Pages

Wednesday, January 16, 2013

Kampung Betawi, Kampung Penuh Kebudayaan di Tengah Keramaian Kota Metropolitan

Nama  : Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang
NIM : 11140110064
Kelas : G1




Jakarta adalah ibukota Indonesia, karna faktor ini menyebabkan banyak sekali ragam kebudayaan dari seluruh penjuru Indonesia di kota ini. Keragaman budaya memang sudah menjadi hal yang khas di Indonesia, mulai dari perbedaan suku,budaya,agama,etnis ada di negeri ini. Jakarta sebagai ibukota juga memiliki kebudayaan sendiri yaitu Betawi. Betawi adalah suku asli di Jakarta yang muncul karena adanya hasil perkawinan budaya luar dengan penduduk asli yang dahulu disebut Batavia.
Masyarakat Betawi sudah ada sejak lama, sejak masyrakat Melayu yang kala itu belum diketahui dari etnis mana. Yang pada saat itu banyak orang dari luar Indonesia seperti, Belanda, Cina, Portugis, Arab dan kerajaan-kerajaan yang sudah ada di Indonesia, yang menyebabkan terjadinya hal yang tidak bisa di hindari atau disebut dengan Akulturasi.

            Akulturasi sendiri memiliki pengertian yaitu, Proses Sosial yang timbul saat suatu kelompok dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing yang lama kelamaan dapat diterima oleh kebudayaannya sendiri tanpa kehilangan unsur budaya kelompok itu sendiri.
Nah ! perpaduan dari banyaknya budaya itu memungkinkan untuk terjadinya adopsi budaya yang menjadi bagian dalam budaya masyarakat Betawi.

Baju adat Betawi

            Seperti contoh baju yang dikenakan diatas, selaku pengurus Kampung Betawi yang terletak di Setu Babakan. Baju yang beliau pakai adalah baju keseharian Betawi, memakai peci, sarung yang dipakai di leher dan baju khas budaya Betawi. Baju ini sendiri juga tercipta karna adanya pengaruh dari budaya Arab dan Melayu.

Apa sih Kampung Betawi itu?
            Saya melakukan perjalanan ke Kampung Betawi pada tanggal 23 Desember 2012, Kampung Betawi terletak di  Setu Babakan di Jalan Raya Moh. Kahfi II, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Cukup sulit untuk menemukan letak Kampung Betawi ini karena memang sebelumnya saya sama sekali tidak tau arah menuju tempat itu.
Pintu Masuk, Gerbang si Pitung di Setu Babakan
            Nah! Disinilah tempat yang ditetapkan oleh pemerintah Jakarta sebagai salah satu daerah/tempat pengembangan serta pelestarian budaya Betawi. Penduduk di Perkampungan Budaya Betawi sangat ramah dan murah senyum, saat saya pertama kali melintasi gerbang ini, saya sedikit bingung karena saya tidak tau dimana letak Kampung Betawi yang banyak dibicarakan orang. Setelah tidak berapa lama saya mencoba menerka jalan akhirnya sampai lah saya di Danau Setu Babakan yang ternyata menjadi salah satu penarik wisatawan di sekitar Jakarta sampai luar Jakarta.
Danau ini menjadi icon masyarakat di sekitar sini, banyak sekali orang-orang yang sedang menikmati keindahan danau ini. Ada yang sedang berkumpul bersama teman-teman mereka, ada yang sedang berlibur bersama keluarga mereka dan pastinya juga ada yang sedang asik berpacaran di pinggir danau ini. Danau ini menjadi icon masyarakat sekitar Setu Babakan, ternyata arti dari Setu itu berarti danau dalam bahasa Betawi.  
Pemandangan Danau di Setu Babakan, Kampung Betawi


Yuk kita intip jajanan khas Betawi !
Rasanya kurang mantap jika kita membahas budaya Kampung Betawi tanpa mencicipi masakan khas Betawi yang namanya sudah sangat besar di kalangan masyarakat sekitar Jakarta bahkan di Indonesia.
Kampung Betawi menyajikan beragam masakan atau jajanan khas Betawi, yang mendapatkan perhatian saya ketika saya menelusuri sekitar danau adalah “Kerak Telor”. Begitu banyak orang mengetahui atau mengenal Kerak Telor, tetapi saya sendiri belum pernah mencicipi makanan ini. Karena memang makanan ini biasa disajikan pada saat Pekan Raya Jakarta dengan harga yang lumayan mahal dari harga sebenarnya.
Berhubung saya berada di Kampung Betawi, harganya masih terbilang masuk akal yaitu Rp.10.000,- per porsi untuk yang menggunakan telor ayam dan untuk telor bebek dikenakan harga Rp.12.000,- per porsi.
Pedagang Kerak Telor

            Rasa penasaran saya untuk ingin tau lebih dalam tentang apa itu Betawi membuat saya memilih untuk bertanya-tanya sedikit kepada penjual Kerak Telor di Kampung Betawi.
            Kerak telor adalah makanan khas kebudayaan dari Betawi, dengan menggunakan bahan-bahan yaitu  ketan putih, telur ayam/telur bebek, udang yang sudah dihaluskan atau disebut “ebi” yang digoreng kering ditambah bawang goreng, kemudian diberi bumbu yang dikenal dengan serundeng dan dicampur dengan cabai merah, jahe, kencur, merica, gula pasir dan garam.
                                               

            Kerak Telor sendiri memiliki tekstur yang agak kasar dan kering karena pembuatan Kerak telor tidak menggunakan minyak apapun sehingga membuat telur dan ketan putih sedikit gosong (berkerak), itu lah mengapa makanan ini disebut kerak telor.

            Sehabis puas menikmati masakan khas Betawi yaitu kerak telor, saya mulai bertanya-tanya mengenai Betawi kepada penjual kerak telor ini.

            Ternyata Betawi itu memiliki keunikan sendiri di setiap daerah, mulai dari gaya berbicara atau secara Verbal. Perbedaan itu terletak pada penekanan kata dalam melakukan percakapan. Misalnya cara berbicara orang Betawi yang biasa kita lihat di Televisi yang menggunakan kata “iye” “Kenape?”. Logat berbicara seperti itu merupakan logat khas masyarakat Betawi di daerah sekitar Mampang, Buncit, Pejaten dan sedangkan di Setu Babakan sendiri tidak menggunakan logat seperti itu melainkan logat biasa seperti “iya” “kenapa?” “apa?” dan lain sebagainya.
            Selain bertanya kepada penjual Kerak Telor, saya juga sedikit berbicara dengan penjual minuman yang duduk di belakang abang penjual Kerak Telor ini. Mereka berdua sangat terlihat akrab dan mungkin sudah kenal sejak lama. Menurut perkataan mereka, di Kampung Betawi, Setu Babakan ini setiap minggu diadakan acara budaya Betawi. Mulai dari seni tarian sampai ke seni beladiri asal Betawi yaitu Pencak Silat.
 “Waw! Menarik juga Kampung Betawi”  itulah hal yang terlintas di kepala saya ketika mendengar bahwa ada banyak sekali kegiatan-kegiatan di Kampung Betawi, sungguh hal yang sangat membanggakan melihat budaya Indonesia di lestarikan terus menerus bahkan sampai turun temurun.

Penjual minuman di Kampung Betawi
            Rasanya kurang nikmat jikalau sudah menikmati masakan khas Betawi tetapi tidak mencicipi minuman khas Betawi. Kebetulan sekali pedagang minuman ini menjual minuman khas Betawi yaitu “Bir Pletok”. Pertama kali mendengar saya langsung berpikiran bahwa bir pletok ini pasti menggunakan alkohol sebagai bahan pembuatannya, tanpa pikir panjang saya dan teman-teman yang ikut mengobservasi memesan bir pletok.
Bir Pletok : minuman khas Betawi
            Lagi-lagi saya di kejutkan, bir pletok yang saya pikir adalah minuman keras ternyata sama sekali tidak menggunakan alkohol, rasa bir pletok ini ternyata mirip dengan minuman jahe, memang bahan dasar yang digunakan adalah jahe sehingga menciptakan rasa hangat bagi tubuh. Bir Pletok ini biasa di konsumsi oleh masyarakat Betawi pada malam hari untuk menjaga kehangatan di dalam tubuh. Selain menghangatkan tubuh, bir Pletok juga memiliki khasiat lain yaitu memperlacar peredaran darah dalam tubuh. Bir Pletok ini bisa di dapatkan dengan harga Rp.9.000,- per botol.
            Setelah menikmati makanan dan minuman khas Betawi, saya kembali mencari tau sejarah tentang Kampung Betawi ini, saat saya mulai mencari ternyata ada sekumpulan anak-anak yang berdiri di panggung mengenakan selendang khas betawi dan di kiri kanan panggung terdapat boneka Ondel-ondel. Rupanya mereka sedang melakukan latihan untuk hari minggu, karena seperti yang sudah dikatakan oleh pedagang kerak telor dan minuman tadi bahwa memang setiap hari minggu diadakan acara-acara adat seperti Tarian, Beladiri, adu pantun dan lain-lain.
                                  
Anak-anak sedang latihan menari
            Selain tertarik melihat mereka menari, saya juga tertarik melihat patung ondel-ondel yang berada di pinggir panggung tersebut. Ondel-ondel adalah boneka yang mengingatkan akan nenek moyang/leluhur yang senantiasa menjaga anak cucunya dan desa. Dahulu masyarakat Betawi menggunakan ondel-ondel sebagai penolak bala atau untuk mengusir roh halus yang mengganggu kenyamanan penduduk.

            Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kini ondel-ondel lebih banyak digunakan untuk mengisi acara-acara khusus seperti, penyambutan tamu, peresmian tempat hunian atau pesta rakyat.

                                                           

                                                         Ondel-ondel di Kampung Betawi

            Ondel-ondel memiliki ukuran yang cukup besar, tingginya bisa mencapai 2,5 meter, pembuatan ondel-ondel cukup sulit karena boneka ini terbuat dari dari anyaman
bambu yang di design sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipikul dari dalam. Bagian pada wajah ondel-ondel adalah topeng, dan di kepalanya terdapat rambut yang dibuat dari ijuk.
            Seperti yang bisa kita lihat, boneka ondel-ondel ini membelakangi penonton. Hal ini merupakan sebuah isyarat bahwa pertunjukan yang sesungguhnya belum di mulai, jika pertunjukan sudah dimulai maka ondel-ondel ini akan menghadap ke penonton.

            Boneka ondel-ondel ini di letakan di tempat anak-anak latihan menari, tari Ronggeng Betawi, Tarian ini adalah tari Japin/Zapin. Tarian ini menyerap budaya arab dan pakaian yang biasa digunakan pada saat acara adalah baju yang menyerap kebudayaan Cina.
            Sehabis melihat-lihat tarian khas budaya Betawi, saya bertemu dengan pengurus panggung dan salah satu figur yang menjadi panutan di Kampung Kebudayaan Betawi ini. Beliau biasa di panggil Bang Indra.

              Bang Indra menjelaskan banyak hal kepada saya tentang kebudayaan Betawi yang lebih mendalam. Beliau mengatakan bahwa budaya Betawi sangat mendalami unsur Simbolis dalam budayanya. Bang Indra adalah penduduk asli Betawi dan beliau telah menjaga dan ikut campur tangan dalam pelestarian budaya betawi di Kampung Betawi di Setu Babakan ini sejak dulu, meskipun Jakarta adalah kota yang serba cepat dalam hal perkembangan atau modernisasi tetapi Bang Indra selalu mengingatkan saya supaya jangan pernah sekali-sekali meninggalkan budaya asli kita, karena ketika kita melupakan atau meninggalkan budaya kita saat itu juga kita telah mengkhianati bangsa kita.

Prosesi Adat Betawi…
Prosesi adat di dalam kebudayaan Betawi, seperti pernikahan yang menyimbolkan bahwa budaya Betawi tidak datang dengan tiba-tiba melainkan melalui prosesi fisik maupun non-fisik.

          Tahap prosesi yang di terapkan dalam budaya sperti pernikahan, adat Betawi adalah melalui beladiri yaitu Silat, sebagai beladiri asli dari Betawi. Silat melambangkan bahwa sang pengantin pria siap melindungi calon istri, keluarga serta keluarga besarnya.
Setelah proses itu dilalui maka aka nada prosesi “pembacaan surat” atau “zikir” yang berhubungan dengan unsur keagamaan. Dan kemudian dengan acara makan kue, kue dalam Betawi sendiri memiliki unsur simbolik, salah satu kue yang di sajikan adalah Roti Buaya. Roti buaya melambangkan kesetiaan, kerjasama, dan kesabaran. Lalu dari pakaian pernikahan sendiri juga melambangkan bahwa seorang pasangan harus mampu untuk menghidupi keluarganya.
Hal-hal itu tidak terlepas dari budaya simbolik yang dipakai dalam masyarakat Betawi.

Pelestarian Budaya Betawi
Kampung Betawi menjadi wadah pelestarian budaya Betawi, tempat ini lah yang membuat masyarakat Betawi untuk terus menerus mempertahankan serta mengembangkan budaya asli Jakarta ini. Tentu, segala suatu harus ada campur tangan dari pemerintah provinsi DKI dalam proses pelestariannya. Kampung Betawi sendiri di dirikan sebagai salah satu wujud dari kepedulian masyarakat betawi untuk melestarikan budaya mereka.
            Pelestarian budaya betawi tidak berhenti pada itu saja, dengan adanya media-media sanggar sebagai sarana, pelestarian melalui pendidikan yaitu muatan local yang menyarankan untuk memasukan unsur kebudayaan dari kota Jakarta sendiri yaitu budaya betawi.

Tantangan pada masa Modernisasi
Adanya kemajuan dalam bidang teknologi, informasi, edukasi merubah cara berpikir masyarakat menjadi lebih maju dan hal ini juga membuat masyarakat lupa akan budaya dan meninggalkan budaya mereka sendiri.
          “Kita boleh berpikir global, tapi jangan lupa, kita harus berbudaya lokal” Perkataan Bang Indra ini menyentuh dan menyadarkan saya untuk jangan pernah melupakan budaya karena itu merupakan jati diri dari bangsa Indonesia.
            Kampung Betawi menyimpan banyak sekali kebudayaan betawi berupa kesenian-kesenian yang semakin memudar di tengah kehidupan di Jakarta, tantangan dalam melestarikan budaya betawi memang cukup berat. Karena, Jakarta di huni oleh banyak sekali masyarakat yang berlatar belakang budaya yang berbeda, maupun dari dalam negeri maupun dari mancanegara.
            Pada saat saya berada disana, saya di jelaskan oleh orang-orang disana bahwa kebudayaan betawi akan terus ada selama terus ada orang yang mau melestarikan budaya Betawi dan terjalin hubungan baik.
            Seperti yang diungkapkan oleh Bennet dalam Teori Lintas Budaya, Budaya adalah kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menentukan hubungan sosial manusia berdasarkan kehidupannya sehari-hari. Teori ini memiliki arti bahwa budaya ada dimana-mana dan budaya itu sendiri adalah sesuatu yang kita lakukan.

             Penyerapan budaya Betawi bagi masyarakat Jakarta sudah sangat mengental, mulai dari gaya bahasa yang khas a-la orang betawi sampai cara berpakaian dan melakukan sesuatu. Bisa kita lihat kalau gaya bahasa betawi menjadi bagian hidup masyarakat. Contoh gaya bahasa : lu, gue, buset, yailah,dll. Budaya betawi merupakan budaya yang sangat unik, Budaya betawi berawal dari menyerap budaya-budaya lain dan membentuk suatu baru, budaya Betawi.
            Dari perjalanan saya menuju kampung Betawi ini membuka mata saya bahwa sesungguhnya budaya Betawi tidak seperti yang dipikirkan oleh banyak orang. Pemikiran bahwa orang Betawi itu kasar, asal bicara, terlalu santai, dan lain-lain, terpatahkan oleh pengalaman saya meng-observasi kampung Betawi.
                                             
            Anak-anak, remaja dan kaum anak muda adalah penerus dari kebudayaan yang sudah mendarah daging pada setiap daerah di remaja. Seperti yang Bang Indra bilang, bahwa selama ada apresiasi dari masyarakat Betawi, penduduk sekitar, dan seluruh masyarakat Betawi dan semangat para generasi muda untuk mencintai dan lebih dalam mempelajari budayanya, budaya itu sendiri akan terus ada. Kampung Betawi menjadi contoh yang sangat cocok, tempat ini menjadi ajang apresiasi, pembelajaran, pengembangan, pelestarian, dan rumah bagi budaya Betawi di tengah keramaian ibukota Jakarta.
 

1 comment: