Pages

Sunday, January 20, 2013

Pencak Silat Indonesia Sudah Sampai Amerika dan Eropa

Agnes Octaviani - 11140110101 - F1 

  
Kita semua tahu KungFu.
Kita semua tahu Taekwondo.
Kita juga tahu Karate dan Boxing.
Namun berapa dari kita yang menaruh perhatian terhadap seni beladiri yang terdapat di Indonesia, Pencak Silat?

Saya memutuskan untuk mencari tahu tentang pencak silat dari Pak Edward Lebe, seorang guru silat yang sudah lama mengenal dan mengajar silat hingga ke mancanegara.  Kebetulan, salah satu sepupu saya belajar silat pada beliau, sehingga saya bisa mendapat akses yang cukup mudah untuk mewawancarai beliau.
 Bertempat tinggal di Pondok Kopi, Jakarta Timur, beliau biasa mengajar di lapangan sekitar perumahan. Sabtu, 5 Januari lalu saya ditemani sepupu saya berkunjung ke kediaman beliau untuk membahas pencak silat dan kegiatan beliau. 

Drs. Edward Lebe, lahir di Jakarta pada 19 Februari 1944. Memiliki latar belakang dari suku Minangkabau, Pak Edward hidup dan besar di Jakarta. Beliau berhasil menempuh pendidikan di FISIP UI, kemudian beliau menempuh training di DEPLU dan kemudian dikirim ke Amerika. Sebelum belajar silat, beliau mempelajari Tari Piring dan Payung sebagai dasar, kemudian baru belajar silat pertama kalinya dari ayahnya sendiri. Tahun 60an, barulah ia belajar dari guru yang juga teman seperguruan ayahnya. Tahun 1964, beliau baru mengajar di UI. Tahun 90an beliau telah menjadi pengurus PBIPSI (Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia) dan anggota organisasi pencak silat Internasional. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pencak Silat Ksatria Muda Indonesia yang dibina Prabowo Subianto pada tahun 1987 sampai 1992. Pada tahun 1992 beliau harus digantikan karena berangkat ke Amerika.

Pak Edward waktu ikut pelatihan militer

Penghargaan dari Amerika

Sertifikat dari World Martial Arts Federation


Ternyata di Amerika dan Perancis sana, tempat Pak Edward mengajar, ada orang-orang lokal yang tertarik pada salah satu budaya Indonesia ini. Pak Edward sendiri mengakui bahwa internet ikut ambil bagian dalam penyebaran budaya di dunia ini. Orang-orang asing disana mengetahui adanya Pencak Silat juga dari internet. Pencak Silat juga sudah berkembang di kurang lebih 40 negara. Dalam penyebarannya, tentu saja ada kendala bahasa yang merupakan kendala utama. Oleh karena itu, orang yang dikirimpun haruslah berlatar belakang pendidikan yang memadai, idealnya bisa berbahasa Inggris. Contohnya, jika akan dikirim ke Perancis, maka akan belajar Bahasa Perancis. “Yang penting tahu bagaimana mukul dan nendang dalam bahasa lain,” katanya. Menurutnya, mengajar dan melestarikan silat sebagai budaya Indonesia sudah merupakan didikan yang ditanamkan sejak dahulu dan tantangan tersendiri bagi beliau. Untuk ke Amerika, beliau kesana 2 tahun sekali. Di Amerika tempat belajar silat berpusat di Boston dan Arizona, sedangkan Perancis di Rion Island dan Paris. 

Untuk jurus, setiap perguruan memiliki nama jurus yang berbeda-beda. Nilai budaya dalam pencak silat masing-masing daerah otomatis berbeda. Di Indonesia sendiri kurang lebih ada 1000 aliran Pencak Silat. Beliau sendiri merupakan penganut aliran dari Minangkabau. Pak Edward sebagai Fighter salah satu anggota yang menganut aliran Minang misalnya, harus belajar Tari Piring dahulu sebagai dasar berbagai gerakan silat. Untuk daerah lain, seperti Sunda, juga diajarkan cara belajar yang berbeda pula. Mengajar Tari Piring merupakan pilihan pribadi dari Pak Edward.

Pak Edward pun berpendapat bahwa sesuatu yang bisa di lakukan dengan mudah tak perlu dipersulit. Jika ada negara yang mereka kunjungi namun bahasanya sulit atau ada yang tidak dimengerti, mereka akan menggunakan penerjemah. Namun seringnya mereka menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Tetapi beliau tetap menekankan bahwa belajar bahasa itu penting, karena bahasa akan menjadi penghubung antar pribadi atau kelompok agar tidak terjadi konflik dua kebudayaan yang berbeda. Selain itu, mereka yang tinggal di luar negeri dan belajar pencak silat disana juga memiliki keinginan untuk belajar bahasa Indonesia. Mereka juga menjadi tahu sedikit tentang kebudayaan Indonesia saat belajar silat. Pak Edward sendiri berbagi tentang kebudayaan Minang di Amerika sana dengan mengajarkan Tari Piring dan Pencak Silat.

Untuk pergi ke luar negeri pun Pak Edward pun pergi dengan mengusulkan nama personal, bukan lembaga. Beliau mengakui memang ingin mengenalkan budaya Indonesia ke luar negeri. Menurut beliau, orang luar itu cuma tahu Indonesia sebatas Bali, bukan Indonesia itu sendiri, sehingga ia ingin menunjukkan kepada mereka budaya Indonesia yang lainnya.
Ketika saya bertanya apakah pernah terjadi konflik selama pengalaman mengajar beliau di luar sana, beliau memeberikan penjelasan bahwa ia memang telah menyiapkan diri untuk ditantang dengan budaya asing. Dari mereka sendiri pun tidak ada penolakan. “Orang Amerika itu biasanya kan kritis, ada ini tanya kenapa, ini kenapa bisa begitu, kenapa begini. Jadi mereka juga terbuka,” jelas Pak Edward. Beliau telah siap jika diserbu berbagai pertanyaan mengenai silat, untuk itu menurutnya sangat penting memiliki modal pengetahuan yang cukup dan kemampuan berbahasa yang memadai agar mampu mengajar dan menjawab pertanyaan mereka. Ternyata, Pak Edward punya pengalaman tersendiri saat masa mengajarnya habis di Amerika. Murid-muridnya ternyata sudah merasa terlanjur dekat dengan Pak Edward dan merasa sedih saat Pak Edward harus kembali ke Indonesia. Mereka menangis sebagai bentuk kesedihan mereka.

Menurut Pak Edward, dasar dari gerakan-gerakan yang dilombakan untuk pertandingan nasional itu berasal dari gabungan berbagai gerakan tradisional. Setelah yang tradisional dikuasai, barulah dikembangkan lagi dan digunakan dalam pertandingan internasional dan festival. Festival yang dimaksud adalah penampilan dari tiap-tiap daerah dengan tradisinya masing-masing yang khas. 

Pak Edward yang menganut aliran dari Minang memang mengawali ajarannya dengan Tari Piring, hal itu dilakukan agar muridnya mendapatkan kelenturan tubuh yang diinginkan untuk belajar gerakan-gerakan silat. Menurut beliau lebih mudah menjelaskan tentang gerakan-gerakan tersebut setelah murid-murid belajar Tari Piring sebagai dasar. Selain sebagai dasar gerakan, beliau juga bermaksud untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dari adat Minang.

Vietnam dianggap saingan berat Indonesia dalam pertandingan pencak silat, terutama negara-negara di daerah Asia Tenggara seperti Myanmar dan Thailand, karena mereka dianggap lebih disiplin dalam berlatih. Pak Edward berpendapat bahwa Silat pun bukan seni beladiri yang paling hebat, beliau sering mempelajari dan melihat beladiri yang lain juga, seperti Karate, Taekwondo, dan KungFu sebagai perbandingan dan menambah pengetahuan.

Sekadar info, pertandingan untuk pencak silat biasanya diselenggarakan oleh dua lembaga besar, yaitu KONI yang menyelenggarakan PON (2 tahun sekali), dan PBIPSI atau DIKTI yang menyelenggarakan turnamen atau pertandingan setiap tahunnya, termasuk festival yang tadi disebutkan di atas. Info lainnya, ada organisasi Persilat (organisasi Pencak Silat antar bangsa) yang dipelopori oleh Indonesia, Malaysia, Singapura dan semakin berkembang di negara-negara bagian Eropa. 

Kantor IPSI di Padepokan Pencak Silat TMII


Lambang IPSI di Padepokan Pencak Silat TMII


Sayangnya, pada hari Sabtu itu beliau sedang tidak mengajar silat sehingga saya tidak dapat mengambil dokumentasi latihan mereka. Namun beliau menawarkan solusi lain, ia menyarankan saya ke Padepokan Pencak Silat di Taman Mini Indonesia Indah. Kebetulan disana sedang dipersiapkan atlet-atlet nasional muda yang akan mengikuti perlombaan SEA GAMES Desember nanti. Mereka berlatih setiap Senin hingga Jum’at, sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu, mereka beristirahat. Pak Edward sendiri setiap hari kesana untuk mengajar silat.

Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Padepokan Pencak Silat pada hari Kamis, 10 Januari. Sesampainya disana, pukul 1 siang, keadaan sungguh sepi. Ternyata saya datang di waktu yang kurang tepat, mereka berlatih di pagi hari dan sore hari. Menurut satpam disana, saya disarankan datang pukul 4 sore di saat mereka sedang berlatih. Daripada kecewa, akhirnya saya sekalian saja berjalan-jalan ke Taman Burung di TMII, iseng mengambil foto-foto burung yang cantik-cantik. (Maaf curhat)


Salah satu tempat latihan silat
Pukul 4 sore saya kembali ke Padepokan. Benar saja, banyak pemuda-pemudi yang saya lihat memakai jubah hitam-hitam khas atlet pencak silat. Dengan petunjuk dari salah satu atlet, saya diantar ke aula besar tempat atlet-atlet muda yang akan mewakili Indonesia di SEA GAMES Desember nanti. Aula tersebut sangat luas, dengan matras karet yang terpasang di lantai aula dan berbagai alat pelengkap latihan silat.


Seorang bapak bertubuh besar dan tambun terlihat duduk mengamati di pinggir aula. Setelah berbincang sebentar, saya mengetahui bahwa beliau adalah Pak Taslim, salah satu pelatih tim nasional kita yang akan maju ke SEA GAMES. Beliau menjelaskan sedikit tentang atlet-atlet yang sedang berlatih di tengah aula tersebut.

 Para atlet yang berlatih tersebut masih muda-muda, yang paling muda berumur 18 tahun, di karantina di asrama yang berada di dalam kawasan padepokan. Mereka diajarkan disiplin keras dan benar-benar diikat peraturan yang ketat. Mereka yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dilatih oleh pelatih-pelatih tepercaya di Indonesia. Pemuda-pemudi yang berkumpul di aula tersebut adalah atlet-atlet nomor satu di Indonesia. Mereka-mereka adalah pemenang kejuaraan tingkat nasional maupun daerah, seperti PON misalnya. Jika diamati, beberapa  dari mereka memakai seragam asal daerah mereka.

Dari Pak Taslim, saya baru tahu bahwa Pencak Silat bukan berasal dari Indonesia saja. Sementara ini Beliau mempercayai bahwa silat sebenarnya seni beladiri yang berasal dari Cina Selatan. Ceritanya, ketika Pak Taslim dan teman-temannya datang ke Cina untuk latihan bersama dan bertukar pengalaman, seorang guru dari Cina menangis setelah menonton latihan mereka. Menurutnya, gerakan-gerakan tersebut adalah gerakan yang sudah lama hilang dan tidak pernah ia lihat lagi di daratan Cina. Hipotesis sementara, para perantau Cina pada zaman dahulu pergi ke daerah Melayu dan menyebarkan seni beladiri ini hingga ke Indonesia.

Pak Taslim juga mengakui hingga saat ini, saingan terberat Indonesia dalam pencak silat adalah sesama orang Melayu seperti Vietnam dan Thailand. Disana, mereka memang dilatih lebih ketat dan disiplin. Atlet Indonesia pernah dilatih (bukan oleh Pak Taslim) dengan cara yang keras dan disiplin juga, namun hasilnya malah Indonesia kalah di berbagai kejuaraan. Cara melatih Pak Taslim mungkin tidak terlihat terlalu keras, namun beliau menekankan bahwa didikannya ditanamkan sifat nasionalisme yang tinggi. Beliau menghimbau para atlet bahwa mereka dibina, dilatih keras, dan ditempa sedemikian rupa untuk mengharumkan nama Indonesia di luar negeri. Hasilnya? Beberapa tahun ini di bawah didikan beliau, Indonesia kembali menjadi juara.

Dari keseluruhan wawancara dan pengamatan saya tentang pencak silat ini, saya mengambil beberapa kesimpulan yang akan saya kaitkan dengan teori KAB yang pernah saya pelajari sejak awal semester 3 ini, yaitu peran bahasa dalam komunikasi dan pertukaran budaya. Bahasa memungkinkan manusia untuk menyampaikan budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. Setiap interaksi komunikasi antarbudaya paling tidak ada satu orang yang berbicara dalam bahasa kedua. Dari cerita Pak Edward, dapat kita ambil maknanya, yaitu apabila kita ingin mencoba memperkenalkan budaya kita ke budaya lain yang memiliki perbedaan bahasa, maka kita pun setidaknya harus memahami bagaimana cara mereka berkomunikasi dahulu, sehingga dapat tercipta proses komunikasi yang lancar dan makna dari pesan yang akan disampaikan dapat diinterpretasikan dengan baik oleh lawan bicara.

Pak Edward sewaktu di Amerika


Sekian laporan pengamatan saya tentang Pencak Silat sebagai salah satu budaya Indonesia untuk memenuhi tugas akhir Komunikasi Antar Budaya.

No comments:

Post a Comment