Pages

Friday, January 18, 2013

Baduy dan Keunikannya


Nama : Stephanie Ellen
NIM : 11140110022
Kelas : B-1




Bermodal tekad dan cerita yang di dapat melalui internet dan melalui orang-orang, saya dan teman-teman saya memberanikan diri pergi ke Baduy dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Komunikasi Antar Budaya (KAB) yaitu pergi ke suku-suku yang budaya nya masih kental. Tugas ini diberikan oleh semua dosen KAB di Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Pada malam sebelum hari H, saya menyiapkan keperluan yang akan saya bawa ke sana. Entah mengapa banyak tanda-tanda yang sepertinya tidak mengijinkan saya untuk pergi ke sana seperti ketika teman saya sedang mandi, kalung yang dia pakai tiba-tiba saja terlepas padahal kalung itu tidak pernah dia lepaskan sebelumnya. Kemudian ada lagi ketika waktu sudah menunjukkan tengah malam listrik di kamar saya tiba-tiba mati total dan terdengar suara “Brukkk.....” dari colokan portabel yang sedang di cash. Mungkin saja karena daya listrik di kamar tidak cukup lagi, tetapi dengan hal-hal tersebut ditambah dengan perasaan saya yang semalaman itu deg-degan membuat saya menjadi parno sendiri dan sempat memutuskan untuk tidak berangkat. Tetapi saya mencoba berpikir positif dan akhirnyaa..........
Tepatnya pada 13 Desember 2012, pukul 06.00 WIB saya beserta 4 orang teman saya berangkat dari Serpong menggunakan mobil. Sebelum kami pergi ke Baduy, kami terlebih dahulu pergi ke daerah Padeglang untuk menjemput teman saya yang kebetulan tau jalan menuju ke  Baduy. Dengan total 6 orang kami melanjutkan perjalanan kami. Perjalanan untuk sampai ke terminal Ciboleger (batas akhir kendaraan) membutuhkan waktu 4 sampai 5 jam.
Setengah perjalanan telah kami tempuh dan kami berhenti di sebuah pondok untuk beristirahat sejenak dan bertanya-tanya sedikit kepada masyarakat sekitar tentang Baduy. Bapak yang kami temui saat itu sempat membuat keberanian kami sedikit menurun, karena dia menanyakan apakah kami tau Baduy itu seperti apa, dan tau tidak apa larangan-larangan yang ada di sana. Masa bodohlah, kami pun melanjutkan perjalanan......
Setelah menempuh perjalanan selama 4 sampai 5 jam akhirnya kami sampai di terminal Ciboleger, terminal ini adalah batas akhir kendaraan. Untuk sampai ke Baduy kita hanya bisa menjangkau dengan kaki tidak bisa dengan kendaraan apapun. 

Tugu selamat datang di Ciboleger

Usai memarkirkan kendaraan, kami ngobrol sejenak dengan masyarakat di sana, dan kami bertemu dengan seseorang yang bisa disebut sebagai  orang yang menguasai daerah tersebut dan dia mempunyai link untuk bisa membawa kami ke Baduy. Sebelumnya kami sempat ngobrol sejenak di sebuah rumah makan dengan orang yang mempunyai link tersebut, sebut saja Mas baju kuning. Di rumah makan tersebut kami merasa “dipaksa” untuk makan oleh si pemilik. Mengapa? Karena dia langsung menyediakan air kobokan (untuk cuci tangan) di atas meja dan kataayo de.. ambil saja nasinya sendiri... tidak berhenti terucap dari mulutnya. Akhirnya kami berpikir ada benarnya juga makan karena perjalanan kami selanjutnya itu bukanlah mudah, kami harus mendaki. Maka dari itu saya dan teman-teman saya memutuskan untuk makan. Saya hanya makan nasi dan tempe, sedangkan teman saya ada yang makan, nasi dengan ikan, nasi dengan tempe dan ayam, dll. Ketika ditanya berapa harganya, bapak tersebut tidak bertanya apa yang kami makan melainkan bertanya berapa orang yang makan. 6 orang pak.... begitu jawab kami. Setelah berpikir sebentar kemudian dia menjawab 70rb. Harga yang agak gak masuk di akal.. tapi ya sudahlah... 

Teman saya sedang mengobrol dengan "Mas baju kuning"


Akhirnya kami dibawa oleh Mas baju kuning menuju ke sebuah pos. Di sana kami ditawarin berbagai harga dan berbagai tujuan. Harga untuk tiap tujuan berbeda. Awalnya kami ingin masuk sampai ke Baduy dalam. Tetapi dia mengatakan bahwa orang bertato (kebetulan teman saya ada yang bertato) dan chinese dilarang untuk masuk ke Baduy dalam karena dianggap orang asing. Akhirnya kami memutuskan hanya sampai di Gajeboh dan menginap satu malam dengan membayar tarif 250rb. Perjalanan pun kami lanjutkan....

Jalan untuk masuk ke wilayah Baduy

Kita harus melewati jalan tersebut untuk sampai ke Baduy, disepanjang jalan tersebut banyak sekali warung-warung dan toko kelontong. Biasanya masyarakat Baduy dalam dan Baduy luar akan ke sini untuk berbelanja atau untuk menjual hasil panen mereka. Mereka juga sering menumpang nonton televisi di warung-warung milik warga setempat.

Ucapan selamat datang di Baduy + peraturan

Perjalanan untuk sampai ke Baduy luar membutuhkan kira-kira 1 jam lebih dengan naik turun gunung. Dengan bawaan di tas yang cukup berat+ kesalahan saya dalam memakai sandal, belum apa-apa saya sudah sempat “menyicipi” tanah di sana alias sempat jatuh terduduk karena sandal yang saya gunakan ternyata licin. Kami berjalan melewati hutan dan benar.. naik turun gunung kemudian melewati beberapa perkampungan.

 

Tanjakan dan turunan yang kami lewati untuk sampai ke Gajeboh

Setengah jalan telah kami tempuh dan akhirnya kami memilih beristirahat sejenak di rumah masyarakat sana. Di sana kami sempat ditawarin oleh pemilik rumah durian karena kebetulan kayaknya sedang musim durian disana.. setelah beristirahat kira-kira 20 menit kami kembali melanjutkan perjalanan karena takut hujan kebetulan cuaca saat itu sedang mendung.  Kami kembali memasuki hutan dan mulai naik tanjakan. Ternyata tanjakan yang tadi kami lewati belum seberapa, tanjakan yang kami hadapi kali ini lebih tinggi lagi.. dan itu artinya membutuhkan tenaga lebih banyak lagi... Selama berjalan, kami juga sering melihat masyarakat Baduy dari yang masih kecil hingga yang sudah tua berjalan, mendaki membawa durian. Durian yang dibawa juga tidak sedikit jumlahnya.. ada yang mencapai belasan buah.

Masyarakat Baduy yang membawa durian naik-turun gunung
Foto perkampungan Baduy

Tanjakan demi tanjakan, perkampungan demi perkampungan kami lewati... Akhirnya sampai juga kami di tempat tujuan kami “Gajeboh”. Sesampainya di sana kami langsung disambut dengan anak-anak yang sedang bermain bola.

Papan selamat datang di Gajeboh

Kami segera menuju ke rumah tempat kami akan menginap, sesampainya disana kami langsung disuguhi pernak-pernik khas Badui... ada bapak-bapak yang menjual aksesoris seperti gelang, gantungan kunci, gelas, dll dengan khas ala Badui. Harga yang ditawarkan juga tidaklah mahal 3 buah 10 rb. Kami langsung berburu aksesoris tersebut dan melupakan capek yang kami rasakan selama perjalanan tadi.


Berbagai aksesoris yang dijual

Semua rumah dalam wilayah ini memiliki bentuk yang sama, hanya menggunakan bambu-bambu sebagai lantai dan dinding-dindingnya. Kesederhanaan terlihat jelas di sana, yang membedakan rumah masyarakat baduy dalam dan baduy luar adalah rumah masyarakat baduy luar boleh memiliki beberapa pintu, rumah masyarakat baduy dalam hanya memiliki satu buah pintu saja, kemudian rumah masyarakat baduy luar boleh di paku sedangkan baduy dalam tidak. Pakaian yang digunakan Baduy dalam dan Baduy luar juga berbeda, ciri khas masyarakat Baduy Dalam ialah memakai ikat kepala putih, baju putih dan biru tua, tidak memakai sandal. Sedangkan Baduy Luar, pakaian dan ikat kepalanya berwarna hitam dan memakai sandal. Selain pakaian yang membedakan masyarakat Baduy luar dan dalam ada lagi yang mebedakan yaitu masyarakat Baduy dalam masih kental dengan budaya dan masih sangat patuh dengan adat, sedangkan Baduy luar lebih terbuka. Oh yaa.. masyarakat di Baduy ini semua merupakan kelompok masyarakat Sunda. Jadi bahasa yang mereka gunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain adalah bahasa Sunda.

Rumah tempat kami bermalam

Masyarakat Baduy Luar

Anak-anak dari Baduy Dalam

Sesampainya di sana, setelah beristirahat sebentar, kami langsung mencoba sungai yang ada di sana.. karena itu lah sasaran kami setelah capek berjalan lama. Air sungai di sana sangat lah sejuk , dan jernih. Setelah mencuci muka di sana, kami sempat bermain sebentar di air sungai tersebut. Air sungai itulah yang digunakan masyarakat Baduy untuk mandi, cuci baju,dll. Oh yaa... di Baduy luar kalo kita mandi, kita masih boleh menggunakan sabun, shampoo dan odol. Tetapi di Baduy dalam kita tidak bisa menggunakannya. Tapi jangan takut, walaupun mereka tidak menggunakan sabun dan odol untuk mandi mereka tidak bau kok.. tidak tercium aroma apa pun ketika kita berada dekat mereka. Kemudian di Baduy luar kita masih bisa leluasa menggambil gambar sedangkan di Baduy dalam kita tidak diijinkan untuk menggambil gambar sama sekali. Jika anda tidak ingin mandi di sungai ada juga WC umum yang bisa anda gunakan untuk mandi. Tapi WC tersebut sangatlah sederhana... kabar baiknya lagi, WC tersebut hanya ada satu.. jadi kita harus antri untuk bisa menggunakannya..

Sungai tempat masyarakat Baduy mencuci, mandi, dll

WC umum yang ada di sana

Di sana makanan yang kami makan juga sangatlah sederhana, kita yang menentukan apa yang akan kita makan.. jadi waktu itu yang kami bawa hanyalah mie dan otomatis yang kami makan hanyalah mie.. untung di sana ada warung kecil, kami membeli telur dan juga sarden.. akhirnya itulah yang kami makan selama 2 hari..
Alat masak yang digunakan juga masih sangat sederhana, mereka masih menggunakan kayu bakar untuk memasak tetapi itulah yang membuat makanan yang dimasak terasa begitu lezat. Di rumah masyarakat Baduy, tidak memiliki listrik sama sekali. Jadi ketika malam di sana benar-benar gelap gulita..maka anda harus membawa senter atau tidak lilin. Udara di sana juga sangatlah sejuk jika malam... jika anda akan berkunjung ke sana anda harus membawa pakaian yang bisa menghangatkan diri anda.

Makanan yang kami makan selama berada di sana

Alat masak yang masih sangat sederhana

Berikut ada beberapa hal yang saya dapat dan saya rasakan dari pengalaman berkunjung ke sana kemudian kami juga sempat bertanya beberapa hal kepada Mas Yuli (orang Baduy dalam) :
  • Masyarakat Baduy juga melaksanakan puasa, tetapi penanggalannya tidak sama dengan puasa yang dijalankan oleh umat muslim. Mereka menggunakan penanggalanya sendiri selama 3 bulan, dan selama 3 bulan tersebut Baduy di tutup dari umum artinya tamu tidak bisa berkunjung ke sana. Uniknya juga masyarkat Baduy sering keluar berpetualang seperti ke Jakarta, bahkan boleh dibilang mereka lebih hafal jalan jakarta dibanding saya... sempat saya bertanya Mas, citra land dimana?” Mas Yuli (masyarakat Baduy dalam, artisnya Baduy dalam) menjawab di Grogol,” kemudian sempat saya bertanya Mas, Mas tau UMN (Universitas Multimedia Nusantara) dimana?” dia bilang dia belum tau, dia taunya karawaci.... banyak lagi mall-mall besar di Jakarta yang dia tau seperti TA, GI, dll bahkan dia juga sudah pernah berkunjung kesana. ada yang unik ketika mereka akan bepergian/keluar dari area Baduy yaitu, mereka tidak boleh menggunakan transportasi, tidak menggunakan sandal dan pakaian mereka juga tidak boleh diganti.. kenapa? Karena itu memang sudah aturannya dan masyarakat Baduy benar-benar patuh pada peraturan tersebut.
  • Saya sempat membaca di Internet tentang Hutan tutupan, katanya hutan tersebut tidak boleh di masuki oleh tamu. Penasaran kemudian saya bertanya ke Mas Yuli apa itu hutan tutupan dan kenapa tamu tidak boleh masuk. Dia menjawab bahwa hutan tutupan itu hutan yang masih terlindungi dan itu yang menjadi pusat dari mata air yang menggalir, artinya bahwa hutan tersebut masih benar-benar asri.. “Kita melindungi alam, alam melindungi kita” begitulah katanya.  nah kenapa tamu dilarang masuk? Karena mereka takut kalau kita akan mencemari hutan tersebut, jangankan tamu, masyarakat Baduy sendiri saja juga jarang ada yang kesana. Biasanya yang masuk ke sana adalah ketua adat.
  • Di kawasan Baduy luar kita bebas memotret dan merekam apa pun tetapi ada satu yang menjadi larangan yaitu kita dilarang memotret rumah kepala suku di tempat tersebut. cara untuk membedakan rumahnya gampang, rumah kepala suku memiliki pagar yang tidak boleh kita lewati juga. Jangankan kita, mereka saja kalau tidak berkepentingan juga tidak akan kesana.
  • Untuk perkawian mereka tidak mengenal pacaran tetapi mereka dijodohkan oleh orang tua masing-masing. Kemudian juga mereka tidak boleh cerai, artinya hanya boleh sekali kawin kecuali salah satunya ada yang meninggal. Jika kedua orang tua dan pasangan sudah setuju barulah mereka melapor ke Jaro (Ketua adat) dengan membawa seperangkat sirih. Masyarakat di luar Baduy (seperti kita) tidak diperbolehkan untuk menikah dengan masyarakat Baduy luar maupun dalam. Jika hal ini terjadi maka satu-satunya jalan adalah keluar dari Baduy.
  • Agama yang dianut oleh masyarakat baduy adalah Sunda Wiwitan (kepercayaan cikal bakal).
  • Kaum lelaki di Baduy bekerja di ladang dn ada juga yang menangkap ikan, sedangkan untuk kaum perempuannya, mereka biasanya menenun kain untuk dijual.
  • Masyarakat Baduy tidak pernah bersekolah, mereka belajar secara otodidak, dari berkebun, menjual hasil panen, dll. Mereka sudah mengenal uang dari dulu, sedangkan untuk sistem barter itu tergantung dari kesepakatan antara pembeli dan penjual. Menurut saya mereka masih tidak begitu fasih dengan uang, mungkin mereka hanya hafal beberapa mata uang saja, karena terbukti ketika teman saya membeli oleh-oleh dari Mas Yuli yang tinggal di Baduy dalam harganya 15 ribu nah teman saya memberikannya uang 5 ribu 2 lembar sisanya 2 ribuan. Dia terlihat agak bingung dan menyuruh teman saya untuk menghitung lagi.
  • Tidak semua masyarakat Baduy mahir dalam berbahasa Indonesia, kalau menurut saya masyarakat Baduy dalam terutama yang cowok lebih terkesan ramah dan terbuka kepada tamu dibanding Masyarakat Baduy Luar. Hal yang saya alami ketika berada disana, ada yang ketika kita senyumin mereka hanya liatin tanpa membalas senyuman kita, kemudian ada juga yang ketika kita akan menggambil foto mereka, mereka malah lari terbirit-birit. Kata tour guide yang membawa kami kesana, yang seperti itu adalah masyarakat yang masih jarang dikunjungi tamu, sehingga mereka masih merasa asing dan mungkin juga mereka tidak terlalu fasih dalam berbahasa Indonesia.  Tetapi tidak semua yang begitu, banyak juga yang ramah terhadap tamu kok.
  • Mereka juga akan bertanya alamat kita dan mereka juga katanya akan mengunjungi kita. Katanya sih karena dia sudah merasa kita sebagai saudaranya.
“Saya juga terimakasih sudah dikunjungi, dalam keadaan sehat. Semoga pengetahuan yang saya kasih tadi bermanfaat dan semoga ada kemajuan buat masa depan,” tutup Mas Yuli di akhir wawancara.

Perkampungan Baduy dihuni oleh masyarakat yang masih kental dengan budaya dan adatnya, satu hal yang menarik lagi adalah masyarakat Baduy mempunyai kulit yang benar-benar bersih tanpa jerawat sedikitpun baik itu kaum lelaki maupun perempuan. Menurut saya perempuan di sana semua terlihat sangat cantik dan kalau di perhatiin sekilas muka mereka nyaris sama semua. Kemudian saya juga merasa bahwa mereka punya feeling yang sangat kuat terbukti ketika kami akan pulang, sebelumnya saya tidak melihat ada Mas Yuli namun ketika sudah mendekati warung tiba-tiba saja dia sudah berdiri dan menyapa kami.
Perjalanan kami selama 2 hari tersebut terasa begitu cepat, walaupun tidak begitu rela kami tetap harus meninggalkan tempat tersebut. kenapa tidak rela? Karena di sana anda benar-benar bisa merasakan ketenangan karena kita berada jauh dari hiruk piruk suasana kota dan di sana tidak ada sinyal jadi kita bisa benar-benar terlepas dari kesibukan kehidupan kita sehari-hari.

Tempat mereka bercocok tanam

Lumbung padi - tempat menyimpan hasil panen
Keseharian ibu-ibu di Baduy

Jembatan bambu
Barang-barang khas Baduy yang di jual : Tas, kain, madu, dll

This is our hero (Our Guide)

Bersama Mas Yuli (Baduy Dalam)

1 comment: