyak akses yang memudahkan kami mendapat orang yang mau dan bisa membantu kami memberikan segala informasi mengenai budayanya tersebut.
Setelah satu minggu lewat dari pemberian tugas, kami pun
memutuskan untuk memilih kebudayaan Betawi. Saya pergi bersama teman saya yang
bernama Serenata Leony. Karena lokasinya yang dekat dan sangat mudah ditempuh
dengan kendaraan, akses informasi yang akan saya daptkan pun sangat banyak dan
mudah ditemukan karena budaya ini adalah budaya modern. Lalu saya menemukan
lokasinya yaitu di Kampung Setu Babakan, Jakarta Selatan. Tanpa menunda, hari
minggu pun kami pergi ke Jakarta untuk mulai melakukan observasi. Hanya 2 jam
saya sampai di tujuan, itu pun karena saya sering berhenti untuk bertanya arah.
Sebenarnya sangat mudah ditemukan lokasinya. Berikut adalah hasil observasi
saya. Saya akan menjabarkan 2 hal dalam artikel ini. Yang pertama adalah hasil
observasi saya di Kampung Betawi Setu Babakan, yang kedua adalah kegiatan salah
satu anggota keluarga saya yang asli orang betawi yang masih kental
melestarikan budaya betawi dalam kehidupan sehari-harinya.
Kita mulai yang pertama yaitu perjalanan saya ke Kampung
Betawi Setu Babakan. Sebenarnya yang dinamakan “Kampung Betawi” oleh masyarakat
adalah sebuah tempat wisata, bukan sebuah perkampungan. “Kampung Betawi” adalah
sebuah tempat wisata yang terletak di Setu Babakan, yang di dalamnya terdapat
berbagai hal khas kebudayaan betawi yang bisa kita saksikan setiap minggu.
Bahkan jika akan memperingati hari besar, kita bisa melihat segala hal khas
betawi setiap hari yang akan dipertunjukan. Kebetulan saya melakukan observasi
pada tanggal 25 November 2012, di mana pada bulan November ada banyak sekali
pertunjukan yang lain dari biasanya karena memperingati bulan Kebudayaan
Betawi. Saya datang ke sana pada hari minggu, jadi saya bisa menyaksikan
pertunjukan Gambang Kromong dan Lenong khas Betawi sore nanti.
Sedangkan kampung betawi sendiri adalah sebuah nama yang
diambil dari sebuah perkampungan di sekitar tempat wisata tersebut yang di dalamnya
semua warga perkampungan tersebut memiliki budaya betawi. Layaknya perkampungan
biasa yang teratur, di pagi hari setiap hari minggu diadakan Senam Pagi yang
diikuti seluruh warga yang kebanyakan ibu-ibu. Sehingga jam 6 sampai jam 10
pagi para wisatawan yang membawa kendaraan menuju tempat wisata Kampung Betawi
harus menaruh kendaraannya di depan, dan itu sangat jauh. Jika kita menunggu
hingga siang, kita sudah melewatkan banyak sekali aktivitas di Kampung Betawi
salah satunya pelatihan Pencak Silat dan Tarian. Sehingga saya memutuskan untuk
menaruh mobil saya di dekat pintu masuk, dan saya berjalan kaki menuju tempat
wisata.
Dalam perjalanan sangat tidak terasa melelahkan, karena
sepanjang perjalanan kita disuguhi danau Setu Babakan yang sangat luas dan
indah. Banyak jajanan khas Betawi, Delman khas betawi yang sebenarnya bisa
membawa kita lebih cepat sampai tapi sayangnya harganya sangat mahal.
Setelah kira-kira
sekita 45 menit, kami pun sampai ke tempat wisata. Pintu masuk dan pemandangan
tempat itu sudah sangat menunjukan kekhasan dari tempat ini, didukung dengan
suasananya. Yaitu percakapan para warga sekitar dari pedagang, dan wisatawan
dari dalam kampung yang menggunakan bahasa betawi yang khas. Kami pun masuk dan mulai mencari pengurus dari Kampung
Betawi ini. Pertama kali yang saya pikirkan tentang tempat wisata ini adalah 2
kata, The Best. Bersih, rapi, tersutruktur, teratur, wisatawan menaati
peraturan, religius.
Bahkan mereka punya
mading acara yang akan diadakan di Kampung Betawi.
Karena bukan hanya kami
yang ingin bicara dengan petugas informasi, kami pun menunggu. Karena ada
pengunjung dari kampus lain yang juga akan melakukan observasi. Sayangnya
mereka tidak membawa surat resmi dari kampus seperti kami sehingga kami pun
diizinkan lebih dulu. Setelah kami berbincang-bincang dan memberitahu apa saja
yang akan kami lakukan serta kami butuhkan di Kampung Betawi ini, lalu
memberikan surat keterangan dari kampus, kami pun diizinkan melakukan observasi
secara bebas karena kami sudah memiliki izin dan selama kami tidak mengganggu,
merusak, mengotori wilayah sekitar. Peraturan yang sangat terbuka dan mudah
bukan?
Awalnya kami bingung akan memulai dari mana, lalu Bapak
Harry, humas dari pengurus Kampung Betawi menyarakan kami untuk memulai berdasarkan
jam aktivitas di sana. Karena setiap hari minggu dan sabtu, Kampung Betawi
memiliki jadwal kegiatan yang bisa diberitahukan kepada wisatawan. Seperti dari
jam 7-9 pagi ada latihan pencak silat khas betawi, dilanjutkan dengan latihan
tari khas betawi, lalu pertunjukan hingga sore, dan sebagainya. Dengan
bermodalkan jadwal kegiatan itu, kami pun mudah melakukan observasi.
Karena waktu masih
menunjukan pukul setengah 8 pagi, kami pun masih berkesempatan meliput latihan
pencak silat yang memang sedari tadi kami masuk sedang berlangsung. Yang
membuat kami kagum adalah dari kegigihan dan keuletan anak-anak ini.
Berdasarkan wawancara yang kami lakukan kepada salah satu anggota pelatihan.
Latihan ini diadakan setiap hari Sabtu dan Minggu pagi yang dimulai setengah 7
pagi hingga jam 10 siang. Anggota dari perkumpulan ini pun bukan hanya
anak-anak sekitar perkampungan saja, tapi juga banyak anggota dari luar
perkampungan bahkan di luar daerah Setu Babakan. Lalu bukan hanya anak
laki-laki saja, tapi perempuan dari umur 7 tahun hingga remaja 15 tahun pun
ada.
Latihan ini selain untuk bela diri, juga untuk kesehatan
karena teknik yang digunakan dalam bela diri ini berasal dari pengaturan
pernapasan. Sebenarnya tujuan utama perkumpulan ini bukanlah untuk bela diri
melainkan untuk olahraga dan tarian kesenian yang memasukan unsur bela diri.
Karena zaman sekarang sudah tidak seperti zaman dulu yang menjadikan bela diri
adalah faktor utama karena ada perebutan daerah kekuasaan dan seringnya
kekerasan antar sesama.
Waktu
menunjukan pukul setengah 10, latihan pencak silat pun berakhir. Lalu kami
mewawancarai salah satu pengunjung yang ada di sekitar situ. Menurut beliau,
setelah ini akan ada latihan tarian dari Sanggar Setu Babakan. Putri beliau
menjadi salah satu anggotanya yang baru berusia 8 tahun. Selama kami menunggu,
kami pun memutuskan untuk membeli beberapa jajanan yang ada di sekitar situ.
Makanan yang belum
pernah saya makan adalah es kue podeng khas betawi. Selebihnya seperti kerak
telor, toge goreng, es puter, dan sebagainya sudah sangat sering dan mudah kita
temukan. Ternyata menurut salah satu sumber yang kami tanya, untuk berdagang di
sini pun harus memiliki izin dan membayar “pajak”. Ini dilakukan agar pedagang
yang berdagang di sini juga memiliki aturan tetap dan keabsahan. Begitu juga
pedagang di sepanjang jalan yang kami lalui tadi. Menurut salah satu pedagang
yang kami tanya, mereka tidak keberatan dengan pajak yang diberikan karena
dalam sehari terutama hari libur, mereka bisa mendapatkan penghasilan yang
besar yang tidak ingin mereka sebutkan.
Selain itu, kami juga menemui salah satu pengunjung yang
ternyata berasal dari Depok. Mereka merupakan ibu-ibu PKK satu komplek di
perumahan mereka di Depok yang sedang berlibur bersama.
Mereka juga akan
mengadakan acara PKK di tempat itu dengan menyewa salah satu rumah atau
bangunan khas betawi ini. Ya, ternyata rumah-rumah yang dari tadi kami lihat di
sekitar tempat wisata ini bukanlah rumah warga melainkan bangunan kosong yang
oleh pengurus tempat wisata ini disewakan.
Untuk acara apapun
dengan beberapa syarat seperti jika ingin memakai tarian atau kelompok sewaan
dari Komunitas Kampung Betawi boleh dengan bayaran lebih. Lalu acara harus yang
bernuansa religius tanpa mengikat agama. Tidak boleh membawa kelompok penghibur
dari luar.
Sekitar pukul 10 lewat
banyak anak-anak perempuan naik ke atas panggung dengan memakai sarung
dipinggang dan selendang warna-warni. Lalu duduk dan mulai berbincang-bincang.
Kami lalu ke belakang panggung untuk mewawancarai beberapa diantara mereka
untuk mengetahui apa yang mereka lakukan.
Ternyata inilah saatnye
mereka melakukan latihan tari Sirih Kuning. Menurut salah satu murid di sana,
mereka sedang menunggu guru mereka untuk melatih yang akan datang sekitar pukul
12 nanti. Sementara itu, anak-anak di bawah umur 16 tahun akan dilatih oleh
kakak senior mereka. Lalu mereka pun berlatih. Sementara kami menunggu pelatih
mereka, kami merekam beberapa aksi mereka di panggung yang terlihat sangat
indah walau hanya latihan. Ada beberapa kelompok anak yang mereka bagi
berdasarkan kemampuan mereka.
Lalu setelah pelatihnya
datang, kami pun mewawancarai beliau. Menurut beliau tarian khas betawi yang
berbeda-beda itu adalah sebuah level penari tersebut. Sebut saja tarian Sirih
Kuning, itu level yang sudah cukup sulit dan hanya sesuai untuk anak umur 16
tahun ke atas. Sedang tari lainnya juga ada levelnya, bisa kita sebut batas
akhirnya advanced. Beliau juga
menuturkan fungsi dari pakaian yang mereka kenakan. Menurut beliau walaupun
hanya latihan, penari harus tetap memakai pakaian itu karena untuk membuat
gerekan lebih indah dan gemulai begitu juga menambah keindahan tubuh saat
menari.
Ternyata beliau adalah
salah satu pelatih tari diberbagai universitas di Indonesia yang sering membawa
anak asuhnya dalam acara maupun lomba nasional serta internasional. Seperti
Universitas Pancasila dan Universitas Islam Jakarta. Sehingga kami bisa
menyimpulkan bahwa beliau adalah pelatih profesional. Kami juga berharap nanti
UMN bisa memiliki pelatih tari tradisional sehebat beliau. Karena beliau bukan
hanya mengajar khusus tarian khas Betawi saja tapi seluruh tarian tradisional.
Setelah itu kami jalan-jalan ke tempat lain sambil
menunggu pertunjukan yang akan tampil yaitu Gambang Kromong dan Lenong Betawi
pukul 2 siang. Kami makan siang dan meliput segala yang ada di Perkampungan
Betawi dan sekitarnya.
Menurut pengurus Bapak
Yahya, pengurus Kampung Betawi. Semua bangunan ini sebenarnya seperti rumah
pada umumnya, ada kamar mandi, kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dapur, dan
sebagainya. Tapi bangunan ini semua untuk disewakan bisa untuk menginap maupun
untuk acara sehari. Asal menepati peraturan yang sudah disebutkan di atas tadi.
Lalu kami pun meliput ke luar wisata Kampung Betawi
karena tadi di sekitar danau sangat sepi, dan sekarang sudah sangat ramai
dengan pengunjung dan pedagang. Toko-toko pun sudah buka. Dan permainan di
danau pun sudah beroprasi. Toko-toko yang ada tidak semuanya menjual barang
khas betawi tapi ada 2 toko yang menjual CD lagu dan film khas betawi serta
cinderamata khas betawi.
Karena waktu masih
terasa lama, kami pun kembali ke Perkampungan Betawi dan memutuskan menunggu di
dalam. Tiba-tiba saja hujan turun cukup deras. Karena kami melihat wisatawan
lain berteduh di dalam bangunan-bangunan khas betawi itu, kami pun
mengikutinya. Cukup mengagumkan dan nyaman, rasanya saya ingin memiliki rumah
khas betawi seperti ini. Karena sebenarnya saya masih keturunan Betawi asli.
Ini akan saya ceritakan di kisah selanjutnya.
Setelah hujan reda,
kami pun keluar dan memutuskan melihat ke bagian belakang Perkampungan Betawi
ini. Tiba-tiba kami melihat sekelompok orang berpakaian angkatan perang zaman
dahulu yang datang dengan menaiki sepeda ontel. Kami awalnya mengira mereka
akan pentas di sini.
Tapi ternyata setelah
kami bertanya kepada salah satu dari mereka, ternyata mereka adalah komunitas
sepeda ontel dari Bunderan HI. Mereka sudah sering mampir untuk beristirahat dan olahraga sebagai standar jarak tempuh
mereka. Selain kami yang ingin berfoto dengan mereka, para pengunjung pun ingin
berfoto dengan mereka.
Sebenarnya menurut
salah satu anggota komunitas ini, selain mereka berekreasi dengan sepeda dan
menjadikan Perkampungan Betawi sebagai standar mereka, lalu beristirahat
sejenak. Mereka juga ingin agar masyarakat sekitar bahkan kalau bisa seluruh
Jakarta aware dengan adanya komunitas
sepeda ontel yang harusnya dilestarikan. Karena ini adalah salah satu sejarah
bangsa Indonesia dari Belanda yang patut kita banggakan. Ini juga menjadi
alasan mereka karena semakin hari peminat dari komunitas ini semakin sedikit.
Apalagi dengan
munculnya berbagai sepeda modern yang sebenarnya memang jauh lebih nyaman dari
sepeda ontel dan cocok untuk segala umur. Sehingga muncul komunitas sepeda lain
yang cukup besar dan cepat perkembangannya dikalangan remaja terutama, yang
semakin membuat komunitas sepeda ontel kehilangan wilayah dan menghilang
perlahan. Diharapkan para anak bangsa terutama remaja, lebih mengutamakan
warisan budaya bangsa Indonesia daripada budaya luar negri. Banyak cara bisa
kita lakukan tanpa harus mengikuti komunitas ini atau memiliki sepeda ontel.
Salah satunya blog. Kunjungilah wisata yang mencerminkan budaya Indonesia dan
masukan dalam blog atau
dokumentasikan. Postlah itu agar
masyarakat mancanegara pun tahu betapa banyak, indah, dan mengagumkannya budaya
bangsa kita. Karena di zaman sekarang ini pasangan intim informasi adalah media
digital terutama internet. Jadi jika kita memiliki informasi, mediumnya harus
digital atau internet untuk menyampaikan informasi itu ke ke seluruh dunia
dengan mudah dan cepat.
Setelah puas
berbincang-bincang dengan komunitas sepeda ontel, kami pun melanjutkan tugas
kami untuk meliput beberapa bagian belakang Perkampungan Betawi yang tidak
menjadi kewajiban dari pengurus pedepokan betawi.
Menurut salah satu warga di sana, kehidupan kami di
perkampungan yang kecil ini sangat nyaman dan rukun. Hanya ada satu RT, RW, dan
Lurah. Mungkin karena kecilnya wilayah dan sedikitnya penduduk, sehingga
pengaturan tata tertibnya pun mudah dilakukan.
Kami juga hidup
berdampingan dengan pihak pengurus Perkampungan Betawi. Seperti pihak tempat
wisata mengizinkan kami menjadikan tempat wisata dan sekitarnya menjadi
lapangan mata pencaharian kami. Salah satu yang kami temui adalah pedagang Toge
goreng dan Es puter yang tidak lain adalah warga yang tinggal di belakang
tempat wisata ini. Selama kami tidak melanggar peraturan, hidup berdampingan
dan adil dengan pedagang lain, tidak mengganggu kebersihan dan kenyamanan
wisatawan, serta menjual barang yang layak dan halal kami bebas berdagang apapun
di tempat ini. Karena jika melanggar akan dikenakan sanksi hukum positif dan blacklist oleh pihak pengurus tempat
wisata.
Pembahasan terkahir adalah komunikasi dalam budaya
betawi. Kita bisa ambil contoh dalam film “Tukang Bubur Naik Haji” yang ada di RCTI.
Inilah salah satu bentuk apresiasi sebuah stasiun TV yang masih mencintai
bangsanya dengan menyelipkan sedikit kebudayaan kita yang terlupakan dalam
programnya. Iya, sinetron ini mengandung segala unsur kebudayaan betawi. Dari
adat istiadat, komunikasi seperti bahasa yang digunakan sehari-hari, sampai
para artis yang bermain dalam film ini semua adalah keturunan asli dari budaya
betawi seperti Nova Soraya dan Nani Widjaya.
Setiap percakapan kental dengan jargot khas betawi,
sampai penyebutan nama keluarga atau orang lain. Salah satu contohnya adaalah
penggunaan sebutan “Encang” dan “Encing”, “Babe”, “Enya”, dan masih banyak
lainnya. Yang sekarang bahkan kita sudah tidak mengenalnya lagi. Menurut
pengakuan salah satu pengunjung Kampung Wisata Betawi, yang mengaku asli
betawi. Beliau sudah tidak menggunakan sebutan khas betawi lagi dalam keluarga
karena keluarganya jauh lebih banyak yang berasal dari daerah lain seperti Jawa
yang mendominasi. Begitu juga di tetangganya yang sudah tidak menggunakan
sebutan-sebutan juga. Jadi menurut beliau walaupun mereka masih bisa disebut
keturunan asli betawi tapi tetap budayanya sudah hilang. Ini ditandai dengan
keturunan mereka yang bahkan tidak menggunakannya lagi.
Hal lain yang khas dari budaya ini dalam komunikasi
mereka adalah logatnya dan tempramen yang cukup kasar. Tapi tidak merata
seperti budaya Batak. Budaya betawi adalah budaya yang bernuansa islamic tapi
karna sudah adanya percampuran agam dalam berkeluarga maka sekarang percampuran
dalm budaya betawi tidak hanya bernuansa islamic tapi juga ada dengan etnis dan
agama lain. Seperti saya contohnya. Saya asli keturunan betawi dengan
percampuran cina dan beragama katolik tapi sejak kecil budaya yang
diperkenalkan pada saya hanya budaya cina dan agama katolik. Maka sampai saat
ini saya pun tidak tahu saya memiliki darah orang betawi dari buyut saya jika
orang tua saya tidak memberitahu saya dan saya mendapat tugas ini untuk mencari
tahu.
Mungkin pelajaran yang saya dapat dari tugas ini adalah
pertama mengetahui lebih dalam sosok sebuah budaya yang sekarang sudah nyaris
punah dikalangan masyarakat Indonesia bahkan Jakarta sendiri. Budaya ini
ditunjukan hanya sebagai loyalitas saja bukan untuk dilestarikan. Seperti hanya
saat ulang tahun jakarta dan pelantikan guberbur jakarta saja. Yang kedua
adalah menyadari betapa indahnya budaya ini dan dalam hidup saya sebenarnya
budaya ini menjadi bagian dalam diri saya sehingga saya merasa bertanggung
jawab untuk menjaga dan melestarikannya. Tentunya untuk semua budaya di
Indonesia.
Tugas para mahasiswa sebagai penerus bangsa
ReplyDeleteuntuk mendalami suatu kebudayaan di Indonesia sangat berguna , karena seperti contoh kebudayaan Betawi dimana masyarakat saling menghormati dan saling tolong menolong antara sesama warga patut menjadi contoh untuk generasi muda sekarang , dimana mereka dalam kehidupan sehari-hari sudah membudaya kehidupan acuh tak acuh , yang penting gue senang , sehingga mudah sekali terjadi bentrokkan antara mereka sendiri . Salah satu contoh yang sangat jelas meskipun mereka bertetangga tetapi mereka tidak saling mengenal , bagaimana dapat hidup rukun ? Hai generasi muda ayo kita contoh kehidupan berbudaya bangsa Indonesia yang sangat majemuk agar kita sebagai anak -anak bangsa dapat membawa nama harum bangsa Indonesia tercinta kepada dunia . Hidup generasi muda Indonesia , tetap semangat .
Tulisan blog ini bagus dan bermanfaat bagi pembaca karena isinya lengkap. Keep posting! :D
ReplyDeleteWarga Indo harusnya bangga ,mereka punya beragam budaya,suku,bahasa,makanan,dll. Tapi jaman sekarang ,semua sudah terpengaruh budaya asing ,bukan hal yg buruk tapi akan menjadi buruk saat budaya sendiri ditinggalkan bahkan dilupakan. Tugas para generasi muda penerus bangsa yg akan melestarikan.
ReplyDeleteMimpi kami semua warga Indo untuk hidup berdampingan antar agama, saling menghormati, dan politik yg jujur. Semua bisa terwujud dengan generasi muda yg dapat menghargai dan menghormati budaya. Merdeka!!!