Pages

Friday, January 18, 2013

Perjalanan ke Baduy



Nama : Christ Bella Natalia
Kelas : B1
NIM: 11140110020


Kami mendapatkan tugas akhir untuk nilai UAS dari seorang Dosen KAB. Kami disuruh untuk pergi ke satu suku yang masih kental budayanya dan yang kami lakukan adalah membuat video atau foto kegiatan dari suku tersebut, tugas ini dikerjakan individu tetapi dapat dilakukan bersama teman-teman. Akhirnya saya Christ Bella memutuskan untuk pergi kedaerah Baduy bersama teman-teman saya yang bernama Stephanie, Linda dan Chelsea, karena menurut salah satu teman kami budaya di Baduy itu masih kental. Chelsea membawa temannya yang bernama Mas Agus yang mempunyai kenalan yang sudah pernah pergi ke Baduy.
                Baduy ??? apa itu Baduy ?? saya tidak tahu jadi saya ikut-ikut saja karena saya tertarik dengan cerita-cerita Chelsea, katanya Baduy itu terkenal dengan ilmu hitamnya. Kami belum tahu persis jadi kami mencobanya , apalagi pas saya dengar itu harus mendaki gunung, wah saya senang sekali, kapan lagi bisa pergi.
                Kami berangkat pada tanggal 13 desember 2012 pada jam 6 pagi, saya, Stephanie dan Linda menunggu Chelsea dan Mas Agus menjemput kami di dormitory UMN. Kami berangkat menuju daerah Padeglang untuk menjemput kenalan Mas Agus yang bernama Andri yang kami sapa Mas Andri, setelah itu kami melanjutkan perjalanan, ternyata Mas Andri sendiri juga rada lupa dengan jalan ke sana karena dia pergi ke Baduy itu pada tahun 2000. Kami bertanya-tanya kepada masyarakat di sekitar sana.
                Kami berhenti pada satu rumah yang terletak di pinggir jalan, Mas Agus dan Andri bercengkrama dengan penduduk sekitar dahulu dan tidak lama kemudian dia menanyakan jalan menuju ke Baduy. Pada saat itu saya membuka kaca jendela mobil dan mendengarkan sedikit obrolan mereka, saya sempat mendengar kata penduduk itu bertanya “apa yang kami lakukan di Baduy, apa kami tau Baduy itu seperti apa, dan langgaran-langgaran disana” saya terkejut dengan apa yang dikatakan oleh masyarakat itu dan saya memutuskan untuk turun sekalian numpang untuk buang air kecil bersama Linda. Ujung-ujung dari obrolan bapak itu menawarkan “tour guide” . Mas Andri menolak dan mengatakan bahwa kami akan menggunakan “tour guide” disana, setelah itu kami lalu melanjutkan perjalanan kami.
                Tidak lama kami sampai di desa “Ciboleger” dan kami memakirkan mobil disana karena disana adalah tempat pemberhentian kendaraan yang mau berkunjung ke suku Baduy luar maupun Dalam.  Disana kami memasuki satu warung makan untuk bertanya-tanya.
selamat datang di desa Ciboleger
Awalnya kami tidak berniat makan disana tetapi Bapak pemilik warung nampaknya memaksa kami untuk makan karena merasa tidak enak lalu kami pun makan disana di tambah Mas Andri bilang kalau kita harus makan karena takutnya kami tidak akan mampu naik karena jalan yang kami lalui berat , takutnya kalau kami tidak makan kami tidak akan mampu sampai di Baduy. Lalu kami makan seadanya, setelah itu kami membayar dan harganya 70.000 untuk 6 orang. Saya syok mendengar harganya karena yang kami makan hanyalah nasi dengan tahu dan tempe, tetapi ya sudahlah makanan juga sudah masuk kedalam perut. Setelah itu Mas Andri dan Mas Agus melanjutkan bertanya-tanya kepada Bapak itu Setelah makan bapak yang berbaju kuning didalam warung membawa kami kedalam sebuah pos, ternyata kalau mau ke Badui itu harus membayar. Rencananya kami mau memasuki Baduy dalam tetapi kata orang disana orang Chinese dan bertatoo dilarang masuk, karena muka kami semua ini Chinese selain itu Chelsea, Mas Andri dan Mas Agus itu bertatoo jadi susah untuk kami masuk ke Baduy dalam kecuali kenal dengan salah satu orang Baduy dalam dan sangat disayangkan kami tidak mengenal salah satu dari mereka dan kami tidak dapat masuk ke Baduy luar dan kami bermalam semalam di Baduy Luar, kami menggunakan 2 “tour guide” yang kami panggil “Imong 1 & Imong 2”.
Papan selamat datang

Kami berjalan ke mobil dan mengambil tas-tas dan perlengkapan lain dan ternyata tas saya berat sekali, tetapi saya mencoba untuk membawanya sendiri. Kami memulai dengan melewati perkampungan-perkampungan dan tentunya jalannya itu menanjak ke atas. Baru berjalan sebentar menaiki tangga-tangga kecil ini hingga keatas sudah membuat kami kecapekan, tidak dengan Mas Agus, Mas Andri dan kedua Imong itu, tentu saja mereka tidak akan capek karena badan Mas Andri yang kecil dan sepertinya dia sering naik turun gunung, Mas Agus yang sering naik turun gunung dan kedua Imong yang pekerjaannya adalah “tour guide” disini. Kami melanjutkan kembali perjalanan kami. Saya berjalan-jalan sambil melihat keadaan perkampungan ini, ada sekolah, warung-warung dan tempat jual makanan. Melihat anak-anak kecil bermain, saya tersenyum dan melanjutkan perjalanan, kami yang tidak terbiasa dengan perjalanan ini sungguh merasa lelah, tetapi kami melanjutkan perjalanan sampai akhirnya di atas, di sana terpampang tulisan “Selamat datang di Badui dan peraturan-peraturan selama di Badui”. Tour Guide kami si Imong juga menjelaskan apa saja yang tertulis disana, saya tetap mengambil foto dengan keadaan sekitar.
peraturan selama di Baduy
Setelah kami melihat-lihat peraturan yang dijelaskan oleh si Imong kami melanjutkan perjalanan kami. Kami memasuki satu perkampungan yang sangat damai, disana saya melihat banyak perbedaan dengan perkampungan yang kami lewati sebelumnya. Di perkampungan ini terlihat lebih “kental” dapat kami lihat dari rumahnya. Rumah disini atapnya dan bentuk rumahnya. Dapat kami lihat banyak anak-anak yang bersantai. Para penghuni di perkampungan itu melihat kami dengan tatapan yang sulit diartikan karena ketika kami tersenyum kepada mereka ada yang membalas senyum tetapi ada juga ada yang hanya sekedar melihat tanpa membalas senyuman dari kami. Saya piker yah mungkin  mereka terkejut karena kehadiran kami dan saya tidak terlalu mengambil pusing dengan sikap mereka yang saya pikirkan adalah kami datang kesini dan tentunya saja kami harus sopan bagaimanapun reaksi mereka ketika melihat kami. Berjalan lagi saya melihat ada madu, kain dan tas yang dijual ternyata itu adalah hasil kerja orang Baduy yang diantar keluar untuk dijual.
oleh-oleh khas Baduy yang di jual
Setelah kami berfoto-foto kami melanjutkan lagi berjalan disekitar daerah itu, kami berfoto-foto algi di daerah sana, ternyata banyak durian di daerah itu, ternyata durian itu dijual di terminal depan dan dijual lagi dikota, ada satu pemandangan yang membuat kami terutama saya sendiri merasa aneh, karena ada anak kecil yang mengangkat durian, jadi duriannya itu diangkat menggunakan barang yang dibuat sendiri seperti timbangan dan disebelah kiri dan kanan itu banyak sekali duriannya. Saya bingung kok mereka mampu angkat seberat ini naik turun bukit, kami aja yang membawa tas menaiki jalanan yang belum bisa dibilang bukit tapi jalannya naik turun, berbatu, licin, dan kaki harus dilangkah lebar-lebar sudah capeknya bukan main, gimana dengan mereka yang membawa durian itu.
Jalan yang kami lalui tadi adalah jalan tanjakan naik, sekarang sudah sampai di atas (mungkin) hahaah, kami selalu nanya ke si Imong-Imong ini “masih jauh ngak , masi jauh ngak” mereka selalu bilang kalau sudah ngak jauh dan ini sudah setengah perjalanan. Walaupun melelahkan tetapi pemandangan yang jarang kita dapatkan di kota dapat terbayarkan, kita bisa melihat keadaan bagaimana keadaan tempat yang masih bisa dikatakan asri, pergunungan yang jarang kita dapatkan di kota. Rumah yang terdapat pada gambar diatas adalah “lumbung padi”, bentuknya itu unik seperti rumah tetapi bukan rumah, pertama saya lihat saya mengira bahwa itu adalah rumah, ternyata setelah saya tahu itu adalah “lumbung padi”.
orang Baduy luar keluar menjual barang yang di bawa
Tadi kami melalui jalan yang menanjak, ternyata kami sudah berjalan setengah jalan dan sekarang jalan yang kami lalui jalanan menurun, saya merasa lega akhirnya kami tidak berjalan naik lagi, ternyata jalan menurun juga capek , kaki saya gemetar mungkin karena capek naik dan sekarang turun membuat kaki ketika berjalan melangkah kebawah menjadi gemetar ngak mampu menahan berat badan jadi kami memutuskan untuk beristirahat, kami duduk ditengah jalanan berbatu karena tidak ada tempat untuk duduk, kelihatan semua orang terlihat capek, teman saya Linda yang berjalan selalu didepan kami pun akhirnya duduk dan mengipas-ngipas, ternyata dia juga capek saya kira dia ngak capek habisnya dia kelihatan semangat sekali. Pada saat saya duduk saya melihat banyak orang Baduy yang berjalan keluar, saya tidak tahu itu orang Baduy luar atau dalam yang saya lihat mereka berjalan tanpa menggunakan alas kaki/sandal. Dipikaran saya apakah tidak licin ??  terus emang kaki mereka ngak sakit apa kalau kena ranting-ranting pohon ?? 
beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan

Seperti yang saya katakan teman saya yang bernama Linda kecapean karena terlalu bersemangat, disamping Linda itu ada Chelsea dan Mas Agus yang diawal saya ceritakan bahwa dia mempunyai teman yang tahu sedikit tentang Baduy, saya masih sibuk saja foto-foto, pada saat lihat HP, HP sudah tidak terdapat jaringan, ternyata enak juga ya, tidak perlu memikirkan tugas untuk sementara “itu yg di pikiran saya”. Kami beristirahat dijalan situ, di tengah-tengah jalan karena merasakan capek, terus si kedua Imong memberitahu bahwa didepan itu ada perkampungan dan si Imong bilang lebih baik kita beristirahat di perkampungan depan saja. Ketika mendengar si Imong berkata seperti itu ya sudah kami berjalan turun saja dan tidak lama kemudian benar kami melihat perkampungan, rumah-rumahnya memang tidak beda jauh dengan yang sebelumnya , tapi menurut saya rumah disini lebih kuno atau lebih kelihatan jadul. Kalau di rumah sebelumnya dinding rumah itu ada gambar batik-batiknya kalau yang sekarang hanya sekedar  atap rumah dari sabut kelapa dan dinding dindingnya hanya apa ya namanya, kayak rotan gitu di selip-selipin, unik lihatnya dan saya tidak tahu apa nama perkampungan  itu, tetapi ada papan yg di  tancapkan di pohon dan di papan tersebut tertulis “selamat datang di kabupaten Balimbing”. 
 Seperti gambar yang diatas dapat kita lihat kalau hidup masyarakat diperdesaan ini itu masih sangat jadul, coba lihat tempat yang digunakan untuk menggantung baju itu saja mungkin dibuat sendiri tidak seperti di kota, kita tinggal beli saja kalau disini mereka mencari rotannya dan membuat gantungan sendiri lalu baju digantung disana untuk dikeringkan. Saya merasa senang sekali bisa datang ke Baduy karena saya bisa melihat apa yang sebelumnya saya tidak pernah lihat di kota, kalian harus datang kesini karena alamnya yang masih asri banget.
kamar mandi yang digunakan oleh masyarakat Baduy 

Masih ada yang unik di Baduy ini, seperti kamar mandi yang digunakan tidak seperti kamar mandi kita dirumah yang menggunakan shower, bak mandi, bathup, atau wastafel, kalau disini hanya seadanya. Kamar mandi disini itu dinding dan atapnya itu menggunakan sabut kelapa, tentunya dinding-dindingnya itu ada bolong-bolongnya, tidak tertutup semuanya dan tidak ada gayung ataupun keran air. Disini kerannya itu diganti dengan pipa saluran dan airnya itu berasal dari gunung dan gayungnya itu diganti dengan ember kecil yang tidak tahu bekas apa dan didapatkan dimana, tempat mandi yang kami akan gunakan nanti kurang lebih akan seperti ini, lucu sekali kamar mandinya, tapi seram juga kalau ada yang ngintip .

lumbung padi
Kira –kira kami sampai di perkampungan kabupaten Balimbing setelah melihat tempat mandi unik yang jarang kita lihat di kota saya juga melihat padi yang sedang di tanam, biasanya kalau dikota-kota tempat kita tinggal, padi itu ditanam di sawah dan luas banget sawahnya kalau disini padinya itu di tanam di satu tempat yang ukurannya kecil. Setelah bertanya-tanya kami berjalan masuk kedalam perkampungan tersebut, dapat dilihat anak-anak dan ibu-ibu badui luar yang duduk didepan teras rumah sambil mengobrol bersama-sama keluarga atau keluarga. Kami berjalan kesalah satu rumah yang akan kami singgah untuk beristirahat. Ternyata kedua Imong mengenal dekat bapak keluarga rumah tersebut dan bapak itu memberikan durian untuk kami makan. Saya tidak ikut makan durian karena memang tidak menyukai durian, tapi si Linda yang dari tadi di terminal pingin makan durian pun ikut makan bersama kedua Imong, Mas Agus dan Mas Andri.
Saya melihat-lihat keadaan disana sebentar dan saya melihat ada ibu disatu rumah sedang menjemur kerupuk. kerupuk itu seingat saya terbuat dari beras merah yang ditumbuk-tumbuk dan dipadatin sehingga membulat, setelah itu kerupuk itu di jemur. Kerupuk itu akan dibawa oleh ibu untuk dijual kebawah atau ke pasar. Pada saat saya melihat ibu dan anaknya menjemur kerupuk itu tiba-tiba si Ibu juga melihat kearah saya, karena merasa ngak enak saya tersenyum kepada ibu itu, tetapi dianya tidak membalas senyuman saya. Saya piker ya sudahlah mungkin mereka merasa asing dengan kami ataupun takut jadi saya tidak mengggubrisnya.
Perkampungan Baduy luar yang sudah nampak
Saya kembali duduk sambil ngobrol kepada Bapak pemilik rumah setelah merasa sudah kuat untuk berjalan, kami memulai lagi perjalanan. Kami tinggal disalah satu rumah penduduk Baduy luar, kami menginap disana semalam dan kami menginap di perkampungan yang namanya “Gazebo”. Kata Imong setelah ini kami sudah sampai dengan tempat kami menginap, hanya tinggal menaiki 1 tanjakan lagi sudah sampai deh. Kami mulai berjalan lagi. Si Imong selalu bilang sebentar lagi dan jalannya datar, ternyata masih lumayan lama dan jalan yang kami lalui itu bukan jalan datar melainkan tanjakan tinggi. Ternyata jalan juga lumayan licin, mungkin sempat hujan semalam dan terdapat aliran sungai. Sambil berjalan saya melihat kesebelah kanan saya terdapat sungai, wahhhh alirannya deras sekali dan airnya bersih. Bagus sekali sungainya dan perkampungan yang akan kami tinggal nanti malam sudah kelihatan. Kami semakin semangat berjalan menuju daerah Gazebo untuk beristirahat.
orang Jepang
Kami berjalan memasuki daerah Gazebo. Gazebo adalah daerah yang kami gunakan untuk beristirahat. kami berjalan menuju rumah yang akan kami nginap selama semalam. Pada waktu itu hari masih siang dan saya baru sadar bahwa perkampungan pada saat itu adalah ibu-ibu dan anak-anaknya, pada saat berjalan menuju rumah saya melewati anak-anak Baduy luar yang sedang bermain bola. kata si Imong kalau kepala keluarga itu pergi keladang untuk bercocok tanam. Saya melewati setiap rumah dengan memeberikan senyum kepada mereka, tetapi yang saya rasakan dari tadi adalah perempuan disana jika disenyumin itu tidak membalas senyum. Saya tidak menggubris itu dan saya terus berjalan kearah rumah yang akan kami tinggalin. Disana saya juga bertemu orang jepang yang sedang nge-shoot keadaan sekitar. Saya hanya tersenyum dan kemudian berjalan lagi. 
Cinderamata
Rumah yang akan kami tinggalin semalam sudah kelihatan didepan mata. Rumahnya sangat sederhana, masih seperti dengan rumah yang sebelumnya dengan beratapkan sabut kelapa, dindingnya itu dari rotan dan lantanya itu dari papan kayu. Saya berpikir apakah rumah ini kuat dan seandainya ada angin yang kencang apakah rumah ini kuat, saya hanya takut roboh kena angina tau yang lain. Akhirnya saya sampai dirumah tersebut, pada saat kami menaruh barang saya melihat ada yang menjual cinderamata, barang itu dibuat oleh orang Baduy sendiri dan akan dijual didepan. Kami tertarik dengan barang tersebut, kami melihat dan membeli banyak cinderamata karena akan saya berikan kepada sahabat-sahabat saya yang ada di Gading Serpong. Cinderamata itu ada Gelas, kalung, gelang, gantungan yang unik-unik bentuknya, ada yang berbentuk teko, sandal, sendok & garpu, dan macam-macamlah pokoknya. Semua ini dapat kita beli dengan harga 3 barang 10.000, sangat murah bukan ??
Setelah membeli barang-barang yang kami lihat kami duduk dirumah yang kami tinggali, saya tidak melihat ada pemilik rumahnya. Terus saya melihat rumahnya yang sangat-sangat sederhana. Tidak ada kamar jadi kami akan tidur didepan beralaskan tikar saja ada 1 kamar yang ukurannya kecil ternyata itu ruangan untuk nanti ganti baju dan ternyata ngak ada kamar mandi dan kami akan mandi di kamar mandi yang dipakai bersama-sama dengan masyarakat sekitar, kami harus mengantri untuk mandi.
Peringatan 
Tiba-tiba saya teringat dengan jembatan kayu yang sempat saya lihat di internet sebelum saya pergi kesini, saya bertanya kepada si Imong, katanya jembatannya dekat dan berada dibelakang sini, saya yang tidak sabaran langsung berjalan kearah jembatan situ dengan ditemani dengan 1 imong. Kami berjalan sambil mengobrol-ngobrol dan saya mengambil foto keadaan sekitar. Pada saat saya mengambil foto, si imong bilang kalau rumah yang didepan jembatan, rumah yang paling tinggi itu tidak boleh di foto dan ternyata itu adalah rumah kepala desa didesa ini. Saya bertanya memang kenapa tidak boleh diambil, di Imong bilang katanya sih ngak sopan jadi lebih baik jangan ambil foto rumah itu dan saya mengiyakan sajalah. Lalu di sebelah jembatan ada papan kecil yang bertuliskan “Tamu dilarang mandi melewati jembatan”, saya tidak mengerti dengan maksud tulisan itu, dilarang mandi melewati 
Jembatan 
jembatan?? Apa maksudnya jembatan yang mana? Melewati yang mana? Kalimat itu sangat ambigu menurut saya. Saya bertanya  kepada Imong lagi, disisi kiri jembatan itu tempat mandi khusus untuk orang Baduy, tamu-tamu hanya diperbolehkan untuk mandi disebelah kanan jembatan, saya mengerti dengan maksudnya, jangan mandi kita tidak boleh turun kebawah. Saya dan Imong berjalan dijembatan melihat aliran sungai yang sangat deras dan jernih , saya ingin rasanya terjun mandi dibawah. Kata si imong jembatan ini dibuat oleh masyarakat suku Baduy, jembatan ini hanya diikat menggunakan akar pohon (sepertinya), jembatan ini hanya terbuat dari bamboo yang dijadikan jembatan dan akar pohon yang digunakan untuk mengikat, saya kagum dengan jembatannya yang dibuat, bagaimana bisa bertahan sampai sekarang, katanya jembatan ini sudah ratusan tahun (kalau ga salah ingat). Pada saat berjalan si Imong bilang kesaya kalau itu ada cewe dari Baduy dalam, saya langsung kesana dan ingin mengambil foto mereka, tetapi mereka langsung kabur. 
Setelah itu saya kembali dan mengajak teman-teman saya untuk melihat keadaan sekitar, ternyata hanya Linda yang mau ikut untuk berjalan-jalan, jadilah saya dan linda berjalan lebih dalam, kami berjalan melewati jembatan dan belok kesebalah kiri, pada saat berjalan saya bertemu dengan banyak orang Baduy dalam yang cowok dan banyak anak-anak dari Jakarta yang turun dari atas, yups mereka anak SMAN 60 Jakarta, sekitar 200-300 orang masuk ke Baduy dalam. Kenapa bisa masuk ? yups mereka dibawa oleh Pembina dari UNJ (Universitas Negeri Jakarta), saya lupa siapa namanya tapi dia bilang kalau dia sering kesini dan dia mempunyai kenalan orang dalam jadi mereka gampang untuk masuk, ada beberapa anak UNJ juga datang ke Baduy dalam, saya permisi kepada mas itu dan berjalan lebih kedalam lagi. 
orang Baduy dalam membawakan barang-barang
anak-anak SMAN 60 Jakarta
Ternyata semakin jalan masuk kedalam, kami menaiki gunung lagi untuk melihat keadaan disana, banyak sekali anak-anak SMA yang turun, saya hanya naik dan memberikan senyuman. Ketika naik banyak orang Baduy dalam yang turun dengan membawakan barang-barang anak SMA ini, dari yang masih kecil-pendek sampai yang sudah lumayan berumur. Ternyata orang Baduy yang cowo itu ramah-ramah, kalau lewat selalu menanyakan mau kemana, sama siapa, disini tinggal dimana dan kalau mereka mau melanjutkan jalan mereka akan bilang hati-hati, ramah bukan? Saya kira masyarakat Baduy itu seram ternyata tidak sesuai dengan yang saya pikirkan. Ada orang Baduy dalam pada saat turun agak kebawah dia melihat keatas lagi, pada saat saya mau mengambil foto jalan dari atas kebawah, mas-nya mengancukan tanda “peace” lucu bukan ?? orang Baduy yang saya kira tidak ramah ternyata sangat ramah malah dan narsis. Kalau kita ingin membedakan yang mana orang Baduy luar dan dalam tinggal melihat ikat kepalanya, orang Baduy dalam memakai ikat kepala yang berwarna putih seperti di gambar, memakai pakaian seperti yang diatas dan tidak memakai sandal. Kalau orang Baduy luar itu sudah ada yang memakai pakaian bebas, mereka memakai sandal dan ikat kepala mereka bewarna hitam
perempuan Baduy luar yang
pulang kerumah
Semakin sore saya dan Linda menuruni bukit yang kami berdua naiki karena kami takut teman-teman yang di Gazebo pergi mencari kami ke tempat lain dan nantinya tidak bertemu. Pada saat turun kami melihat banyak cewe Baduy dalam yang mau naik bukit dan kembali ke Baduy dalam. Kami selalu memperhatikan kalau cewe Baduy selalu memakai topi bundar besar yang terbuat dari rotan untuk menutupi muka mereka jika kita mau mengambil foto mereka. Percaya tidak percaya memang begitu mereka tidak mau membiarkan kita untuk mengambil foto muka mereka, mereka akan cepat-cepat menutupnya menggunakan topi mereka, bukan hanya itu walaupun kita tidak mengambil foto mereka, mereka akan berjalan menunduk dan topinya sedikit diturunkan.
                Setelah turun kami duduk di Gazebo dan kami melihat masih banyak anak-anak SMA yang lewat dan kami berfoto-foto dengan orang Badui dalam karena kami tidak bisa masuk kedalam Baduy dalam jadi kami mengambil foto deh, setelah mengambil foto kami melakukan wawancara dengan Mas Yuli. Dia adalah salah satu “artis” di Baduy, karena rata-rata kalau orang yang datang akan melakukan wawancara dengan dia atau dia yang akan membawa orang masuk ke Baduy. Kami menanyakan beberapa tentang istiadat, larangan dan lain-lain, setelah itu kami pergi ke sungai untuk mandi dan bermain air.
Setelah kami semua sudah selesai mandi, kami memberi beberapa bungkus indomie kepada ibunya untuk memasak, ternyata di dekat sini ada warung jadi kami membeli telur dan sarden untuk makan bersama. Kami memberikan ke ibunya, setelah selesai masak kami makan bersama. Anehnya orang yang rumahnya kami tinggali tidak mau makan bersama kami. Habis makan saya langsung baring di tikar karena merasa capek sekali, ternyata disini jika malam hari itu tidak ada lampu ataupun listrik jadi kami tidur dengan gelap-gelapan. Saya selalu terbangun karena badan terasa sakit dan udara semakin malam itu semakin dingin. Sekitar pukul setengah empat pagi pemilik rumah sudah bangun dan mematikan lilin, mereka pergi mandi dan bersiap-siap untuk pergi bekerja. Kami bangun sekitar pukul 7 dan langsung mandi, selesai mandi kami makan dan sekitar pukul 10 kami berjalan kembali untuk pulang ke Gading Serpong.

Beberapa hal yang saya ketahui tentang Baduy :
  • orang Baduy itu ramah-ramah, hanya saja yang kaum perempuan itu lebih menutup diri
  • rumah orang Baduy hanya memiliki 1 pintu, jadi tidak boleh ada jendela, kalau Baduy luar boleh lebih dari 1 pintu.
  • orang Baduy dalam memakai ikat kepala bewarna putih, sedangkan Baduy luar memakai ikat kepala warna hitam.
  • orang Baduy dalam tidak boleh menggunakan alas kaki ataupun menggunakan kendaraan jika mereka mau pergi keluar kota. 
  • pakaian yang mereka gunakan hanya pakaian sehari-hari mereka, kalaupun mereka keluar dari Baduy tetap harus memakai baju itu (Baduy dalam)
  • kalau di Baduy dalam kita tidak boleh menginjakkan kaki di daerah kepala desanya, walaupun cuman diperkarangan, termasuk kita, kecuali kita mau menemuinya.
  • rumah kepala desa Baduy luar tidak boleh difoto
  • kalau mau ke Baduy jangan bawa baju banyak-banyak, lebih baik menggunakan celana kain.
  • bawa minum secukupnya untuk berjalan naik.
  • di Baduy luar ataupun dalam sudah ada warung kecil, jadi kita tidak perlu membawa makanan banyak-banyak.
  • jangan lupa membawa obat-obatan dan membawa pakaian dingin karena malam hari suhu di Baduy akan sangat dingin.
Perempuan di Baduy luar sedang menenun
Foto bersama anak Baduy dalam
anak Baduy dalam

memasak menggunakan kayu bakar
foto sama saudara mas Yuli Baduy dalam
WC yang digunakan oleh orang Baduy luar 

Jembatan yang menghubungakan perkampungan Baduy Luar
dan Baduy dalam.







No comments:

Post a Comment