Pages

Sunday, January 20, 2013

Kisah dari Kampung Naga / Story of Kampung Naga


Nama `: Muhammad Reza Satrio
NIM  `: 11140110007
Kelas   : F1



Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disingkat dengan nama NKRI adalah Negara yang terdapat di belahan benua asia tepatnya yaitu Asia Tenggara bersama Thailand , Vietnam , Singapore. Dilalui oleh garis khatulistiwa yang pusat terdapat di pulau Kalimantan. Negara Indonesia diapit oleh 2 benua yaitu benua Asia dan benua Australia , dan 2 samudra yaitu samudra Hindia dan samudra Pasifik. Tercatat dalam statistik , negara Indonesia disebut sebagai Nusantara , mengapa? Karena Indonesia adalah negara yang memiliki pulau terbanyak yaitu lebih dari 13.000 pulau dikelilingi oleh lautan yang begitu luas.
Di negara Indonesia ini populasi masyarakatnya juga terhitung cukup padat terdata lebih dari 210 juta jiwa pada pertengahan tahun 2010. Padatnya penduduk Indonesia , dilihat dari mata dunia , Indonesia menempati posisi ke empat jumlah populasi terbesar. Penduduk Indonesia menganut berbagai macam agama , mulai dari Islam , Kristen , Hindu , Budha , dll. Agama Islam yang dominan terdapat di Indonesia , dan Indonesia sendiri bukan disebut negara Islam. Namun , bentuk pemerintahan atau bentuk negara dari Indonesia adalah Republik yang sebelumnya telah disebutkan pada paragraf pertama.
Indonesia yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke , memiliki berbagai macam suku , ras , etnik , budaya , bahasa dan agama. Bangsa dari Suku Jawa adalah Suku atau etnis yang terbesar yang terdapat di Indonesia. Lebih dari 40% populasi suku Jawa keseluruhan dari penduduk Indonesia.  Kita juga mengetahui semboyan yang dimiliki oleh negara Indonesia , yaitu semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki bermakna berbeda-beda tapi tetap satu yang memiliki arti meskipun memiliki perbedaan keberagaman dari perbedaan itulah yang mencerminkan kesatuan yang mencerminkan identitas negara Indonesia.
            Seperti yang dikutip dari buku “Komunikasi Lintas Budaya” Larry A. Samovar. Seorang pakar bernama Sowell berpendapat tentang budaya yaitu “Budaya ada untuk melayani kebutuhan vital dan praktis manusia untuk membentuk masyarakat juga untuk memelihara spesies , menurunkan pengetahuan , dan pengalaman berharga ke generasi berikutnya, untuk menghemat biaya dan bahaya dari proses pembelajaran semuanya mulai dari kesalahan kecil selama proses coba sampai kesalahan fatal.”
Indonesia memiliki suku dan etnis yang terhitung amat banyak ada 300 kelompok dari suku , etnis dan ras. Tiap dari masing-masing suku tersebut memiliki warisan yang berbentuk peninggalan , sejarah , dan budaya yang berkembang secara turun-temurun dari leluhurnya. Adapun dari kebudayaan mereka tersebut memiliki pengaruh yang begitu kuat dari kebudayaan lain diantaranya oleh kebudayaan asing , yaitu kebudayaan Cina , kebudayaan Arab , maupun kebudayaan Eropa termasuk kebudayaan mayoritas yang ada di Indonesia yaitu kebudayaan Melayu.
Nah! Maka dari itu dalam penjelasan ini saya akan membahas dan mengupas tentang suatu suku budaya adat yang masih ada dan terdapat di pulau Jawa tidak lain dan tidak bukan adalah perkampungan adat yang telah saya lakukan observasi dan pengamatan dengan beberapa teman-teman dari satu fakultas dengan saya pada tanggal 21 hingga 23 Desember 2012, perkampungan ini terletak di desa Neglasari , kabupaten Tasikmalaya , provinsi Jawa Barat. Yaitu perkampungan Kampung Naga. Keberangkatan perjalanan menuju ke perkampungan Kampung Naga ditempuh dalam waktu kurang lebih 7 jam menggunakan kendaraan mobil sewaan.
Ketika sampai pada tempat tujuan , saya terkejut tiba-tiba seseorang dengan logat Bahasa Sunda nya berbicara dan menggunakan kain diatas kepalanya menyapa rombongan kami yang baru datang di Kampung Naga. Tidak hanya itu saja ketika sampai tempat tujuan , saya melihat sebuah tugu tinggi yang berwarna hitam dan diatasnya ada bentuk pisau. Sepeti gambar dibawah ini
Tugu Kujang Pusaka , simbol dari Perkampungan Kampung Naga

Dan disebelah kanan tidak jauh dari tugu kujang pusaka berwarna hitam berdiri ini ada papan berwarna hijau dan lingkaran lonjong berwarna putih bertuliskan “wilujeung sumping” yang memiliki arti yaitu selamat datang. Benar-benar perkampungan yang begitu ramah kepada para pendatang yang datang berkunjung atau studi wisata ke Kampung Naga.
Sesaat setelah sampai di Kampung Naga , saya bernafas lega karena benar-benar sudah sampai , informasi yang saya dapatkan dari teman-teman dan tour guide kami yang bernama mas eno atau mang eno , jika ingin sampai ke perkampungan Kampung Naga , harus menuruni anak tangga yang terbuat dari batu-batu besar dengan jumlah 439 anak tangga , terlihat begitu curam tapi dengan menuruni anak tangga tersebut telah cukup membuat kaki gemetar. 

Penggunaan kain diatas kepala yang termasuk identitas adat kampung naga

Saat sampai dibawah saya melihat rumah-rumah warga , terbenak dalam pikiran saya, mengapa rumah-rumah yang terdapat di perkampungan Kampung Naga ini bentuk , luas , bahan material bahkan hingga dilihat dari dekatpun semuanya sama. Perjalanan menuju pusat desa , saya menanyakan hal tersebut kepada tour guide , lalu saya mendapat informasi dari tour guide tentang perkampungan Kampung Naga , di perkampungan ini tidak mengenal kelas orang kaya ataupun kelas orang miskin disini semua derajat kelasnya sama , tidak ada yang membedakan , dan tidak terlihat perbedaan signifikan dari mereka para penduduk di Perkampungan Kampung Naga ini bahkan penduduk yang kaya harus mengikuti penduduk yang miskin. Para masyarakat di sini di dalam rumahnya tidak menggunakan tenaga listrik, jadi jika saat malam hari mereka menggunakan lampu tempel , yang diisi oleh minyak. Saat malam hari pun jarang masyarakat yang keluar rumah. Karena ada banyak satwa liar yang berada di lingkungan mereka.
Dalam hal tempat tinggal pun , semua masyarakat Perkampungan Kampung Naga harus sama , ga ada yang bertingkat , ga ada yang mewah seperti di kota-kota besar. Saat membangun rumah penduduk masyarakat Perkampungan Kampung Naga , masyarakat disini tidak menggunakan arsitek melainkan sesama warga Kampung Naga membantu untuk membangun rumah yang ingin dibangun dengan bayaran sama seperti “kuli bangunan” pada umumnya dibayar dengan makanan dan rokok.
Yang unik dari rumah-rumah Perkampungan Kampung Naga diantaranya dimana setiap dari masing-masing rumah memiliki bentuk , ukuran dan luas yang sama. Rumah yang beratap seperti ijuk dan dindingnya terbuat dari bahan rotan yang menyerupai anyaman tikar yang biasa tiap rumah tangga miliki. Dan dipintu dartiap masing-masing rumah terdapat suatu bentuk anyaman yang disebut sebagai tolak bala atau bisa juga disebut tanda angin. Dan uniknya lagi cat yang yang digunakan untuk setiap bangunan yang ada diperkampungan dan rumah-rumah yang telah dibangun tidak menggunakan cat kaleng melainkan cat yang hanya terbuat dari kapur sirih. Tidak hanya itu saja , saat kegiatan masak-memasak yang dilakukan oleh kaum perempuan di dapur pun masih tidak menggunakan gas elpiji seperti di kota-kota melainkan menggunakan kayu bakar atau menggunakan kompor minyak tanah. Benar-benar suasana pedesaan yang terasa begitu kental di sekelilingnya jauh berbeda dengan suasana rumah-rumah yang berada di kota-kota.



Perumahan Perkampungan Kampung Naga
Perkampungan Kampung Naga terletak di daerah perbukitan dengan produktivitas masyarakat yang rajin bekerja dan memiliki tanah yang cukup bisa dibilang subur dengan memiliki luas kurang lebih 1,5 ha. Yang terdiri dari pemukiman penduduk masyarakat Perkampungan Kampung Naga dan sejumlah hektar sawah yang luas. Mayoritas penduduk Perkampungan Kampung Naga memiliki mata pencaharian yaitu sebagai petani sawah, sama dengan para penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencahariannya sebagai petani.
Para masyarakat Perkampungan Kampung Naga ini setiap hari para bapak-bapak atau laki-laki pergi bekerja ke lading sawah milik salah seorang dari warga. Ketika hasil panen melimpah , para warga Perkampungan Kampung Naga menyimpan hasil-hasil pertanian mereka di suatu tempat. Para petani ini bekerja untuk berlangsung kehidupan seluruh masyarakat Perkampungan Kampung Naga sehingga mereka semua tidak perlu membeli beras ke luar dari Kampung Naga.
Penggunaan alat tradisional dalam mengolah padi hingga menjadi ke beras , para petani Perkampungan Kampung Naga tidak menggunakan peralatan pertanian yang modern. Tidak satupun saya melihat traktor untuk membajak sawah, para petani ini menggunakan tenaga manusia atau tenaga mereka sendiri untuk mengolah sawah , karena mereka yakin dengan tenaga mereka sendiri hasil yang diinginkan akan lebih bagus dan baik. Kalau istilah lain nya itu hasil jerih payah sendiri dengan keringat sendiri hasilnya sangat memuaskan. Salut deh sama petani petani yang ada di Perkampungan Kampung Naga. 

Peralatan tradisional digunakan para petani di Perkampungan Kampung Naga

Para laki-laki Perkampungan Kampung Naga selain bermata pencaharian sebagai petani sawah , ada juga yang bermata pencaharian sebagai pembuat sekaligus pedagang hasil kerajinan tangan mereka sendiri, untuk hasil kreasi dari masyarakat Perkampungan Kampung Naga tidak begitu jelek dan tidak begitu buruk. Mengapa? Karena saya bisa nilai dari kreatifan masyarakat lokal akan penggunaan dari batang kayu , kain batik , kayu bambu, dll untuk diolah menjadi sebuah kerajinan tangan dan memiliki nilai jual yang begitu tinggi. Mereka orang-orang yang sangat begitu kreatif dan mempunyai imajinasi yang tinggi. 

Hasil kerajinan tangan dari masyarakat Kampung Naga

Khas adat istiadat dari masyarakat Pekampungan Kampung Naga yaitu jumlah rumah yang berada di wilayah tersebut tidak lebih dari 113 bangunan berbentuk rumah dengan jumlah penduduk yang tinggal disana sekitar 312 jiwa atau sekitar kurang lebih 108 KK. Selain bangunan untuk rumah terdapat pula bentuk bangunan yang lain bedanya lebih luas dan panjang dari rumah-rumah biasa disekitarnya yaitu Bale Patemon (gedung pertemuan) , Masjid , dan Bumi Ageung (rumah adat).
Selanjutnya saya akan membahas tentang sistem-sistem pemerintahan yang terdapat di Perkampungan Kampung Naga ini, Sistem Pemerintahan Kepemimpinan desa Perkampungan Kampung Naga ada dua macam yaitu sistem kepemimpinan formal dan ada pula yaitu sistem  kepemimpinan non formal. Kepemimpinan yang bersifat formal itu di luar Perkampungan Kampung Naga yaitu ada kepala dusun ,  RH , RT , RW , kelurahan , kecamatan , dll. Sifat dari Kepemimpinan yang bersifat formal ini bersifat demokrasi , tidak jauh berbeda jabatannya dengan yang terdapat dikota .
Tugas dari kepemimpinan yang bersifat formal ini adalah menyampaikan baik itu berupa pesan atau informasi dari sebuah institusi pemerintahan ke Perkampungan Kampung Naga agar pesan atau informasi-informasi yang disampaikan oleh institusi pemerintahan tidak terjadi ketidakjelasan , kurang pahaman , atau kesalahpahaman kepada masyarakat-masyarakat Perkampungan Kampung Naga.
Sedangkan Kepemimpinan yang bersifat non formal yaitu ada empat macam , yang pertama ada jabatan yang bernama Kuncen atau kepala adat yaitu bertugas sebagai pemimpin atau penanggung jawab atas adat dari Perkampungan Kampung Naga , memimpin seluruh acara-acara adat yang terdapat di desa , Kuncen dipilih oleh masyarakat berdasarkan keturunan silsilah jika sudah sesepuh bisa diangkat menjadi Kuncen. Yang kedua ada jabatan yang bernama Lebe , tugas dari peran ini adalah mengurusi orang-orang yang akan dan telah meninggal yang terdapat di Perkampungan Kampung Naga.
Yang ketiga ada jabatan yang bernama Punduh adat yang berperan dan mempunyai tugas yaitu untuk mengawasi , mengurus , dan memperhatikan masyarakatnya baik yang dilakukan ataupun tidak. Punduh adat bisa menjadi penasehat bagi Kuncen dan masyarakat Perkampungan Kampung Naga. Yang terakhir ada jabatan yang bernama Jajaran sesepuh bisa disebut sebagai korps atau perkumpulan sesepuh Perkampungan Kampung Naga peran dan tugasnya ini sama , mereka termasuk dari Lebeh dan Punduh adat.

Punduh adat Kampung Naga

Selanjutnya saya akan bahas tentang satu bahasan yaitu agama. Seluruh masyarakat Perkampungan Kampung Naga mayoritas menganut hanya satu agama yaitu agama Islam. Sebenarnya semua agama diperbolehkan kok untuk berwisata atau hanya sekedar mencari tahu seluruh kebudayaan yang mereka miliki meskipun itu pembedahan isi Perkampungan Kampung Naga , akan tetapi nih ada akan tetapinya itu hanya dikhususkan bukan untuk warga atau masyarakat yang tinggal di Perkampungan Kampung Naga itu sendiri, diwajibkan dan diharuskan semua masyarakat Kampung Naga menganut agama Islam dan mengikuti ajaran-ajaran dan juga peraturan yang terdapat dalam agama Islam maupun adat budaya Perkampungan Kampung Naga itu sendiri. Mulai dari pernikahan yang diharuskan berpasangan dengan yang satu agama yaitu agama Islam tidak diperbolehkan dengan yang beda agama, kelahiran seorang anak dan anak itu diharuskan sudah menganut agama Islam, maupun dengan permasalahan akan kematian atau pemakaman harus digunakan atau harus mempergunakan sesuai ketentuan dan cara dari agama Islam. Masyarakat Perkampungan Kampung Naga ini terhadap agama Islam mereka begitu sangat mencintai agama mereka, semua ini terbukti dari apa yang mereka ketahui tentang apa yang diajarkan agama Islam , mereka terapkan hingga sampai saat ini. Ada satu peraturan dimana ketika kita tidur kedua telapak kaki tidak boleh menghadap ke kiblat (barat) sholat. Karena, arah kiblat dimana orang Islam bersujud kepada Tuhannya dan menghadapNya. Jadi tidak boleh memberikan kedua telapak kaki menghadap kea rah kiblat. Penganut agama Islam yang sangat kuat diterapkan di Perkampungan ini.
Seperti yang dikutip dari buku “Komunikasi Lintas Budaya” Larry A. Samovar. Seorang pakar bernama menulis synopsis tentang kepercayaan Islam yaitu “Islam berarti ‘tunduk’ pada tuhan dan kehendakNya. Qur’an menekankan keagungan tuhan berulang kali, kemurahan hati yang ditunjukkan pada manusia secara khusus, ketaatan serta rasa syukur dan upah yang diterima hingga akhir waktu
Dalam hal kerukunan atau mengatasi suatu konflik yang terjadi, karena Perkampungan Kampung Naga itu menganut budaya sunda agar tercipta kerukunan , saling mempercayai dan perdamaian, masyarakat Perkampungan Kampung Naga berpegang pada empat konsep masing-masing memiliki arti tersendiri. Yang pertama yaitu sili asah yang memiliki arti menyayangi atau mengasihi, yang kedua yaitu  sili asih yang memliki arti memberi, yang ketiga yaitu sili asuh yang memiliki arti saling menghargai, dan yang terakhir adalah sili payungan yang memiliki arti merangkul sesama manusia. Adapun tiga konsep lain yang masyarakat Perkampungan Kampung Naga pegang selain ke empat tadi ada pula yaitu amanat, wasiat, dan akibat. Jika ke tiga-tiganya bahkan empat dari pertama yang disebutkan tidak bisa dipegang dan dijalani, maka orang tersebut akan menanggung resiko apa yang telah orang tersebut perbuat, istilah lainnya itu karma.
Selain itu ada tiga hal yang tidak boleh kita lakukan dan tidak diperbolehkan di dalam Perkampungan Kampung Naga. Pertama yaitu ada istilah ngadu yang memiliki arti dan makna yaitu mengadu antar makhluk hidup, kedua yaitu ada istilah nyawadon yang memiliki arti dan makna yaitu bermain wanita (ini dikhususkan bagi para laki-laki) dan istilah yang terakhir yaitu nyamadat yang memiliki arti dan makna yaitu berjudi.
Perkampungan Kampung Naga merupakan kampung yang memberikan kita sebuah pelajaran, layaknya seperti kehidupan mereka yang benar-benar dikatakan mandiri, mempunyai kreatifitas yang tinggi, mampu dan bisa berjuang tanpa bantuan dari luar, penganut agama yang taat, menghormati agamanya dengan cara menerapkannya di kehidupan sehari-hari, bisa dikatakan jarang bahkan hampir tidak pernah ada terjadi yang namanya konflik. Jika kita bisa seprti mereka kenapa tidak? dengan keuletan dan kegigihan yang mereka lakukan, tentu yakin kita pasti akan bisa meraih apa yang kita inginkan, seharusnya kita malu karena kita masih ingin menerima yang segalanya serba instant dan suka melanggar peraturan. Semoga apa yang diperoleh dari Kampung Naga tersebut kita bisa ambil sebuah pelajaran kebudayaan yang berharga. 








No comments:

Post a Comment