Pages

Saturday, January 19, 2013

Keraton Kasepuhan Cirebon by Christy Mahawi







NIM    :        11140110269
Nama  :       Christy Mahawi
Kelas  :        F1




Keraton Kasepuhan Cirebon



Terletak pada 6°41S 108°33E pantai utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8 kilometer, utara ke selatan 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter, melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta, ya Kota Cirebon!!!

Sekarang saya akan membawa kamu semua untuk ikut saya ke kota Cirebon, melihat bagaimana kebudayaan di sana, mulai dari gaya bahasanya, gesture tubuh, cara berpakaian, adat istiadat atau ritual-ritual, dan lain sebagainya. Tetapi di samping itu, saya akan fokuskan perjalanan studi saya kali ini pada keraton yang paling keren, paling megah, paling besar, paling rapi, paling bersih, paling menarik deh pokoknya dibandingkan dengan tiga keraton lainnya yang ada di kota Cirebon ini, yaitu Keraton Kasepuhan. Ga sabar dong baca kisah selanjutnya??

Pada perjalanan studi saya kali ini, saya berencana untuk singgah selama 3 hari 2 malam dan menggunakan jasa kereta api untuk transportasi ke kota Cirebon. Perjalanan yang ditempuh hanya 3 jam loh. Cepat kan dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi?? :). Berangkat dari stasiun Gambir kota Jakarta pk. 06.00 dan akan tiba di stasiun Cirebon pk. 09.00. Tentunya saya pergi tidak sendirian, melainkan bersama teman-teman dekat di kampus. Lalu, tunggu apalagi?? Yuk berangkat…..  :)







Dan sampailah di kota Cirebon, disambut dengan cerahnya langit biru yang memberikan kehangatan serta mengobarkan semangat saya untuk ingin segera menerjang kota Cirebon, khususnya Keraton Kasepuhan yang saya dengar keraton paling keren di kota itu. Supir dan mobil sewaan pun sudah menunggu di depan stasiun yang siap mengantar saya dan teman-teman keliling kota Cirebon. Saya yakin perjalanan studi kali ini akan menyenangkan dan akan memberikan kesan yang dalam hingga saya pulang nanti hehehe..

Sedikit mengulas tentang kota Cirebon yah, kota Cirebon terletak di lokasi strategis dan menjadi simpul pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitan. Kota Cirebon didominasi penggunaan lahan untuk perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%). Maka tidak heran bila saya melihat banyak sawah-sawah yang masih subuh di sana.

Lalu, sebelum saya masuk pada topik yang saya fokuskan, yaitu Keraton Kasepuhan, saya tidak lupa untuk berbagi tentang bagaimana gaya bahasa, gesture tubuh, cara berpakaian, adat istiadat atau ritual-ritual di kota Cirebon itu sendiri. 

Gaya bahasa di kota Cirebon dipengaruhi oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya Sunda Kuningan dan Sunda Majalengka, jadi di kota Cirebon ini mayoritas masyarakat menggunakan bahasa Sunda.

Namun, untuk gesture tubuh sama saja seperti orang Jakarta dan lain-lainnya hanya mungkin lebih lemah gemulai saja dalam gerak-geriknya. Cara berpakaian yang katanya masih terlihat kuno atau tidak mengikuti perkembangan jaman, akan tetapi setelah saya lihat secara langsung tidak sama seperti apa yang dikatakan tersebut, cara berpakaiannya sudah modern meskipun tidak se-update di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan lainnya, tetapi mungkin pada daerah pelosok kota Cirebon masih ada yang kuno tetapi tidak untuk di pertengahan kota Cirebon.

Lalu adat istiadat atau ritual-ritual di sana yang saya dapat adalah upacara-upacara tradisi untuk mengingat 7 tokoh yang sudah berjasa untuk kota Cirebon, yaitu Syawalan Gunung Jati, Ganti Walit, Rajaban, Ganti Sirap, Muludan, Salawean Trusmi, dan Nadran.

Tidak perlu berpanjang lebar lagi, ada berapa keraton sih di kota Cirebon itu? Dan apa aja sih? Mari saya perkenalkan keraton-keraton yang ada di kota Cirebon, sesungguhnya terdapat empat keraton, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, dan Keraton Keprabon. Namun Keraton Kasepuhan lah yang akan saya angkat karena seperti apa yang sudah saya katakan bahwa keraton inilah keraton yang terbesar, termegah dan paling menarik untuk digelimuti.

Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan keraton paling terawat di kota Cirebon. Memang benar sih setelah saya kunjungin dan melihat keraton-keraton di Cirebon, Keraton Kasepuhanlah yang paling megah dan terawat. Makna di setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Terlihat dari halaman depan Keraton Kasepuhan yang dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Selain itu, Keraton Kasepuhan ini juga memiliki museum kuno yang cukup lengkap dan berisi benda-benda pusaka serta lukisan koleksi-koleks kerajaan. 






Apa saja sih yang ada di Keraton Kasepuhan ini??
Ada banyak sekali yang dapat dijumpai di keraton ini, maka tak heran bila tak hanya orang lokal saja yang sering mengunjungi Keraton Kasepuhan ini tetapi turis-turis mancanegara juga sering berkunjung ke sana.
Ada 33 bangunan atau tempat atau ruang penting yang dapat dikunjungi di Keraton Kasepuhan, meskipun tidak semuanya dapat saya dikunjungi karena ada beberapa bangunan yang sedang dalam proses renovasi ataupun tidak diperbolehkan masuk karena merupakan tempat sakral (berhubungan dengan Kesultanan) :
1.     Alun-alun, berfungsi untuk rapat akbar atau apel besar dan baris-berbaris para prajurit ataupun latihan perang juga perayaan.
2.   Masjid Agung, bangunan ini cukup besar yang dipergunakan untuk ibadah dan kegiatan agama.
3.     Panca Ratna, bangunan tanpa dinding yang berfungsi untuk tempat menghadap para penggede desa yang diterima oleh Wedana Keraton.
4.     Panca Niti, bangunan tanpa dinding yang memiliki banyak manfaat seperti ruang serba guna.
5.     Kali Sipadu, pembatas antara masyarakat umum dan penghuni Kraton Kasepuhan.
6.     Kreteg Pangrawit, jembatan menuju Keraton, siapapun yang melewati jembatan ini wajib diperiksa oleh kemitan Panca Ratna.
7.     Lapangan Giyanti, lapangan yang dulunya taman yang dibangun oleh P. Arya Carbon Kararangen (P. Giyanti).
8.     Siti Inggil, sebelah timur lapangan Giyanti berdiri bangunan dari bata merah berbentuk podium.
9.     Pengada, berfungsi untuk tempat Panca Lima, lima yang dimaksud yaitu Demang Dalem, Camat Dalem, Lurah Dalem, Laskar Dalem dan Kaum Dalem.
10.  Kemandungan, gedung untuk penyimpanan senjata atau alat perang. Tetapi sekarang gedung ini sudah tidak ada dan senjatanya dipindahkan ke Gedung Museum.
11.  Langgar Agung, tempat sholat orang-orang dalam.
12.  Pintu Gledegan, gerbang yang dinamai Pintu Gledegan ini berdaun pintu teralis dari besi yang dahulu dijaga oleh 2 orang prajurit bertombak yang memeriksa siapapun yang akan masuk dengan suara menggeledeg seperti petir.
13.  Taman Bundaran Dewan Daru, taman ini dibuat oleh batu cadas yang ditanami 8 buah pohon Dewan Daru maka dinamailah Taman Bundaran Dewan Daru.
14.  Museum Benda Kuno, bangunan museum yang pernah dipugar oleh departemen P & K Dinas Purbakala pada th. 1974-1975, bentuknya diubah menjadi bentuk huruf E tetapi tembok tengah (pilar bunga teratai hidup) masih asli. Di museum benda kuno inilah yang memiliki banyak keunikan dan ketertarikan bagi orang-orang yang datang berkunjung.
15.  Museum Kereta, bangunan yang berfungsi untuk menyimpan kereta pusaka yang bernama Singa Barong.
16.  Tugu Manunggai, sebelah selatan Taman Bundaran Dewan Daru terdapat batu pendek dikelilingi 8 pot bunga yang maksudnya lambang kepercayaan islam menyembah Allah yang diberi nama Tugu Manunggai.
17.  Lunjuk, tempat staf harian yang bertugas melayani tamu yang ingin menghadap Raja.
18.  Sri Manganti, tempat menunggu keputusan Raja setelah melapor di Lunjuk.
19.  Kuncung dan Kutagara Wadasan, tempat parkir kendaraan Raja/Sultan yang dibangun th. 1678 oleh Sultan Sepuh 1.
20.  Jinem Pangrawit, tempat tugas Pangeran Patih atau wakil Sultan menerima tamu.
21.  Pintu Buk Bacem, pintu  barat untuk pengunjung wisata dan pintu timur untuk penghuni Kraton.
22.  Gajah Nguling, bangunan tanpa dinding bertiang putih yang disebut Laos Gajah Nguling, nama ini diambil dari gajah sedang nguling (menguak).
23.  Bangsal Pringgandani, berfungsi untuk Pisowan menghadap para bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu, dan Majalengka.
24.  Langgar Alit, bangunan tanpa dinding yang berfungsi untuk Tadarus setelah sholat terawih kemudian membunyikan gembyung.
25.  Jinem Arum, untuk ruang tunggu Wargi yang ingin menghadap Sultan.
26.  Kaputan, untuk tempat tinggal Putra Sultan laki-laki.
27.  Bangsal Prabayaksa, untuk tempat siding para Menteri Negara Keraton Kasepuhan.
28.  Kaputren, untuk tempat tinggal Putra Sultan perempuan.
29.  Dalem Arum, untuk tempat tinggal Sultan dan keluarganya secara turun-temurun hingga sekarang. Biasanya pengunjung umum dilarang masuk.
30.  Bangsal Agung Panembahan, untul tempat Singgasana Gusti Panembahan.
31.  Pungkuran, ruangan tanpa dinding yang berfungsi untuk tempat sesaji sarana Maulud Nabi SAW.
32.  Dapur Mulud, tempat untuk memasak bila ada selamatan Maulud Nabi. Biasanya yang memasak ibu-ibu kaum Masjid Agung.
33.  Pamburatan, untuk tempat menggurat kayu wangi bahan boreh (param) sebagai pelengkap selamatan Maulud Nabi SAW.
Lalu, sewaktu saya ke Keraton Kasepuhan ini saya melihat salah satu koleksi yang sangat menarik dikeramatkan, ga salah lagi, kereta Singa Barong. Kereta ini seolah membius mata saya sehingga pada saat itu tidak hentinya saya berjalan memutarkan kereta singa ini untuk melihat keindahannya.



 



Mengapa dinamakan kereta Singa Barong??
Karena kereta Singa Barong ini berbentuk barong, sejenis binatang mitologis atau ajaib. Keajaiban wujudnya itu bisa kita lihat dari adanya berbagai unsur yang merupakan penggabungan antara singa atau macan (tubuh, kaki, mata), gajah (berbelalai), garuda (bersayap), dan naga (mulut yang menyeringai dengan lidah menjulur).
Istilah barong itu sendiri, yang konon banyak terdapat dalam kesenian di pulau Jawa dan Bali, memiliki makna “ajaib”, yang artinya seekor binatang bukan yang nyata ditemukan dalam realita kehidupan. Dalam hal Singa Barong, pengambilan keempat jenis binatang itu mungkin terutama berdasarkan pada kekuatan atau keperkasaan dari masing-masing binatang. Hal itu dipertegas dengan belalai yang melingkar ke atas kening Singa Barong itu “memegang” senjata trisula (tiga mata-tombak, terdapat di kedua ujung depan dan belakang), yang menambah ekspresi atas kekuatan dan keangkerannya.
Kereta Singa Barong, awalnya ditarik oleh dua pasang kerbau, bukan oleh kuda seperti pada umumnya kereta. Entah bagaimana secara persis memfungsikannya, tetapi dengan tarikan kerbau ini menunjukkan bahwa kereta ini bukan sebagai kendaran angkutan yang cepat, melainkan kendaraan yang kuat atau kokoh. Kereta Singa Barong bukan untuk menempuh jarak jauh, melainkan mungkin hanya untuk pencapaian tempat-tempat penting dalam radius belasan atau 20-an km saja dari istana.
Menurut pengamat keraton sih, dengan berjalan lambat katanya keagungan Raja atau Sultan yang mengendarainya lebih bisa disaksikan oleh rakyatnya. Mungkin jadi lebih terasa hikmatnya kali yah hehehe.. :)

Namun kini, tentu saja kereta Singa Barong tidak lagi dipakai sebagai kendaraan Sultan, tetapi masih disimpan dan dijaga dengan baik sebagai pusaka di ruangan khusus, di museum kuno Keraton Kasepuhan Cirebon.

Selain kereta Singa Barong apalagi yang menarik sewaktu saya ke sana?
Hmm, busana Putra-Putri Sultan masa Sultan Sepuh X yang berada di meja Vitrin II. Mungkin berhubung karena saya suka dengan baju-baju atau busana-busana unik yang dapat menjadikan hal ini menarik :). Busana yang dibiarkan terlihat oleh para pengunjung museum ini memiliki nilai plus bagi masyarakat, tidak hanya karena busananya yang bagus dan unik melainkan karena secara tidak langsung mereka (orang Kesultanan) terbuka dengan masyarakat luas.

Nah coba lihat gambar yang di bawah ini...




Pada bagian tengah terdapat meja Vitrin II yang terdapat gantungan busana warna-warni, nah di sanalah busana Putra-Putri berada. Unik kan :D
Selanjutnya Langgar Alit, yang merupakan bangunan tanpa dinding yang berfungsi untuk tadarus Al Quran setelah Sholat Tarawih yang kemudian membunyikan Terbang/Gembyung.

Kemudian ada beberapa peringatan hari besar Islam yang merupakan tradisi dilakukan di Langgar Alit ini, yaitu tanggal 15 Ramadhan diadakan selamatan Khatam Al Quran ke I, tanggal 17 Ramadhan peringatan Nuzulul Quran, tanggal 29 Ramadhan Maleman, tanggal 30 Ramadhan Khatam II, dan ba’da Isya Penghulu dan kaum menerima Zakat Fitrah dari Sultan Sepuh sekeluarga, tanggal 17 Rajab ba’da Isya diadakan Isro Mi’roj (Rajaban), tanggal 15 Sya’ban diadakan Nisfu Sya’ban (Rewahan) dan peringatan hari-hari besar Islam lainnya. Wah banyak juga ya acara-acara di Langgar Alit ini. Hmm :)







Bangunan tanpa dinding ini memang sengaja dibangun lebih tinggi dari lantai yang seharusnya. Sewaktu saya mewawancarai pemandu keraton, beliau berkata bahwa Langgar Alit ini pernah dipugar bersamaan dengan Siti Inggil dan lantainya diganti dengan marmer. Pantas saja, saya lihat tampaknya sudah lebih modern. Unik kan tempat ibadah yang satu ini. :)

Sambil berkeliling keraton dan bercerita panjang dengan abdi keraton, abdi keraton yang menemani saya dan teman-teman ini bercerita bahwa pada Januari 2012 lalu Keraton Kasepuhan ini pernah didatangi oleh sekitar 300 wisatawan asal Inggris yang sempat membuat warga Cirebon heboh. Wah kereennn yaaa... Ini dia nih foto-foto kenangannya.






Para turis ini menggunakan kapal pesiar MV Minerva yang berlabuh di Pelabuhan Cirebon, yang kemudian menggunakan becak beramai-ramai menuju Keraton Kasepuhan. Selain itu juga banyak wartawan yang datang loh untuk meliput peristiwa langka ini.
Rombongan wisatawan asing ini terbagi menjadi beberapa kelompok hanya demi berkeliling di sekitar Keraton Kasepuhan. Lucunya, kebanyakan dari mereka tercengang melihat kereta Singa Barong, bahkan Pak Feri bercerita bahwa salah satu turis tersebut berkata bahwa kereta Singa Barong adalah kereta terunik di dunia.
Hal ini menyatakan bahwa Keraton Kasepuhan secara tidak langsung meningkatkan dan membawa kota Cirebon sebagai tempat kunjungan wisata Internasional.
Di samping semua itu, bila melihat dari sisi komunikasi antarbudayanya,  adanya Keraton Kaseputan ini sama sekali tidak menimbulkan konflik bagi masyarakat internal maupun eksternal. Komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolisnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi.
Hubungan antara warga keraton dengan warga di luar keraton berjalan dengan baik dan selalu ramah, salah satu contohnya seperti : keluar masuknya Sultan atau adanya acara-acara peringatan yang memungkinkan jalan alternatif keluar masuk warga menjadi tersendat atau terhalang, sama sekali tidak ada masalah, pengertian warga cukup besar, bahkan banyak warga turut membantu agar acara berjalan dengan lancar.
Sejak awal saya datang ke Keraton Kasepuhan, salah satu fungsi komunikasi berjalan dalam diri saya, yaitu “komunikasi memungkinkan anda mengumpulkan informasi tentang orang lain”. Saya langsung tertarik untuk mengorek semua yang ada di keraton ini, hingga akhirnya saya pun tau banyak bagaimana silsilah keraton ini.
Kemudian juga menyinggung dengan teori komunikasi yang ada, yaitu teori kritis dan interpretif yang maksudnya berusaha menjelaskan makna dari suatu tindakan, karena suatu tindakan memiliki banyak arti, maka makna tidak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. Banyak tindakan yang dilakukan oleh warga keraton kepada para pengunjung yang merujuk pada peraturan-peraturan keraton, yang memang sudah seharusnya saya dan teman-teman memaknainya secara benar. Teori komunikasi ini dikembangkan oleh Alfred Schulzt, Paul Ricour, Max Weber, Marxisme dan Frankfurt School. 
Saya senang telah memilih kota Cirebon dan memilih Keraton Kasepuhan untuk tugas akhir semester komunikasi antarbudaya ini. Selain berwisata, banyak sekali pengetahuan yang saya dapat terutama dalam konteks komunikasi antarbudaya.
Selain yang saya paparkan di sini sebenarnya masih banyak lagi yang bagus-bagus dan tentunya unik-unik, sampai-sampai dua hari berturut-turut saya bolak-balik ke Keraton Kasepuhan ini dan semuanya serba seharian. Keraton ini terlalu membuat saya dan teman-teman merasa “kota Cirebon ada juga yah yang seperti ini”, karena pada awalnya kami berpikir tidak sebagus ini.

Berikut ini koleksi foto candid sewaktu di sana :




Nah ini waktu saya dan teman-teman jalan kaki menuju Keraton Kasepuhan.


Dan sampailah saya di Keraton Kasepuhan, tepatnya di depan bundaran.
 

Ini dia abdi keraton yang saya ceritakan tadi, Pak Feri.


Kalau ini galeri baju batik dan pernak-pernik yang ada di Keraton Kasepuhan.


Dan foto candid yang terakhir ini, foto suasana saya dan teman-teman yang lagi asyik mengelilingi  Museum Kuno Keraton Kasepuhan.


 





Selesai dan Sampai Jumpa…!




1 comment:

  1. Informasi yg diberikan jelas.Berhubung blm pernah ke cirebon,jd baca blog ini cukup tw tentang kebudayaan yg ad disana. Goodluck Christy!!

    ReplyDelete