Pages

Wednesday, January 9, 2013

Keraton Kasepuhan

Keraton Kasepuhan Cirebon

Nama : Berlianna Veronika    

Nim : 11140110114

Kelas : G-1






Bhinneka Tunggal Ika, itulah semboyan yang secara turun-temurun dari zaman dahulu hingga saat ini yang masih di pegang secara teguh di negara kesatuan republik Indonesia. Semboyan yang selalu hidup dalam setiap jiwa anak bangsanya, mengalir pengertian yang sangat sederhana namun maknanya yang sungguh mendalam, yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu. Seperti yang diketahui, Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah, panorama alam yang sangat indah, hingga keragaman suku, etnis, dan ras yang menghiasi kebudayaan Indonesia. Keadaan yang seperti ini menciptakan beragam kehidupan yang tersebar di berbagi daerah, baik di perkotaan, kabupaten, kecamatan, pedesaan, hingga lingkup kecil dalam sebuah kelompok kehidupan. Kehidupan keseharian yang terjadi, baik itu dari segi perilaku, bahasa, kepercayaan yang dianut, adat istiadatnya dan sebagainya, pada akhirnya akan menciptakan sebuah kebudayaan yang menjadi sebuah gambaran atau ciri khas akan kelompok tersebut. Tidak ada yang sepenuhnya mirip atau sama di dunia ini, begitu pula dengan kebudayaan yang sangat beragam dan berbeda satu dengan yang lain. Akan tetapi, dengan segala perbedaan dan keragaman budaya yang tersebar di Indonesia, satu harapan yang selalu dijunjung tinggi bahwa dalam segala perbedaan yang ada semuanya adalah satu dalam kehidupan Indonesia.

Komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter). Kebudayaan merupakan kehidupan keseharian yang dilakukan oleh sebuah kelompok secara turun-temurun dan diwariskan pada setiap generasi, meliputi bahasa keseharian yang digunakan untuk percakapan, agama yang menjadi kepercayaan, tradisi adat istiadat yang dilaksanakan, pakaian keseharian, mata pencaharian, dan pola keseharian lainnya. Kebudayaan yang melekat pada sebuah kelompok tertentu akan menjadi sebuah gambaran atau ciri khas yang menjadi simbol kelompok tersebut. Ciri khas tersebut nantinya akan membedakan sebuah kebudayaan dengan kebudayaan lainnya dan akan menghasilkan beragam perbedaan. Semakin banyaknya kelompok kehidupan yang tersebar diberbagai daerah, pastinya akan melahirkan beragam kebudayaan pula. Dengan segala keberagaman yang ada harapannya setiap kelompok mampu menghormati dan menghargai kebudayaan kelompok lain. Sehingga negara Indonesia akan semakin kaya dengan budayanya dalam sebuah kerukunan kehidupan.

Dalam kesempatan kali ini, kunjungan observasi kebudayaan yang saya lakukan yaitu dengan mendatangi sebuah kota di daerah barat pula Jawa yang tepatnya di kota Cirebon. Mungkin banyak orang sering mendengar kata Cirebon tetapi tidak banyak yang tahu apa saja yang ada di kota tersebut atau apa yang menjadi ciri khas kota tersebut.  Kesederhanaan serta ketentraman kota ini menjadi sebuah pusat kunjungan yang patut untuk didatangi. Tidak seperti kota Jakarta yang sangat ramai dipenuhi dnegan kemacetan lalu lintas, kota Cirebon terlihat lancar dan lalin kendaraan sangat lowong. Jalan-jalan raya yang luas dan lebar memungkinkan banyak kendaraan seperti motor, mobil, kendaraan umum, hingga kendaraan tradisional seperti becak masih dengan mudah di temui di kota ini. Kota Cirebon sendiri tidaklah begitu luas, dan ketika saya berkunjung disana pun, dengan mudah saya dapat menghafal rute perjalanan karena lokasi yang mudah diingat dan termasuk wilayah yang kecil.

Perjalanan kunjungan observasi ke kota Cirebon saya lakukan dengan menggunakan jasa kereta api Cirebon express. Pagi-pagi betul sekitar pukul 05.20 saya telah tiba di stasiun Gambir yang merupakan stasiun antarkota yang menghubungkan Jakarta dengan berbagai kota lainnya di daerah Jawa. Lokasi stasiun Gambir berada di pusat kota Jakarta yang lokasinya juga sangat dekat dengan tugu monumen nasional yang menjadi icon kota Jakarta. Sesampainya di stasiun Gambir, walaupun terbilang masih sangat pagi tetapi jumlah penumpang yang terlihat di stasiun Gambair sudah sangat padat dan ramai. Tepat pukul 06.00, saya telah duduk manis di dalam kereta yang cukup memadai kondisinya dengan fasilitas yang mendukung, untuk menunggu keberangkatan menuju kota Cirebon. Diperlukan waktu sekitar tiga jam untuk menempuh perjalanan hingga tiba di stasiun Cirebon.

Di sepanjang perjalanan masih terlihat gedung-gedung tinggi nan megah yang menandakan bahwa lokasinya masih berada di kawasan kota Jakarta. Tetapi seiring perjalanan, sudah mulai terlihat pemandangan hijau berupa persawahan yang terbentang luas di sejauh mata memandang. Beberapa sawah ada yang tergenang oleh air akibat curah hujan pada musim ini, tetapi ada pula yang tumbuh dengan subuh karena telah ditanami kembali. Suasana pedesaan pun begitu terasa ditambah pula dengan udara sejuk di pagi hari.
Tak terasa tiga jam berlalu dengan cepat hingga saya tiba di stasiun Cirebon. Stasiun Cirebon relatif kecil dan sederhana apabila dibandingkan dengan stasiun Gambir. Saya pun mulai berjalan menuju pintu keluar stasiun dan mulai dihampiri beberapa buruh yang menawarkan jasa untuk mengangkat barang bawaan para penumpang. Saya pun terus berjalan dan tidak terlalu mengacuhkan mereka.

Becak, kendaraan tradisional

Dalam perjalanan saya menuju lokasi tujuan, beberapa hal yang sungguh menarik perhatian mata saya yaitu kendaraan tradisional berupa becak yang masih digunakan sebagai kendaraan sehari-hari. Kendaraan ini mungkin sudah sangat asing di kota-kota besar seperti Jakarta, tetapi dengan senangnya kendaraan ini dapat saya temui kembali di kota Cirebon. Apabila kita ketahuin, kota Cirebon mungkin telah banyak beradaptasi dengan kebudayaan modern yang didukung juga dengan adanya perantauan yang datang ke Cirebon atau masyarakat Cirebon yang tinggal di Jakarta. Pengaruh modern yang mereka dapatkan, sekiranya akan disebarkan menjadi keseharian di kota asalnya. Namun dapat disadari, kota Cirebon mampu berusaha untuk melestarikan kebudayaan daerahnya yang salah satunya masih memperbolehkan adanya kendaraan becak.

Nasi Jamblang

Sembari menyusuri kota Cirebon, saya juga sempat mampir sebentar untuk mengisi perut yang sudah mulai terasa kosong. Masuklah saya kedalam sebuah rumah makan yang bertuliskan “ rumah makan Mangduli “ sebagai nama dari rumah makan tersebut. Rumah makan ini menjual makanan khas kota Cirebon yaitu nasi jamblang, dan hanya menjual satu jenis makanan itu saja. Nasi jamblang adalah nasi yang dibungkus dengan daun jati dan ukurannya sangatlah kecil. Biasanya untuk porsi makan biasa, tidak cukup hanya 1 nasi jamblang karena porsi nasinya yang sedikit. Nasi jamblang ditambahkan dengan adanya lauk yaitu berupa dendeng, telor dadar, tahu sayur, sate kentang, perkedel kentang, paru, sate usus, sambel goreng, dan beragam lauk lainnya. Harganya yang relatif murah dengan perut kenyang yang telah menyantap nasi jamblang dalam porsi besar.

Lalu saya melanjutkan perjalanan menuju lokasi tujuan utama yang ingin saya observasi, yaitu Keraton Kasepuhan. Keraton ini tidak jauh lokasinya dari pusat perkotaan, dan dengan waktu yang singkat saya telah sampai di lokasi observasi. Keadaan yang terlihat dari pintu masuk utamanya, keraton ini sedang mengalami renovasi pada bagian alun-alunnya sehingga terlihat beberapa tempat yang tidak secara utuh karena masih dalam sebuah rangka kayu. Tetapi ketika memasuki keraton ini yang saya rasakan yaitu kesederhanaan dan kehidupan yang sarat akan nilai-nilai kebudayaan yang secara turun-temurun diwarisi.

Keraton Kasepuhan                                        Patung Macan Putih

Inilah keraton kasepuhan yang didirikan pada tahun 1529 dengan luas tanahnya kurang lebih 25 hektar. Keraton kasepuhan sendiri mengandung arti yaitu keraton yang dipimpin oleh seorang sesepuh atau orang yang sudah tua. Apabila dilihat dari gambaran teori Culture is symbolic (Samovar) bahwa budaya itu juga tercermin dari simbol yang terkandung didalamnya. Sama halnya dengan keraton kasepuhan yang merupakan salah satu penerus dari kerajaan padjajaran yang sarat akan simbol kerajaannya yaitu macan putih, sehingga keraton pun mengadopsi simbol macan putih tersebut. Keraton ini merupakan keraton terbesar yang ada di kota Cirebon.

Sultan Sepuh ke-14, Pangeran Arif Natadiningrat

Saat ini keraton kasepuhan di pimpin oleh seorang sultan sepuh ke-14 yang bernama pangeran Arif natadiningrat. Mungkin pada zaman dahulu para keturunan keraton masih sangat susah untuk bersekolah atau menempuh pendidikan diluar kehidupan keraton, sehari-harinya mungkin mereka hanya belajar budaya keraton atau hanya hidup dengan kebudayaan saja. Tetapi sultan yang memimpin keraton saat ini telah bergelar sarjana ekonomi, yang artinya kehidupan zaman memang sudah berkembang. Kehidupan keraton yang dulunya hanya berkutat dengan kebudayaan yang sangat sakral, sekarang sudah lebih berbaur dan terbuka namun tetap tidak menghilangkan unsur kebudayaan serta adat istiadat yang telah turun-temurun diwariskan dan juga tetap mempertahankannya.

Alun-Alun Sangkala Buana

Ini adalah alun alun sangkala buana. Alun-alun ini sudah terlihat jelas ketika saya memasuki pintu utama keraton kasepuhan karena terbuka dan dapat dilihat dari arah luar sekalipun. Alun alun ini sangat besar dan luas dan terdiri dari beberapa bangunan. Saat ini alun-alun sedang dalam proses renovasi dan mengalami beberapa perbaikan. Alun-alun ini dahulu digunakan dan difungsikan untuk upacara upacara akbar yang diselenggarakan oleh keraton, digunakan pula untuk latihan perang-perangan bagi para prajurit keraton, serta latihan baris berbaris. Saat ini fungsi alun-alun masih digunakan sebagai singgasana sultan ketika adanya perhelatan akbar yang diselenggarakan keraton, jadi sultan duduk di alun-alun untuk menyaksikan dari sudut pandang secara keseluruhan.

Abdi Dalam

Setelah menelusuri alun-alun dan mau memasuki ke bagian dalamnya keraton, lalu saya bertemu dengan seorang tour guide yang ternyata adalah seorang abdi dalam. Beliau adalah seorang abdi dalam yang mengerti betul tentang seluk-beluk kehidupan serta kebudayaan keraton hingga sejarahnya pula. Maksud dari gelar abdi dalam sendiri yaitu, dahulu orangtua beliau adalah pembantu atau pesuruh keluarga sultan. Sehingga kesehariannya sangat dekat dengan keluarga sultan dan secara tidak langsung berbagai informasi internal yang ada didalam keraton mampu dipahami dengan baik dan tertanam dalam benaknya. Pengabdian tersebut lalu diturunkan kepada generasi seterusnya untuk tetap menjadi pihak dalam yang mengurusi keluarga sultan. Identitas berupa pakaian yang beliau gunakan adalah pakaian sehari-hari yang khusus bagi abdi dalam. Motif atau corak yang ada pada celananya menggambarkan batik mega mendung yang merupakan motif batik khas kota Cirebon sedangkan penutup kepalanya yaitu blangkon.


Pintu Gledegan

Saya pun mulai melangkah lebih jauh lagi untuk menelusuri keraton yang lebih dalam lagi. Yang saya temui selanjutnya adalah pintu gledegan. Alkisah pada zaman dahulu, penjagaan sangat ketat dilakukan oleh para prajurit keraton. Nah, pintu ini adalah pintu utama untuk para tamu memasuki keraton. Dulunya setiap tamu yang akan masuk ke dalam keraton, sebelumnya akan di gledah terlebih dahulu. Tamu akan di periksa dengan sangat detail dan yang sangat uniknya yaitu ketika para prajurit yang menjaga pintu ini menggeledah, mereka akan berteriak dengan suara kencang layaknya bunyi petir di kala hujan akan tiba. Maka dari itu, pintu ini punya sejarah nama tersendiri karena budaya turun-temurun yang berkembang di kehidupan keraton.

Masjid Langgar Agung

Masjid ini adalah tempat untuk melakukan ibadah sholat bagi umat yang beragam Islam pada setiap harinya. Nah, setiap setahun sekali akan di gelar acara maulid nabi yang diperingati dengan hari kelahiran Allah SWT. Dalam perayaan ini, perhelatan besar sudah menjadi ritual adat istiadat yang dilakukan oleh keraton. Salah satu tradisinya yaitu nasi kuning dan nasi uduk di arak dari dalam keraton pada pukul 9 malam dan akan kembali lagi ke dalam keraton pada pukul 12 malam. Apabila nasi kuning dan nasi uduk tidak habis di santap pada waktu acara, maka akan dibagikan kepada warga sekitar yang datang dan sebagaian lainnya akan kembali diarak ke dalam keraton. Tradisi ini sudah menjadi ritual tahunan yang selalu digelar oleh pihak keraton dan merupakan adat istiadat yang terus dilestarikan secara turun-temurun.



Gapura Buk Bacem

Uniknya dari gapura ini, dahulu sebelum dibentuk menjadi sebuah gapura bahan-bahan yang digunakan melalui sebuah proses tahapan. Terlebih dahulu semua bahan dicampur, dimasukkan, dan direndam dalam sebuah kolam dalam kurun waktu 6 bulan hingga 1 tahun. Lalu diberi ramuan khusus serta lumpur sehingga bahan yang digunakan nantinya aman dan anti rayap. Tradisi ini sering dilakukan dalam bangunan-bangunan yang terdapat pada keraton dan menjadi sebuah kepercayaan terhadap budaya yang diwariskan turun-temurun. Hiasan-hiasan yang terdapat pada gapura ini yaitu berupa piring-piring bekas peninggalan masyarakat Cina dan dijadikan sebagai hiasan yang menandakan bahwa adanya keterbukaan terhadap kebudayaan lainnya tanpa menghilangkan makna kebudayaan keraton yang sesungguhnya.

Kembang Kalidaran

Ini adalah salah satu hiasan yang terdapat pada tembok ruangan bangsal prabayasa. Dominasi warna merah terlihat cukup jelas pada hiasan ini yang diwariskan dan pengaruh budaya Cina. Jadi pada zaman dahulu, banyak warga keturunan Cina yang singgah di keraton dan hidup dalam kerukunan kebudayaan keraton. Nah, sedikit banyak mereka memberi sentuhan arsitektur terhadap pola bangunan di keraton. Sehingga banyaknya simbol atau motif kebudayaan Cina yang terlihat dalam keraton ini, yang salah satunya motif kembang kalidaran ini. Kembang kalidaran melambangkan perdamaian, sedangkan terdapat pula buah manggis pada bagian kirinya yang melambangkan kejujuran serta ada pula motif batik mega mendung khas kota Cirebon pada bagian bawahnya. Beberapa sudut-sudut yang terdapat dalam keraton memang menyimpan kebudayaan Cina, karena dahulu salah satu istri sunan gunung jati yang bernama putri Ong Tien merupakan wanita keturunan Cina. Maka terjadilah pernikahan antar budaya antara sultan dengan wanita yang berkebudayaan berbeda. Sehingga ketika kehidupannya berlangsung didalam keraton, sedikit banyak dia memberikan pengaruh dalam pola arsitektur budaya keraton. Sehingga keraton ini menyimpan unsur komunikasi antar budaya yang diadopsi dari kebudayaan Cina.

Lukisan Prabu Siliwangi

Hal yang paling unik dari keraton ini, yaitu terdapat sebuah lukisan sosok Prabu Siliwangi. Lukisan ini di lukis leh seorang pemuda yang berasal dari kota Garut. Lukisan ini tidak hanya sekedar lukisan yang dipajang begitu saja. Tetapi apabila diamati lebih daam lagi, lukisan ini selalu mengikuti kemana arah kita melihat lukisan ini, baik itu tatapan matanya serta posisi kaki dan postur tubuhnya yang menghadap dari arah mana kita melihat lukisan ini. Sontak lukisan ini menjadi sebuah komunikasi non verbal yang walaupun tidak berkomunikasi secara langsung tetapi mampu menciptakan makna kepada yang melihat lukisan ini. Lukisan ini telah mengandung unsur-unsur komunikasi non verbal, baik itu postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, dan lainnya. Setiap orang yang melihatnya pasti merasa kagum dan takjub melihat sosoka Prabu Siliwangi yang dilukis dengan begitu gagahnya. Ditambah lagi dengan sosok raja yang mengenakan pakaian khas yang melambangkan bahwa dia adalah raja yang tetap mempertahankan kebudayaan keraton.


Ranjang Kencana

Pada komunikasi non verbal kesan warna yang terlihat memiliki arti dan makna tersendiri. Keindahan warna dan jumlah kain yang terdapat pada ranjang tersebut mampu berkomunikasi secara non verbal atau secara tidak langsung. Pada konteksnya non verbal merupakan komunikasi secara tidak langsung atau komunikasi dari sesuatu hal yang mempunyai makna. Makna dari warna-warni kain yang mengelilingi ranjang tersebut menyimpan unsur keindahan dan menjadi lambang atau simbol dari kesembilan wali. Jumlah kain yang terdapat pada ranjang tersebut ada 9, yang maknanya mengartikan tentang perjalanan kesembilan wali dalam menyebarkan agama islam.

Kereta Kencana Singa Barong

Identitas budaya sebagai identifikasi komunikasi dari sistem perilaku simbolis verbal dan non-verbal yang memiliki arti dan yang dibagikan di antara anggota kelompok yang memiliki rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa dan norma-norma yang sama. Identitas budaya merupakan konstruksi sosial. (Fong). Kereta ini merupakan kendaraan yang digunakan oleh sultan ketika adanya perhelatan akbar yang di gelar di dalam keraton. Kereta ini punya arti dan makna tersendiri sebagai kendaraan identitas keraton di kota Cirebon. Arti dari belalainya melambangkan kota Cirebon yang bersahabat dengan negara India dalam agama hindu. Arti tanduknya melambangkan kota Cirebon bersahabat dengan negara Cina dalam agama budha. Dan arti sayapnya melambangkan kota Cirebon bersahabat dengan negara Mesir dalam agama Islam. Ketiga lambang ini dikenal dengan istilah trisula. Perpaduan yang terdapat dalam setiap lambang tersebut diharapkan terciptanya sebuah tatanan antar kebudayaan.


Sumur Upas (Sumur Soka)

Dari teori tentang worldview pada buku Samovar mengatakan bahwa elemen worldview terbagi atas beberapa hal, yang diantaranya hal gaib (yang tak terlihat), kekuatan, dan dasar/prinsip serta kepercayaan manusia atas hal supranatural. Apabila diterapkan dalam kehidupan keraton, sumur upas atau sumur soka ini menjadi sumur keramat yang dipercayai secara turun-temurun. Bukan karena bangunan sumur ini yang megah atau pun berfondasi yang kuat, tetapi kekuatan mistis yang tidak terlepas begitu saja. Maka dari itu, sumur ini menjadi salah satu kebudayaan yang menjadi kepercayaan keraton. Zaman dahulu sumur ini punya peranan penting, dimana ketika ada seorang pencuri yang tertangkap bersalah akan dipaksa untuk minum air dari sumur ini. Menurut keyakinan, air pada sumur ini seperti bisa mendeteksi apakah seseorang jujur atau tidak. Apabila orang tersebut tidak jujur, maka reaksi yang akan dihasilkan setelah minum air dari sumur ini yaitu orang tersebut akan kesurupan dan menjadi gila. Mungkin hal seperti ini di zaman modern menjadi omongan kosong belaka, namun bagi para nenek moyang di zaman dahulu yang sangat yakin dan percaya akan hal gaib yang turut melindungi dunia ini, maka sumur ini pun menjadi suatu hal yang disakralkan pada zamannya. Diyakini bahwa adanya kehidupan diluar kehidupan nyata manusia, dan kehidupan tersebut punya kekuatan yang walaupun tidak terlihat sekali pun. Sama halnya dengan sumber mata air sumur ini yang mengalir sendiri tanpa dicari dari mana sumber air tersebut berasal, ini layaknya sebuah teka-teki tetapi menyimpan sebuah rahasia.


Keraton Awal

Ini adalah keraton awal. Pada saat saya ingin memasuki keraton ini, abdi dalamnya mengatakan kalo saya tidak boleh masuk. Sontak saya kaget karena dilarang masuk. Ternyata menurut kepercayaan secara turun-temurun, keraton awal ini sangat disucikan dan bagi para wanita dilarang untuk memasuki keraton ini. Keraton ini hanya boleh dimasuki oleh kaum pria saja. Biasanya didalam keraton ini, para pria melakukan kegiatan meditasi untuk mencari ketenangan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apabila di interpretasikan, mungkin kaum hawa atau wanita dilarang masuk karena dapat saja menggoda pikiran dan nafsu para kaum pria, sehingga terkesan menodai apabila terjadinya perubatan atau pikiran yang negatif dan juga kehilangan konsentrasi. Oleh karena itu, keraton ini sangat sakral dan disucikan hanya khusus bagi kaum pria saja.


Berli

Walaupun dalam kehidupan keraton kasepuhan ini tidak terlalu banyak interaksi atau komunikasi yang terjadi secara langsung, namun dari simbol-simbol, komunikasi non verbal dan aspek komunkasi antar budaya lainnya begitu banyak terdapat di dalam keraton ini. Seluruh aspek mempunyai nilai-nilai kebudayaan yang dikomunikasikan secara turun-temurun hingga kehidupan keraton saat ini. Dengan harapan keraton tetap ada untuk kehidupan kebudayaan raja-raja serta adat-istiadat yang masi dipegang kukuh dan menjadi suatu pertahanan terhadap kebudayaan yang diteruskan dari zaman dahulu sampai dimasa mendatang.
Terima kasih, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan akan kebudayaan bangsa ini. 

No comments:

Post a Comment