Pages

Thursday, January 17, 2013

Wisata Ke Djogja


Wisata Ke Djogja

Nama : Adinda Bunga Nirvana 
NIM :  11140110145
kelas : F1










Bersih, tidak banyak sampah di pinggir jalan, tidak padat dengan mobil dan udara yang segar. Djogja atau Yogyakarta, siapa yang tidak tahu Djogja? semua orang pasti tahu Djogja. Djogja atau Yogyakarta merupakan salah satu tempat wisata yang sering dikunjungi oleh turis domestik maupun internasional. Tidak kalah dengan tempat wisata lainnya seperti di Bali, Lombok, maupun tempat- tempat lainnya, Djogja menjadi salah satu tempat wisata favorit di Indonesia. mengapa tidak, banyak tempat wisata yang bagus dan bermanfaat. Museum, keraton, Taman Sari dan masih banyak lagi.

Saya mendapatkan tugas untuk observasi suatu tempat, dalam tugas saya diminta untuk memilih daerah mana yang akan saya datangi untuk diobservasi. Akhirnya saya pergi ke Djogja untuk observasi. Banyak tempat wisata yang harus saya kunjungi di Djogja, tetapi saya memutuskan untuk pergi ke tiga tempat wisata yaitu, Museum Vredeburg, Taman sari, dan  tentu saja temat wisata belanja. Pada awalnya saya tidak tahu harus pergi kemana, dan tidak ada bayangan apa yang harus saya kerjakan. Namun saya beruntung, karena ada saudara saya yang membantu dalam tugas observasi ini.

Tanggal 9 November 2012, saya dengan teman langsung terbang menuju Djogja. Dalam pesawat, saya memikirkan apa yang harus saya lakukan terlebih dahulu. mencari tempat atau langsung datangi tempat wisata tersebut. Satu jam perjalanan menuju Djogja membuat saya terlelap. Sedikit capai ternyata. Sesampainya di Djogja, kami langsung menuju hotel. Namun, dalam perjalanan menuju hotel saya ingin melihat kota Djogja sebentar saja. Melihat sekeliling-sekeliling jalanan ternyata jalanan disini cukup berbeda dengan di Djogja, jalanan dan trotoar di Djogja bisa dibilang cukup bersih, sampahpun tidak dibuang sembarangan. Lalu saya melihat ada Tugu Djogja, katanya tugu djogja memiliki makna bahwa ada persatuan antara rakyat dengan rajanya, ataupu sebaliknya.
Djogja memiliki susana yang mungkin bisa dibilang bersih, banyak tempat bersejarah disana. Tidak hanya tempat-tempat bersejarah saja yang bisa dikunjungi oleh wisatawan mancanegara, terkadang mereka juga mencari dan menjelajahi tentang wisata kuliner dan wisata kerajinan ataupun wisata belanja. Djogja juga tidak kalah bagus dengan kerajinan yang dibuat di kota-kota lain. ada kerajinan batik yang menjadi ciri khas orang Indonesia, ada kerajinan perak (Silver), ada juga kerajinan seni seperti membuat lukisan ataupun membuat wayang.

Beberapa orang berpendapat bahwa Djogja bukan hanya kota pelajar tetapi juga kota budaya. mengapa? Djogja dikatakan kota pelajar karena banyaknya universitas dan sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan yang bagus dan berkompeten. Terutama pembelajaran di universitas-universitas ternama, salah satunya adalah UGM ( Universitas Gadjah Mada). berbagai macam orang datang dan mengikuti test ujian saringan masuk menjadi mahasiswa UGM.

Bukan hanya pelajar-pelajar yang berasal dari Djogja yang mencoba ujian saringan masuk universitas-universitas ternama disana. Berbagai macam orang datang kesana. Makanya, tidak heran jika sebagian orang berpendapat bahwa Djogja juga merupakan kota budaya disana. Berbicara soal budaya, berbagai macam ras, suku dan agama ada di Djogja. Saya sempat berbincang-bincang dengan salah satu mahasiswa UGM bernama Yudha yang berasal dari Palembang, ia mengatakan bahwa berbicara dengan orang djogja atau penduduk djogja harus sangat berhati-hati, karena bagaimana cara mereka berbicara berbeda dengan tempat dia tinggal.

Pendidikan yang mereka dapat tidak hanya pendidikan formal, mereka juga mendapatkan pendidikan informal. Bukan hanya pendidikan formal saja yang penting tapi pendidikan informal juga penting. Dalam perjalanan saya ke djogja, pengetahuan saya tentang Djogja pun bertambah. Saat saya sampai di Bandara Adisujipto, saya melihat berbagai macam orang disana, mulai dari orang yang memakai bahasa sunda, bahasa jawa, bahasa manado, bahkan wisatawan asing pun ada. Para petugas bandara sangat ramah menyambut para penumpang pesawat. Mereka belajar untuk ramah meskipun adanya perbedaan budaya dan suku.

Itu saja sudah menjadi pelajaran bagi penduduk dan wisatawan, bahwa perbedaan budaya tidak mempengaruhi keramahan seseorang. Tidak hanya dari tindakan seseorang, dengan adanya museum dan fasilitas-fasilitas yang ada di Djogja, penduduk disana tidak akan buta akan sejarah yang dahulu pernah ada.
Perbedaan budaya yang ada di Djogja tidak membuat Yudha dan teman-temannya yang berbeda suku, ras, dan agama berselisih. Dengan perbedaan yang ada, mereka jadi semakin mengenal budaya orang lain. Dengan mengenal budaya orang lain, mereka ataupun pendatang akan belajar untuk menghargai budaya lain selain budaya sendiri. Saat pertama kali datang ke Djogja, saya sendiri kurang mengerti bahasa jawa.
Karena adanya perbedaan budaya pasti ada perbedaan bahasa, menurut buku "Komunikasi Lintas Budaya" edisi 7, Samovar. Banyak penelitian dalam hal kompetensi komunikasi antarbudaya mengungkapkan 5 komponen kompetensi yang mempengaruhi kemampuan seseorang berinteraksi secara efektif dan pantas dalam budaya yang lain. kelima komponen tersebut adalah :
1.       Motivasi untuk berkomunikasi
2.       Pengetahuan yang cukup mengenai budaya
3.       Kemampuan komunikasi yang sesuai
4.       Sensitivitas
5.       Karakter

Jika kita ingin mengetahui dan mengenal lebih jauh suatu budaya lain, kita harus termotivasi untuk berkomunikasi dengan seseorang yang mengenal budaya itu dari kita. Saat saya di Djogja, saya ingin mengetahui sejarah dibangunnya museum Vredeburg, salah satu tempat wisata disana. Akhirnya saya berinisiatif untuk mencari tour guide. Dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan, saya pun tahu akan sejarah dibangunnya Vredeburg. Karena akan ketertarikan saya mengetahui sejarah Vredeburg.

Dalam hal mengenal jauh budaya Djogja, sebelumnya kita harus tahu sedikit tentang cara berkomunikasi dengan orang Djogja. Pengetahuan kita dalam caar berkomunikais juga harus ditanamkan dari sebelum kita ingin mengenal suatu budaya lain.  Sehingga kita dapat menentukan komunikasi yang tepat, protokol apa yang pantas, dan kebiasan budaya apa yang perlu diminati.

Tidak hanya itu, kemampuan kita dalam berkomunikasi juga ditentukan dengan adanya sensitivitas dalam berkomunikasi. Kita harus dapat mendengar, mengamati, dan menganalisis perilaku kita dalam berkomunikasi. Karakter dalam berkomunikasi juga kita perlukan. kita harus bisa memahami siapa yang kita ajak bicara, bagaimana ia menerima pendapat dan pembicaraan kita. Seperti yang dikatakan oleh mahasiswa UGM tadi, Yudha, bahwa kita harus berhati-hati bagaimana kita harus berbicara, kita harus mengenal budayanya terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan atau perbuatan kita.

BENTENG VREDEBURG

Pencarian tugas pertama pada tanggal 10 November 2012 menuju Museumm Vredeburg. Seperti yang sudah saya katakan tadi, bahwa pendidikan di Djogja tidak hanya sebatas dalam kelas saja, tapi pemerintahan Djogja juga memanfaatkan tempat bersejarah sebagi museum. Agar pada penduduk Djogja mengerti akan sejarah yang pernah ada di tanah mereka. Kembali pada topik, jadi Museum Vredeburg berdiri pada tahun 1760. Bangunan ini tentu saja sudah di rekonstrukturisasi kembali, atau dibangun kembali dan diperbaiki agar tempat itu tetap berdiri. Didalam museum Vredeburg terdapat miniatur yang dibuat pada tahun 1980 yang dimaksudnkan untuk mereka ulang kejadian-kejadian di massa lalu. Cukup seru ya, kita jadi tahu apa yang terjadi pada masa lalu.

pintu gerbang

adanya patung pahlawan didekat pintu masuk.

Letnan Jendral Oerip Soemohardjo

Selain itu, benteng Vredeburg ini sempat direnovasi, karena bangunan yang semi permanen dan tidak begitu kokoh. Dibutuhkan waktu 20 tahun untuk merenovasi tempat ini dari tahun 1767- 1787. Benteng ini dinamakan Benteng Grustenburg yang secara harfiah merupakan tempat peristirahatan. Selain untuk pertahanan, benteng ini juga dipakai sebagai pemukiman pertama yang dipakai bangsa Eropa untuk tinggal di Djogja.

Didalam benteng ini, terdapat miniatur-miniatur yang dibuat dengan tujuan untuk mengulang masa penjajahan dan kemerdekaan. Miniatur-miniatur ini dibuat pada tahun 1980. tidak hanya miniatur yang ada dimuseum ini, ada foto-foto dan replika peninggalan pada zama dulu. Seperti baju polisi, baju suster, dan beberapa foto tentang masa-masa penjajahan.  

miniatur soekarno

Dalam museum Vredeburg, diceritakan melalui gambar-gambar dan peninggalan masa penjajahan, cukup menarik untuk datang kesini. Banyak juga pengunjung yang antusias datang kesini untuk melihat dan mengenal juga mengetahui masa-masa jajahan. 

kerja rodi yang dilakukan saat penjajahan jepang

Baju perawat pada masa PD II
Benteng ini merupakan salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh pelajar, mulai dari anak-anak SD sampai anak SMA. Mereka merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada masa lampau, dan mereka ingin tahu kapan terjadinya kejadian-kejadian itu.

Rapat Emansipasi Wanita

Saya sempat bertanya pada Bapak Suriyo, apakah sulit berbicara dengan turis asing yang berbeda bahasa dengan kita? Bapak Suriyo pun menjelaskan " Memang agak susah berbicara dengan orang yang tidak bisa bahasa kita, apa lagi tidak semua turis bisa berbahsa inggris, kamipun disini belajar berbahsa inggris. Sehingga kami masih bisa berkomunikasi dengan turis". Lalu saya pun bertanya lagi," Apakah bapak pernah menggunakan gerak tubuh jika ada yang tidak dimengerti turis tentang penjelasan bapka?". "kadang-kadang saya suka sih meggerakkan tubuh, seperti menggerakkan tangan, ya seperti itulah kadang-kadang apa yang saya beri tahu dengan gerakan tubuh mereka masih tidak mengerti ", jawab Pak Suriyo.
Beamer dan Varner menuliskan, " komunikasi non-verbal dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi dan idiosinkrasi."

Dalam hal berkomunikasi, Bapak Suriyo menggunakan apa yang dimaksud dengan gerakan tubuh dalam komunikasi non-verbal. Ada pernyataan yang  mengatakan bahwa " tindakan menyatakan sesuatu hal". Imai dengan jelas menyatakan pentingnya tindakan sebagai bentuk komunikasi. Contohnya ya seperti Bapak Suriyo tadi, menunjuk atau mengerakan anggota tubuhnya yang lain. Oh iya, saat saya berbicara deng turis asing saya melihat ada komunikasi non-verbal antar mereka. Misalnya seperti saat mereka tidak setuju untuk pergi ke suatu tempat, mereka menggelengkan kepalanya. Perjalanan saya di Djogja cukup menyenangkan, selain ditemani oleh teman saya, saya juga bertemu dengan saudara saya disana. Saya menjadi lebih mengetahui tempat wisata disana.

Observasi yang saya lakukan di Benteng Vredeburg dibilang hanya sebentar. Setelahnya kami pergi menuju kosan mahasiswa UGM dan mahasiswa lainnya. Saya sempat berbincang-bincang dengan mereka, bertanya tentang apa yang menjadi kendala mereka saat datang ke djogja? Pada dasarnya kendala yang mereka alami sama, yaitu kendala dalam berbahasa. Salah satu mahasiswa UGM yang saya ajak berbicara adalah Martin ia berasal dari Pematang Siantar. ia mengatakan " bahasa itu yang agak susah, awalnya saya tidak mengerti tapi sekanrang karena udah lama disini jadi sudah sedikit mengerti. Sama istilah-istilah yang berbeda dari tempat asal saya. Kalau disini becak di tempat saya motor kereta, atau istilah seperti galon atau pom bensin."


TAMAN SARI (ISTANA AIR)

Selanjutnya, pada hari ke dua, 11 November 2012 saya beserta teman saya pergi ke Taman Sari, taman sari ini adalah tempat para raja dan ratu serta putri raja mandi. Jangan kaget saat kalian masuk ke dalam istana air ini, disini tidak ada air mancur atau berbau pancuran. Untuk masuk ke Taman sari ini ada biaya yang dikenakan, yaitu untuk setiap turis atau pengunjung dikenakan biaya Rp 3000 dan unutk izin foto Rp 1000.


Harga tiket masuk Taman Sari


Disini terdapat tiga kolam besar yang berbetuk persegi yang diperuntukkan untuk para raja, ratu dan anak-anaknya mandi. Hhmm, bahkan raja, istri raja dan anak-anaknya mandi di tempat atau kolam yang berbeda. Ternyata sejak dahulu sudah ada yang namanya sauna, hanya saja berbeda dengan yang kita punya sekarang. Bedanya adalah, zaman dahulu sauna seperti kamar tidur yang dibawahnya terdapat celah agar bisa diisi dengan kayu bakar, sehingga panas dari kayu bakar tersebut menyerap pada tempat atau batu yang menjadi alas. Sedangkan sekarang ini sauna sudah seperti ruang tidur besar dan tidak menggunakan kayu bakar lagi.

kolam yang dipakai raja dan keluarganya mandi

Dahulu, sekitar taman sari ada danau buatan yang diperuntukkan sebagai penahan erupsi. Karena terjadinya erupsi, danau buatan tersebut sudah tidak ada lagi, sekarang tempat dimana danau buatan itu dibuat, di huni oleh abdi dalem atau orang dalam dari keraton. Kegiatan yang dilakukan oleh abdi dalem sehari-harinya adalah melukis atau membuat kerajinan wayang. Sayang sekali saya tidak diizinkan untuk mengambil gambar dari lukisan tersebut. Lukisan-lukisan yang dibuat memiliki corak yang lembut tapi tidak membosankan. Semua lukisan memiliki alur cerita yang berbeda-beda. Ada lukisan yang menceritakan tentang bertemunya Rama dan Sinta, ada juga lukisan yang menceritakan berdirinya kota djogja.

Abdi dalem yang sedang melukis
Waktu sudah menunjukkan makan siang, jadi kami menunda observasi kami dan mencari makan disekitar taman sari. Hanya jalan 5 menit kami menemukan warung gudeg dipinggir jalan. Salah satunya adalah Warung Gudeng Mbok Djum. Banyak yang bilang bahwa gudeg yang dibuatnya lebih enak dari gudeg-gudeg yang lain. Harganya cukup  mahal sih, saya saja heran kenapa saya makan siang diwarung gudeg tersebut. Tapi ya sudah karena sudah terlanjur memasukan kaki kesana jadi kami memesan gudeg komplit, harganya berkisar Rp 30.000- Rp 40.000. Untung saja benar apa yang dibilang orang-orang, gudegnya memang agak beda dari yang lain, dan enak. Akhirnya kami kembali dan melanjutkan observasi kami.


Gudeg Mbok Djum

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 04.30, kami harus segera mencari tempat makana untuk makan malam. Berhubung hari sabtu alias malam minggu, kita jadi harus rela terkena macet jalanan djogja. Setiap kafe dan tempat santai dipenuhi oleh para mahasiswa, orang pacaran, bermacam-macam orang ada di sana. tidak lama kami memasuki restoran yang bernama Pondok Cabe. Diiringi sebuah band berasal dari Djogja makan saya jadi semakin lahap.

Sayang sekali Observasi saya hanya bisa di dua tempat wisata saja, karena waktu yang kurang lama jadi saya memutuskan untuk pergi ke dua tempat wisata saja. Tapi dari obseervasi yang saya lakukan, saya mempelajari banyak hal. Mulai dari perbedaan bahasa yang menurut saya susah dimengerti. Saya berbahasa indonesia campur sunda, sedangkan mereka berbahasa indonesia bercampur jawa. Saya juga mempelajari bagaimana cara memulai pembicaraan dengan beberapa orang djogja di sana dan kepada turis asing. Sedikit susah untuk mempunyai keberanian berbicara terlebih dahulu, tapi mengingat ini adalah observasi jadi saya memberanikan diri memulai pembicaraan.

Pelajaran lain yang saya ambil adalah, bagaimana mereka atau penduduk Djogja memperlakukan turis sangatlah ramah. Mereka menghormati, dan berusaha untuk bersikap baik agar para turis nyaman dengan Djogja. Semoga informasi yang saya berikan berdasarkan observasi ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi acuan pembaca datang ke Djogja. 

No comments:

Post a Comment