Nama :
Gloria Putri Angelina
NIM :
11140110191
Kelas :
B-1
Sebagai
anak muda di jaman sekarang, seperti saya, kebanyakan para remaja ini lebih
menguasai atau lebih mengenal budaya yang masuk dari luar. Memang itu tidak
bisa dihindari karena begitu cepatnya teknologi sehingga siapapun bisa
mengakses musik atau menerapkan budaya luar dengan mudah. Seperti yang sekarang
kita rasakan, yang sedang boom-ing adalah K-POP dan barat.
Memang
tidak semua remaja jaman sekarang terpukau dan terfokus pada budaya luar. Ada yang
masih memegang teguh prinsip sebagai orang yang “Indonesia banget”. Sebagai
contoh, budaya betawi, banyak kita lihat acara-acara budaya betawi ditelevisi
yang dipelopori oleh anak remaja sampai dewasa yang mengenalkan budaya betawi
ini kepada masyarakat luas.
Alangkah
baiknya para remaja ini mempunyai kesadaran diri untuk mem-balance budaya dari luar
dan budaya dari negeri sendiri. Banyak sekali contoh budaya Indonesia yang
seharusnya tidak hanya sekali ditampilkan atau dipromosikan oleh sebagaian orang
yang benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk kelangsungan hidup kebudayaan
Indonesia itu sendiri.
Caranya
bukan hanya diri kita sendiri sebagai warga Indonesia yang mempromosikan tetapi
pemerintah juga harus ikut serta, seperti dimasukkan hal mengenai kebudayaan
Indonesia ini ke dalam kurikulum sekolah.
Dan
kali ini, saya ingin menunjukkan bahwa ada tradisi Indonesia yang sudah jarang
kita lihat, yaitu tradisi budaya masyarakat cina benteng: Gambang Kromong.
“Apa
sih Gambang Kromong?” Hal ini pasti terlintas dalam pikiran anda ketika membaca
kalimat diatas. Gambang Kromong merupakan musik hasil perpaduan dari alat-alat musik Tionghoa
dengan gamelan dimana adanya perpaduan antara unsur Tionghoa dengan unsur pribumi. Namun, pasti kita sudah sangat jarang mendengarnya sekarang.
Kecuali orang-orang yang tinggal didaerah Tangerang, khususnya masyarakat cina
benteng ini.
Biasanya Gambang Kromong
ini bisa kita lihat dan dengarkan pada acara-acara tertentu di masyarakat cina
benteng ini seperti perayaan Imlek, pernikahan hingga kematian. Gambang Kromong
dianggap bagian penting bagi tradisi masyarakat cina benteng dan masih
betul-betul hidup dengan menurunkannya kepada anak cucu mereka.
Lalu,
apa sih arti cina benteng itu
sebenarnya? Dan mengapa ia juga masuk dalam kebudayaan Indonesia?
Sedikit
kilas saja, mengapa disebut sebagai cina benteng karena pada jaman dulu
masyarakat cina benteng ini tinggal di “Benteng”, yang merupakan nama lama dari
kota Tangerang.
Hal
yang membedakan cina benteng dengan masyarakat Tionghoa lainnya yang biasanya
berkulit putih; masyarakat cina benteng ini mempunyai kulit yang lebih gelap
dan sudah jarang menggunakan bahasa cina karena masyarakat cina benteng ini
sudah berbaur dengan masyarakat pribumi.
Agama
yang dianut oleh masyarakat cina benteng ini juga beragam, ada: Buddha,
Taoisme, Konghucu, Protestan, Katolik dan ada juga sedikit di antara mereka yang
beragama Islam.
Nah,
Saya berkesempatan mengunjungi salah satu tempat perkampungan masyarakat cina
benteng yang ada di kampung Sewan, terletak pada kelurahan Mekarsari, Kecamatan
Neglasari, Kota Tangerang. Kampung cina benteng ini sudah ada sejak tahun 1407
hingga sekarang.
Tampak depan saat memasuki Kampung Sewan |
Begitu
saya masuk ke area perkampungan cina benteng ini karena didepannya itu ada
gapura berwarna yang sangat etnik dengan budaya cina yang bertuliskan
“perkumpulan Tjong Tek Bio”. Memasuki perkampungan ini sama seperti
perkampungan pada umumnya. Ada kegiatan ekonomi sehari-hari seperti adanya
warung dan tempat berjualan lainnya. Dan saya melihat kearah kanan ketika saya
berjalan ada tempelan kertas berwarna putih dipintu salah satu rumah penduduk
dan saya bertanya-tanya apakah itu?
Kertas Hu yang sempat membuat saya penasaran :D |
Dikertas
berwarna putih tersebut bergambarkan seorang dewa dengan bertuliskan huruf cina.
Dalam perjalanan melakukan observasi, saya masih memikirkan kertas apakah itu
karena terlihat sangat familier. Dan akhirnya saya mengetahui mengapa saya
merasa familier dengan bentuk kertas tersebut. Karena saya sering melihatnya di
film-film cina dimana kertas tersebut merupakan sebuah jimat.
Nah,
rasa penasaran saya itu terjawab setelah saya melakukan searching di internet dan menemukan bahwa jenis kertas yang
tertempel dipintu itu namanya Hu atau jimat. Hu atau jimat ini dipercaya oleh
masyarakat cina, umat taoisme dan Buddha sebagai pembawa beberapa keberuntungan
dan sebagai pelindung. Kertas Hu ini ada dalam beberapa warna seperti merah,
kuning, hijau, putih dan hitam. Seperti Hu warna merah digunakan untuk
penglaris usaha dagang. Dalam penggunaannya, kertas Hu dapat dibakar, dilipat,
ditempel atau taruh ditempat manapun yang ditentukan. Dan Hu mempunyai batas
waktu manfaatnya
Seperti
yang sudah saya ulas terlebih dahulu mengenai berbagai macamnya agama pada
masyarakat cina benteng, dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk sekitar
memeluk agama Buddha dan Konghucu ketika saya melihat beberapa rumah penduduk
yang mempunyai tempat untuk menaruh hio didepan rumah mereka.
Tempat untuk bakar Hio |
Kediaman
Pak Goyong langsung dapat saya kenali karena ada banyaknya alat musik yang
digantung di depan rumahnya. Alat musik yang saya lihat ini bernama teh yan dan
merupakan salah satu alat musik tradisional cina dalam Gambang Kromong.
Tampak depan kediaman Bapak Goyong |
Saat
saya tengah memperhatikan bentuk alat musik teh yan, tak lama kemudian saya
disambut oleh lelaki tua ramah yang keluar dari dalam rumah. Oen Sin Yong alias
Goyong mempersilahkan saya masuk dan saya menemukan lebih banyak teh yan lagi yang
digantung didinding rumahnya serta penghargaan-penghargaan yang telah ia
dapatkan.
Piagam dan penghargaan-penghargaan milik Bapak Goyong |
Musisi
Gambang Kromong ini ternyata membuat alat musik teh yan sendiri tanpa bantuan
orang lain loh. Sungguh hebat dan kagum ketika mendengar Pak Goyong mengalunkan
lagu dengan teh yan yang terdengar nyaring namun enak didengar. Sekilas
terdengar seperti memainkan lagu dari biola. Beliau bilang bahwa cara memainkan
alat musik ini harus dengan feeling.
Karena
saya pernah berpengalaman belajar bermain biola yang menurut saya cukup sulit,
melihat alat musik teh yan menarik perhatian saya karena tidak seperti halnya
gitar yang mempunyai fret untuk mencari nada. Alat musik teh yan justru tidak
memiliki fret. Bisa dibayangkan bahwa anda harus memilki feeling yang amat
terasah untuk dapat memainkan alat musik ini.
Aliran
darah seni Pak Goyong ini berasal dari keluarganya yang seniman. Dimana sang
ayah, Oen Oen Hok yang dulu merupakan pemimpin grup Gambang Kromong yang
terkenal pada saat masanya. Sementara ibunya, Masnah adalah penyanyi yang menyanyikan
lagu pada Gambang Kromong. Beliau mengutarakan bahwa saat masih kecil ia sering
mendengarkan alunan teh yan dan mendalami Gambang Kromong pada tahun 1976.
Saat
tengah asyik berbincang-bincang, Pak Goyong menawarkan untuk memainkan alat
musik lain. Kali ini ia mengeluarkan alat musik seperti terompet, bernama
suona. Alat musik ini juga dibuat sendiri oleh beliau. Tidak lama kemudian, ia
mengajak anaknya untuk bermain musik dengannya. Lalu sang anak mengambil alat
musik gendang dan bermain seiring dengan suara terompet yang dimainkan oleh Pak
Goyong. Suara dari alat musik terompet ini sangat kencang sekali dan nyaring.
Untuk
dapat mengeluarkan nada pada alat musik terompet ini, harus ada benda yang
ditaruh diatas yang berfungsi untuk ditiup. Bila tidak ada benda tersebut, maka
terompet tersebut tidak dapat mengeluarkan nada.
Alat yang ditaruh diatas terompet untuk ditiup |
Walaupun
usianya sudah tua, tapi beliau terlihat tidak merasa kelelahan saat meniup alat
musik. Padahal alat musik ini memerlukan nafas yang panjang. Bisa jadi saya
tidak mampu untuk memainkannya dan bisa dibayangkan saya kehabisan nafas atau
terengah-engah. Itu merupakan bukti bahwa begitu erat dan menyatunya beliau
dengan alat musik ini. Saat memainkan alat musik ini, ia mengajak anaknya untuk ikut bermain mengiringinya dengan alat musik semacam gendang.
Pada
awalnya, beliau dan beberapa anggota grup musik Gambang Kromong-nya ini hanya
tampil didaerah Tangerang saja. Namun, sekarang grup musiknya tengah mengisi
banyak acara dan bahkan sudah pernah diundang oleh pemerintah untuk acara
penyambutan tamu asing di Bandara Soekarno-Hatta. Ini merupakan salah satu
upaya pemerintah agar musik tradisi Indonesia tidak hilang dalam masyarakat dan
terus ditunjukkan pada dunia akan keanekaragaman seni Indonesia.
Setelah
memainkan alat musik terompet, suona, beliau mengeluarkan alat musik lain yaitu
gamelan. Saya sangat terkesan dengan pak Goyong. Beliau yang sudah tua terlihat
sangat semangat ketika mau memainkan alat musiknya. Jiwa kesenian akan tradisi
Gambang Kromong sangat terlihat dalam pribadi pak Goyong.
Rasa
semangat akan musik tradisional ini pasti jarang kita temukan pada pribadi anak
muda jaman sekarang. Tentu saja, karena mereka lebih semangat pada musik dari
budaya luar dan yang lebih moderen. Jangan anak muda yang lain, saya sendiri
saja merasa sangat kurang akan pengetahuan musik tradisional budaya saya
sendiri.
Sungguh
disayangkan bukan? Bagaimana dengan nasib anak cucu kita nanti, bila kita saja
tidak mengerti dan tidak menghargai musik tradisional budaya sendiri. Pasti
akan hilanglah budaya tersebut bila kita tidak lestarikan dan menurunkannya
pada anak cucu kita.
Dari
Pak Goyong, saya belajar bahwa sebuah budaya merupakan sebuah identitas dan
suatu hal yang harus saya hargai dan jaga agar tidak hilang. Karena pentingnya
sebuah tradisi dalam budaya sebagai identitas untuk diri kita sendiri.
Seperti
yang ditulis dalam buku L. A. Samovar bahwa pentingnya pemahaman akan identitas
yang juga merupakan aspek penting dalam komunikasi antar budaya. Kita dapat
menghidupi hidup kita dengan lebih bermakna jika kita sudah mengetahui betul
identitas diri kita sendiri, bukan?
Dikatakan
juga bahwa identitas anggota yang berasal dari suatu budaya datang dari masa
lalu. Dimana disini sejarah menyoroti asal dari budaya tersebut serta memberitahukan
pada anggota lainnya bagian penting dalam budaya tersebut. Sama halnya dengan tradisi Gambang
Kromong yang ini sudah menjadi sejarah akan setiap keturunan baru dalam keluarga
cina benteng. Tradisi yang dianggap penting ini dianggap sebagai keseharian dan
tradisi kesenian yang tidak boleh sampai hilang.
Agar
budaya tersebut dapat terus bertahan, budaya tersebut tidak hanya sekedar
diberitahukan kepada anggota lainnya. Namun harus diperhatikan bahwa elemen penting budaya tersebut juga secara benar-benar diturunkan pada generasi berikutnya. Dengan begitu, masa lalu tersebut bisa
menjadi masa kini dan akan terus ada sampai masa mendatang.
Brislin
dalam buku Komunikasi Lintas Budaya (L. A. Samovar) berkata, “Jikalau ada
nilai-nilai yang dianggap penting oleh suatu masyarakat yang sudah ada selama
beberapa tahun, hal ini harus ditunkan dari satu generasi ke generasi yang
lainnya.”
Nah,
agar budaya tersebut dapat diturunkan butuhnya ikatan antar generasi yang
tercipta lewat komunikasi. Dimana mereka mengkomunikasikannya kepada anggota
yang lain. Seperti yang dikatakan oleh Kessing, “Satu ikatan yang putus akan
mengarah pada musnahnya suatu budaya.” Dan hal ini tergambarkan pada budaya
Gambang Kromong pada keluarga pak Goyong dimana beliau dapatkan dari Ayahnya
dan kini diturunkan pada anaknya.
Pak
Goyong mengatakan bahwa ia sering mengajak anak lelakinya untuk tampil bersamanya.
Beliau juga turut mengajarkan alat-alat musik tradisional dalam Gambang Kromong
kepadanya. Saat saya bertanya kepada anaknya mengenai perasaannya dengan
dituruninya keahlian Gambang Kromong ini, ia hanya tersenyum malu dan
mengangguk, seakan ia juga sudah mengerti bahwa memang budaya ini harus terus
diturunkan. Beliau tidak ingin tradisi Gambang Kromong ini hilang sehingga ia
ingin agar anaknya meneruskan tradisi ini yang nanti akan diturunkan lagi pada
cucunya dan seterusnya.
Gambang
Kromong ini merupakan rutinitas dan kesibukannya. Beliau beserta anggota grup
musiknya bersedia diundang untuk acara apapun. Karena ia dapat memainkan lagu
apapun, walau baru saja mendengar. Namun, lagu-lagu yang biasa dimainkan oleh
Gambang Kromong adalah lagu-lagu tradisional dan lagu-lagu lama.
Dan
kini, Gambang Kromong sendiri sudah berkembang. Mungkin anda pernah mendengar
dengan Gambang Kromong Kombinasi. Jenis ini sama halnya dengan Gambang Kromong
pada umumnya namun adanya penambahan alat-alat musik barat yang moderen seperti
gitar, bas, organ, drum, dan lainnya. Walaupun begitu, lagu masih dimainkan
secara wajar dan sama sekali tidak mengurangi kekhasan dari Gambang Kromong itu
sendiri.
Bila
tidak ada kerjaan, beliau dapat mengisi waktu luangnya dengan membuat alat
musik. Tidak seperti di negeri asal pembuatan teh yan, Cina, yang dimana bagian
bawah penutupnya menggunakan kulit ular, beliau menggunakan kulit kayu tipis.
Alat musik Teh yan |
Selain
berkunjung ke rumah pak Goyong, saya memutuskan untuk mengunjungi Klenteng yang
berada dalam perkampungan tersebut yang merupakan tempat ibadah bagi warga cina
benteng umat Konghucu setempat. Letaknya tidak begitu jauh dari rumah pak
Goyong.
Dari
kejauhan saya sudah dapat melihat Klenteng tersebut karena bangunannya yang
berwarna merah. Saat saya sampai didepan Klenteng tersebut saya sudah dapat
merasakan aura yang berbeda. Suara angin membuat perasaan menjadi tenang dan
nyaman. Saya bisa merasakan damai dihati.
Ketika
saya memasuki Klenteng tersebut, saya dapat mendengar alunan musik cina yang
diputarkan. Klenteng hok tek tjeng sin ini berdiri sejak tahun 1830. Dan sudah
mengalami pemindahan pada tanggal 2 Juli 1966 karena longsor yang terjadi pada tempat
sebelumnya.
Namun
Klenteng pada hari itu sangat sepi sekali. Hanya ada dua orang lelaki dewasa
yang sedang duduk didalamnya. Dan ternyata orang-orang Klenteng sedang berada
diluar, mengurusi acara perarakan Tanjung Kait untuk merayakan ulang tahun Klenteng
dengan membawa panting ke Tanjung Kait.
Saya
hampir tidak mendapatkan apa-apa dari berkunjung ke Klenteng tersebut karena
tidak ada yang bisa saya wawancarai karena kedua lelaki dewasa tersebut tidak
ingin diwawancarai.
Saat
saya berbalik untuk keluar dari Klenteng, ada seorang kakek tua yang baru saja
turun dari sepeda ontelnya. Ia memasuki Klenteng dengan langkah mantap.
Terlihat masih segar sekali walau kulitnya yang sudah berkeriput dan rambutnya
yang putih.
Bapak Ong Cuan Yong |
“APEK!”,
begitulah panggilan saya pada beliau ketika saya hendak menghampirinya. Apek adalah sebutan untuk orang yang
sudah tua dalam bahasa Tionghoa. Apek ini bernama Ong cuan yong dan beliau
adalah pengurus persembangan di Klenteng ini.
Beliau
sudah menjadi pengurus persembangan di Klenteng hok tek tjeng sin selama 23
tahun lamanya namun masih belum ingin pensiun dari tanggung jawabnya. Apek
tinggal tidak jauh dari Klenteng sehingga ia dengan mudah datang kemari dan
pulang ke rumah.
Jujur,
saya sendiri tidak mengatahui banyak hal mengenai agama Konghucu. Maka, saya
dan teman saya tertarik untuk bertanya-tanya seputar perayaan-perayaan apa saja
yang mereka lakukan disini.
Perayaan
dan kegiatan yang ada antara lain ada: Imlek, Cap Go Meh, Ce it, sembayang
onde, kegiatan membersihkan meja abu, dan Ceng Beng.
Ce
it and Cap Go Meh diambil dari kalender cina dimana Ce it adalah 1, Cap adalah
10 dan Go adalah 5. Setiap tanggal 1 (ce it) dan 15 (cap go), umat Konghucu ini
melakukan sembayang ke Klenteng. Tanggal yang ditentukan ini dilihat dari
rotasi bulan, saat bulan purnama. Sementara Ceng Beng adalah sembayang leluhur
yang dilakukan pada tanggal 5 April.
Begitulah
cerita hasil kunjungan saya pada 22 Desember 2012 lalu ke rumah pak Goyong. Yang
intinya, semoga dapat menyadarkan teman-teman sekalian bahwa pentingnya sebuah
budaya asli kita dan tidak melupakannya ditengah maraknya budaya barat dan
K-POP.
Ayo teman-teman, jagalah budaya kita agar dapat terus ada dan diturunkan ke generasi berikutnya! ;D
Maaf sebelumnya, minta infonya untuk alamat bapak goyong sebab saya tertarik ingin membeli tehyan buatan bapak goyong.
ReplyDeleteTolong infokan alamat lengkapnya ke email safri_engineering@yahoo.co.id
tertulis di artikel: Kampung Sewan, terletak pada kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang.
DeleteGampang gak yah nyari alamat ini? Kalau dari Museum Benteng, apakah dekat? Waktunya googling map neh.
Maaf saya mau nanya. Waktu kunjungan kesan harus ijin dulu ke ketua RTnya atau gimana? Atau bisa langsung kesana. Mau wawancara buat skripsi saya. Kira2 perlu ga menggunakan surat pengantar dari kampus?
ReplyDeleteHello. Boleh minta nomor telefon dari Pak Goyong? Jika boleh, tolong dikirimkan melalui email di quincyaousty@gmail.com
ReplyDeleteTerimakasih! :)