Pages

Tuesday, January 15, 2013

All About Kampung Naga


Kampung Naga lebih dari indah

Yogie Parmono
11140110161 



  Kampung Naga?? Dimanakah itu? Dan seperti apa keadaan disana serta ada apa saja didalam sana??? Itulah yang terlintas sejenak dipikiran kita dan masih ingin kita ketahui lebih lanjut, mungkin juga ada yang berandai andai apa ada naga didalamnya dan lain lain hahaha.
Dan untuk pertama kalinya saya pun kesana untuk mengetahui dan mengikuti aktivitas masyarakat dikampung Naga sekaligus mempelajari budaya mereka sesuai dengan tugas akhir observasi KAB saya. Mau tahu lebih lengkap??Baca artikel ane yah gan (:
Kampung Naga terletak di antara Tasikmalaya dan kota yang terkenal dodolnya yaitu jeng jeng,  kota Garut, masih didalam lagi nii di Desa Neglasari, Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat. Tidaklah sulit menemukan perkampungan ini yang serta merta masih menjunjung tinggi adatnya. Bukan berarti mudah juga kesananya apalagi kita mayoritas tinggal dan beraktivitas didaerah perkotaan, kecuali yang asli orang sana yah wkwk. Saya dan rombongan otw mulai dari jam 3 subuh dari Gading serpong, dimana jam masih tidur nyenyak di pulau kapuk, dan kami semua tetap bertahan *semangat* maksudnya !!
Dan kami pun tiba di kampung Naga sekitar pukul 10:30 pagi, setelah dicampur-campur dengan namanya transit di rest area. Dan satu lagi, kami semua berterima kasih dengan GPS dari hape saya tentunya, tanpaNya kita pasti bisa lebih siang sesampainya disana.




 Daya tarik desa ini makin terbukti saat saya dan rombongan mengunjunginya. Dan daya tarik itu tidak ada berhubungan dengan legenda mengenai naga. Jika mengunjungi kampung ini, pengunjung harus ditemani oleh pemandu lokal karena banyaknya peraturan yang terdapat di kampung Naga ini.
Arti nama Kampung Naga sesungguhnya adalah dimana jalan saat menuju ke kampung ini menyerupai ular besar, berkelok-kelok. Tidak ada yang menyeramkan di balik nama tersebut. Selanjutnya untuk menuju ke lokasi Kampung Naga dari lokasi parkir kami harus menuruni anak tangga yang jumlahnya 360 buah, namun konon jika kita menghitungnya jumlahnya bisa berubah-ubah.
Ternyata bentuk asli dari kampung ini sangat berbeda dari namanya, serta gambaran kita tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang berada di sana. Kampung Naga hanyalah sebuah kampung kecil, yang karena para penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, membuat kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Keunikan dari rumah-rumah di Kampung Naga adalah semuanya beratapkan ijuk, serta menghadap ke arah kiblat. Letaknya itu berjajar dari atas ke bawah, sehingga saat melihat dari kejauhan seperti putih dan hitam yang bertumpuk bagaikan tanaman jamur yang tumbuh subur. Kesuburan dan kedamaian memang sangat terasa ketika kita mulai menuruni tangga menuju kampung tersebut. Sebanyak 360 tangga harus kita tempuh untuk sampai Kampung Naga ini, turunannya cukup tajam, so kalau hujan saat turun kita harus cukup berhati-hati karena ngerinya terpeleset dan jatuh ke jurang-jurang yang ada dibawahnya. Ketika menuruni tangga, sejauh mata memandang adalah sawah terasiring menghijau, melalui sungai jernih melintas dan melingkar dibawahnya, terasa sejuk sekali. Sesekali gemercik air itu terdengar, diiringi dengan tiupan angin yang menusuk hati, seperti back to nature. Ketika berpapasan dengan penduduk, mereka pun selalu tersenyum kepada para pengunjung. Sebagai tamu kita harus menjaga kesopanan juga  dan mengikuti peraturan yang berlaku.





 Tidak boleh berucap sembarangan, mematahkan ranting-ranting pohon, atau menganggu semua hewan disekitar adalah kearifan lokal yang harus kita dipatuhi sebagai pengunjung. Di seberang sungai adalah hutan larangan, siapapun tidak boleh mengambil ranting pohon dan menebang pohon, karena dapat dikenai sangsi adat,".  Logikanya adalah jika pohon-pohon ditebang kemudian akan sangat berbahaya, kemungkinan longsor dan banjir bisa terjadi karena tekstur tanah yang miring, lalu terjadi putusnya rantai kehidupan di wilayah tersebut. Dari sisi lain kampung ini, yang berfungsi sebagai pembatas wilayah adalah adanya dua air terjun kecil dari atas bukit, yang berfungsi sebagai pengairan pada musim kemarau, dan mencegah erosi langsung dari perbukitan yang berada diatasnya. Cerita lain nih gan dari keajaiban air terjun tadi, kita tidak diperbolehkan mandi di air terjun tersebut saat menjelang waktu maghrib, katanya sih ya bakalan kesurupan, boleh percaya atau tidak.
Ketika ada tamu datang, beberapa penduduk dewasa dan tua keluar dari rumah dan melihat rombongan, kebanyakan dari mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Dari keterangan mang Eno, guide kami, mereka bertanya padanya," selamat datang dan menanyakan rombongan dari berasaal dari mana," dalam bahasa sunda. Sore itu saat rombongan kami datang, terlihat para penduduk sedang menganyam kerajinan tangan. Hasil kerajinan tangan penduduk kampung ini jangan diremehkan gan, bisa penjualannya dijual ke berbagai kota di Indonesia hingga ke luar negeri, karena setiap hari ada saja wisatawan manca negara yang berkunjung ke sini. Lebih seru lagi, para pengunjung sangat diperbolehkan menginap di kampung ini untuk ikut menyelami kehidupan masyarakat Kampung Naga. Kita akan diajak kembali kepada kehidupan masa lalu. Bayangin saja, listrik tidak boleh masuk ditempat ini, karena ditakutkan akan terjadi hubungan pendek dan bisa menimbulkan kebakaran. Kalau malam hari lampu teploklah yang berjasa, kehidupan malamnya betul-betul terasa sepi dan meredup.




Sistem pemimpin di kampung Naga dibedakan menjadi 2 kepemimpinan gan, yaitu kepemimpinan formal dan non formal. Kepemimpinan formalnya terdapat kepala dusun, Pak RT, Pak RH, dan Pak RW, kepemimpinannya bersifat demokrasi dengan jangka jabatan lima hingga enam tahun lamanya. Tugas mereka adalah menyampaikan pemerintahan yang diberikan atasan hingga  diterima ke masyarkat kampung Naga itu sendiri guna tersalurkan semua informasi yang penting diberitahukan kepada warganya sehingga mereka tidak terjadi kesalahpahaman. Selanjutnya yang bersifat non formal terdapat 3 bagian, pertama Kuncen yang bertugas menjadi pemimpin dalam ziarah makam, kedua Pundu yang bertugas mengayomi warga dan yang terakhir Lebe yang bertugas untuk mengurusi jenazah dari awal hsampai mengguburkan jenazah serta juga melakukan upacara-upacara keaagamaan terhadap jenazahnya..
"Kita semua, masyarakat disini memegang semua peraturan yang ditetapkan oleh Moyang kita," kata Mang Eno salah satu guide yang menemani kami serombongan ke Kampung Naga. Walaupun dengan logat Bahasa Indonesia yang kurang begitu lancar, mang Eno sangat bersemangat dan hangat memberikan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang kami ajukan serombongan. Mang Eno berkata, jika ada salah satu warga Kampung Naga yang harus keluar dari kampung tersebut, karena menikah dengan orang dari luar penduduk Kampung Naga. Itulah konsekuensi salah satu peraturan yang ada di dalam kampung itu, bahkan saat terjadi pernikahan antara muda-mudi dari kampung ini kemudian harus keluar dari Kampung Naga juga jika tidak tersedia tempat tinggal. Seluruh rumah di Kampung Naga jumlahnya dipertahankan, yaitu tidak boleh kurang dan lebih dari 118 bangunan. Dan dari 118 bangunan tersebut, sebanyak 108 bangunan adalah rumah penduduk, sisanya adalah bangunan masjid, ruang pertemuan dan rumah agung ( rumah besar ) yang tidak boleh ditempati oleh siapapun.
Itu sekilas info dari mang Eno pada hari pertama kami sesampainya disana, sekilas cuaca sudah mulai tidak bersahabat dan gelap menjelang waktu Maghrib. Setelahnya kami mendapat beberapa info dasar tentang kampung Naga tadi, kami serombongan pun diantar oleh pak RT disana yang menyambut kami dengan senyuman hangat dan mengantar kami kerumah warga untuk menginap disana dan tinggal bersama mereka. Menjelang malam, kami semua berkumpul masing-masing dirumah warga yang kami tinggal, disamping itu karna tidak adanya listrik dikampung ini saya merasa benar benar back to nature dan kerasa banget seperti masa primitif, sampai sampai kami semua kebanyakan untuk sedikit minum antisipasi keluar malam gelap dan jamban diluar kampung hehehe, dan pada saat jam 9 malam waktu setempat pun semua warga enggan untuk keluar rumah karna itu memang aturannya lanjutnya karena malam hari terdapat banyak ular berkeliaran. Ya bukan menakuti, kampung Naga juga dikelilingi tempat yang masih benar benar alam tok yang masih terdapat reptil kayak gitu. Setelah menyantap makan malam bersama warga rumah yang kami tinggali kami bercakap-cakap dengan pemilik rumah dan sebelum akhirnya kami tidur untuk menjalani aktivitas pagi keesokannya.
            Hari esok pun tiba, pagi yang cerah disambut dengan angin melambai menhampiri kami semua serombongan serta mang Eno juga, membuat kami semakin semangat untuk mengikuti kegiatan bersama warga kampung Naga dan berkeliling sekitar uyeeaaa. Eiiiiits, tapi sebelumnya kami tidak lupa sikat gigi serta sarapan dahulu walaupun tidak mandi, sebenarnya bukan tidak mandi, mandinya setelah selesai beraktivitas. Dan saya pun tidak luput dari bertanya, banyak pertanyaan dari kepala saya. Mang Eno apa saja pekerjaan penduduk sekitar selain bercocok tanam dan seperti yang dijelaskan kemarin mang?, mang Eno langsung menjawab dengan nada sederhana. Pekerjaan sampingan mereka adalah membuat berbagai kerajinan tangan dari bahan baku kain batik, kayu, bambu serta rotan dan biji-bijan.  Dengan berbahan baku tersebut mereka dapat jadikan berbagai macam tas, topi, alat masak, sandal bakiak, gantungan kunci, gelang dan kalung, pajangan serta miniatur rumah adat mereka dan alat musik tradisional, seperti angklung dan karrinding. Selain bertani dan membuat kerajinan, mereka juga membuat gula merah. Dengan gula merah yang mereka olah tidak sekedar untuk dimasak atau dicampur kedalam minuman, tetapi dapat dikonsumsi langsung saat kita sedang dalam keadaan lemah dan letih.
Seluruh aktivitas penduduk kampung disini, warga menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa kesehariannya sehingga mereka terkadang kurang fasih dalam menggunakan bahasa Indonesia. Nah pastinya terdapat beberapa kesulitan yang kami hadapi saat kami ingin berinteraksi dengan warga sektar, karena tadi kami sendiri toh tidak mengerti mengenai bahasa sunda sampai-sampai kami mengartikannya melalui bahasa non verbalnya.
Penduduk Kampung Naga beragama Islam, yang juga diMix bahasa gaulnye dengan kebudayaan warisan dari nenek moyang dulu. Disini juga diperbolehkan berpoligami loh, tetapi ni yang penting, bapak bapak disini dan pemuda pemudinya semua adalah orang yang setia. Masyarakat. Dalam halnya pernikahan, disini warga kampung naga tidak melarang warganya untuk menikah dengan warga kampung lain, tapi dengan syarat calon mempelai beragama Islam sehingga dinikahkan secara agama Islam juga. Kalaupun mereka juga ingin tinggal dikampung naga, tentu diperbolehkan, mereka diharuskan mengikuti semua aturan yang dan ikut melestarikan kampung naga.
Jumlah keseluruhan penduduk  sekitar 325 orang, sebagian besar bertani dan berternak ikan. Tanaman pertanian yang ditanam biasanya adalah padi, jagung, sayur-sayuran dan apotik hidup. 









Saling mempercayai satu sama lain untuk menciptakan perdamaian agar dapat hidup rukun itulah pedoman mereka. Lalu mereka juga menganut konsep budaya sunda, silih asah yang berarti saling menyayangi, silih asih yang berarti saling memberi, silih asuh yang berarti saling menghargai sesama, dan silih payungan yang berarti merangkul sesama, sehingga bila ada konflik semua masalah dapat diselesaikan dengan baik di kampung ini seperti musyawarah. Konsep lainya yang mereka anut adalah amanat, wasiat dan akibat. Jadi bila kita telah diberi amanat dan wasiat tetapi kemudian melanggar maka kita akan menerima akibat sesuai dengan perbuatan kita layaknya karma. Masyarakat kampung naga juga mempercayai namnya mitos. Terlihat dari jimat penolak bala, opak dan dupi yang menempel disetiap pintu rumah, fungsinya untuk menolak bala, sebagai pelindung dan keselamatan bagi penghuninya.
Dikampung Naga ini memiliki alat musik khas bernama Karinding, Alat musik yang berukuran sekitar 8-10cm terbuat dari bambu yang sudah 3 tahunan, cara memainkannya dengan dijepit dengan mulut lalu dipukul-pukul ujungnya menggunakan satu jari, untuk pemula si gan pastinya sulit untuk mengeluarkan suara sedikit pun, justru teman saya yang mencobanya tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali. Yaaa, memang dibutuhkan kesabaran utnuk memainkannya agar menghasilkan nada yang merdu.
Dan satu lagi yang saya tanyakan bergegas ke kediamannya, kepada Punduh kampung Naga sebelum saya dan rombongan pulang ke Jakarta, pedoman seperti apa buat kami semua diluar sana yang masih muda, saya bertanya dengan senyum ramah. Dan sang Pundu menjawab dengan tegas, “Kalian diluar sana harus hidup jujur kedepannya”. Hanya itu yang dikatakan, dan sekilas saya pun diam dan mencerna statement itu dengan berbagai ekspektasi saya sendiri kedepannya !!!!
Karena tak jauh dari situ adalah sekumpulan penduduk yang ketat dalam menjaga aturan Nenek Moyang, dan di shelter terakhir tempat masuk dan keluar penduduk Kampung Naga kita akan banyak menemukan berbagai hal yang berhubungan dengan globalisasi. Untuk itu masyarakat setempat, pemda dan seluruh pihak terkait harus menjaga salah satu kekayaan budaya Bangsa Indonesia ini.
 
            Setelah mengunjungi kampung Naga, dari materi yang terkait tentang Kab saya mendapat beberapa diantaranya, dimana bagian bahasa dan budaya. Bahasa  Sunda disini sebagai identitas masyarakat kampung Naga itu sendiri dan menjad peta budaya. Dibagian komunikasi non verbal, dari rumah adat mereka yang menggunakan atap ijuk dan berbahan kayu mencerminkan komunikasi verbal bahwa itu cri khas milik kampung Naga. Pengalaman kami disini banyak juga pelajaran yang diambil, seperti dalam kehidupan tidak adanya perbedaan stratifikasi sosial walaupun terlihat secara perekonomian tak usah ditunjukkan, sehingga tercipta kehidupan yang dapat berdampingan apalagi dengan adanya pernikahan akulturasi dari luar daerah, tapi dapat hidup bersatu dengan rukun sesuai peraturan yang berlaku.
Dan kami pun pulang, kembali pada kehidupan biasanya dan mendapat pelajaran penting dari kampung Naga dari hal petuah dan pelajarannya hingga tentang kampungnya sendiri. Thanks a lot KAMPUNG NAGA ..




No comments:

Post a Comment