Pages

Saturday, January 19, 2013

Keunikan kampung Sindang Barang



Nama: Sherly Destriana
NIM: 11140110027
Kelas: E-1



            Sungguh menyenangkan bagi saya bisa mendapatkan tugas yang belum pernah saya alami dan dapatkan sebelumnya. Tugas yang diberikan dalam pelajaran Komunikasi Antar Budaya ini akan memperluas pengalaman kita tentang bagaimana untuk lebih mengenal dan mengetahui lebih dalam tentang budaya yang kita miliki ini.
           INDONESIA!!!. Sungguh sangat luar biasa dan bangga bahwa saya memiliki banyak sekali ragam budaya di Indonesia. Dengan berbagai macam suku, ras, budaya dan agama yang dimiliki Indonesia kita dapat melihat betapa besarnya budaya yang banyak sekali di miliki oleh Indonesia. Di sini saya mendapatkan banyak kejutan yang sangat menarik dan bisa mengetahui tantang budaya sunda lebih dalam. Sebuah budaya yang tidak pernah saya ketahui dan alami langsung sebelumnya dalam hidup saya. Budaya yang begitu membuat hati saya tersentuh dengan keunikannya yang begitu indah. Ayokk! Kita liat lebih jauh tentang budaya sunda ini di kampung budaya Sindang Barang.
  
Kampng Budaya Sindang Barang

Kampung Budaya Sindang Barang. Itulah nama yang pertama kali saya baca saat sampai di sebuah perkampungan yang masih sangat asri dengan kehijauan dan bebatuan yang bertebaran. Kampung budaya sindang barang ini terletak di desa pasir eurih kecamatan tamanasari kabupaten bogor, Jawa Barat. Seperti yang kita ketahui bahwa bogor sangat dikenal dengan kota hujan sehingga kampung sindang barang ini masih sangat asri dengan udara yang dingin dan sejuk. Saat sampai di sana, saya merasakan udara yang sangat luar biasa dan masih dapat merasakan embun yang menetes di pagi hari. Kampung ini hanya berjarak 5 km dari kota Bogor sehingga akan sangat menyenangkan apabila kita dapat berlibur di sana.
Kampung budaya ini tidak terlalu sulit untuk di temukan. Dalam perjalanan menuju Sindang barang kemarin, saya hanya bermodalkan GPS untuk dapat menemukan lokasi tersebut dan meminta petunjuk dari orang- orang yang ada di sana. Apalagi penduduk daerah sekitar sana sangat terkenal dengan keramahannya dan tata cara bahasa mereka yang sangat halus. Sangat berbeda dengan budaya yang saya miliki di Sumatra yang terkenal sedikit kasar.
Setiba di sana, saya harus jalan terlebih dahulu melewati jalan yang menanjak dan berbatu sebelum memasuki pintu utama kampung budaya sindang barang tersebut. Dan betapa terpananya saya saat melihat tempat yang begitu hijau dengan rerumputan yang rapi dan rumah panggung yang terbuat dari bambu berjejeran seperti rumah adat lama yang sudah jarang saya lihat di tempat tinggal saya. Budaya yang begitu masih kental menarik perhatian saya untuk mengetahui lebih dalam tentang kampung budaya ini.
Saat memasuki kampung budaya ini, saya dan teman- teman saya di sambut hangat oleh “akang” biasa yang artinya kakak dalam bahasa sunda, untuk melihat- lihat rumah adat yang berjejeran yang diperkenalkan oleh akang dan langsung rasa penasaran saya semuanya terjawab di sana. Ternyata jejeran rumah adat yang saya lihat di sana itu di namakan Lumbung Padi (Leuit). Saya ingin mengajak kalian mengenal apa sih kampung budaya sindang barang lebih dalam.


Lumbung Padi (Leuit)

Suasana yang asri di Lumbung padi

Kampung budaya sindang barang adalah kampung tertua yang ada di kawasan Bogor, Jawa Barat. Kampung budaya sindang barang ini sengaja dibangun untuk melestarikan budaya sunda dan menjadi sorotan budaya bagi turis atau orang- orang asing yang datang ke budaya tersebut. Konon katanya menurut pantun bogor, sindang barang ini sudah ada sejak kerajaan sunda abad ke XII. Dari sini juga kebudayaan sunda bogor berawal dan bertahan hingga sekarang dan bentuk upacara adat Seren Taun.
Kampung budaya sindang barang ini memiliki 27 bangunan adat dan enam di antaranya itu adalah lumbung padi (leuit) yang saya lihat pertama saat kali saat memasuki kampung budaya ini. Lumbung padi ini merupakan rumah- rumah tradisional budaya sunda kuno dan tidak akan pernah kita temui di tempat lain karena sebagian orang sudah modern dan tidak akan melestarikan budaya sundanya dengan begitun kental seperti kampung budaya sindang barang tersebut. Kampung budaya sindang barang ini sangat eksotis dan tidak akan ada ditemukan di tempat lain.
Dengan bangunan adat yang masih sangat kuno di kampung budaya ini, para wisatawan dapat menikmati suasana khas sunda yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Apalagi kampung budaya sindang barang menyediakan fasilitas khusus bagi para pengunjung untuk dapat merasakan tinggal di sana dengan fasilitas penginapan dalam bentuk rumah adat sunda dan juga ada beberapa kegiatan- kegiatan untuk mengenal budaya sunda lebih dalam.
Keunikan budaya sunda yang baru saya ketahui di kampung budaya sindang barang ini, mereka mengadakan upacara adat setiap tahun sekali yaitu upacara adat Seren Taun. Upacara adat ini dilakukan sebagai ucapan syukur dan doa dari masyarakat sunda atas suka duka yang telah mereka alami khususnya dalam bidang pertanian bahwa selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang mereka masih diberikan rejeki untuk dapat menikmati hasil panen mereka. Berawl sejak berjayanya kerajaan Pajajaran, upacara ini terus berlangsung dan tetap dilestarikan hingga sekarang. Upacara adat Seren Taun ini melibatkan seluruh masyarakat baik para wisata maupun masyarakat desa pasir eurih itu sendiri bahkan orang- orang luar daerah Jawa Barat pun dapat bebas untuk mengikuti upacara adat ini.
Yah! Itu tadi adalah sedikit cerita yang saya ketahui tentang kampung budaya sindang barang ini dengan khas sunda yang masih sangat kental. Selanjutnya, saya ingin menceritakan perjalanan saya menelusuri kebudayaan masyarakat sekitar yang ada di kampung budaya sindang barang. Tapi sebelumnya, saya di sana di perkenalkan oleh salah satu pengurus yang akan memandu dan memimpin saya dalam perjalanan menelusuri masyarakat yang ada di sekitar kampung tersebut. “Abah” yah, saya di kanalkan dengan abah (panggilan untuk orang yang lebih tua seperti paman dalam bahasa sunda). Akang mengenalkan abah kepada kami sebagi pemandu perjalanan untuk melihat kebudayaan yang dimiliki penduduk di sekitar dan sejarah- sejarah penting peninggalan kebudayaan sunda yang tersembunyi. Pakaian yang abah kenakan juga cukup asing dengan penitup kepala dan baju berwarna hitam.
Abah sangat ramah dan menyenangkan. Saat pertama kali kenal kami sudah merasa dekat dengan tutur kata yang ramah dan senyum yang bersahabat, saya merasa gembira dapat kenal dengan abah. Sebelum melakukan perjalanan, abah menceritakan sedikit kepada saya dan teman- teman tentang mata pencaharian penduduk di sekitar adalah dengan bertani. Dan nanti setelah jalan- jalan, kami akan di ajak untuk bertani dan menanam padi hingga sampai menjadi beras. Batapa gembiranya saya membayangkan saya akan melakukan sebuah hal yang belum pernah saya rasakan dan lakukan sebelumnya.
Perjalanan pun di mulai. Kami keluar dari lokasi kampung budaya dan mulai menelusuri rumah penduduk dengan berjalan kaki. Tanpa kami sadari itu adalah jalanan yang kami lewati saat datang mencari kampung budaya tersebut. Perjalanan awal yang dilewati mulanya masih jalanan yang beraspal dan mendaki gunung melewati lembah seperti ninja hatori karena jalanannya yang kecil dan naik turun itu sangat menyenangkan ditambah dengan udara yang masih sangat sejuk.
Pemberhetian pertama yang kami dan abah lakukan adalah saat kami berada di dekat SD pasir Eurih. Ada seorang pedagang yang berjualan mainan dan ada satu yang menarik perhatian saya dan teman- teman. Pedagang mainan itu tidak hanya menjual mainan anak- anak saja tetapi ada sebuah asbak dan gantungan kunci yang sangat menarik. Itu berbentuk sepatu wanita dalam ukiran dan di cat berwarna coklat dan asbak itu murni terbuat dari kayu jati dan berat. Saya brtanya kepada pedagang itu, kenapa ukirannya sangat unik? Kenapa ukiran tersebut adalah sepatu wanita yang di buat asbak? Pertanyaan itu dijawab dengan mudah oleh pedagang tersebut karena daerah sana ternyata adalah penghasil sepatu terbesar dan semua penduduknya memiliki kreatifitas untuk mendistribusikan sepatu wanita yang di jual ke kota- kota yang biasa kita pakai. Pabrik sepatu bertebaran di daerah ini. Saya langsung bertanya kepada abah dengan rasa sangat penasaran. Abah juga mengatakan bahwa penduduk sini selain bertani juga adalah penghasil sepatu. Dan abah berjanji akan mengajak kami untuk mengunjungi parik sepatu yang ada di sana.


Narsis dulu sama pedagang mainan

kerajinan tangan pedagang kaki lima

Perjalanan kami lanjutkan dan berhenti saat kami ingin jajan makanan ringan ala anak- anak SD yaitu telor bihun goreng. Makanan yang sangat jarang kami temui di kota Jakarta bahkan tidak pernah ada lagi. Setelah cukup jauh berjalan, saya melihat rumah- rumah penduduk di sana yang masih jauh dari bagus. Rata- rata penduduk di sana hanyalah menengah ke bawah dan penuh dengan kesederhanaan. Akan tetapi saya sangat menyukai keramahan mereka yang selalu tersenym dan menyapa abah dengan tundukan kepala yang halus. Saya juga melewati jembatan kecil dengan air terjun yang segar dan di bawahnya ada ibu- ibu yang mencuci piring dan orang yang memancing.


Telor Bihun Goreng... YUMMYY!!
Pemberhentian kedua adalah saat abah mengajak kami ke sebuah tempat peninggalan bersejarah. Saat saya memasuki sebuah tempat sejarah tersebut ternyata itu adalah bebatuan yang bersejarah dan sudah diresmikan oleh pemerintah. Saya melihat sekeliling ada 2 buah bak yang tidak begitu besar di dalam ruang terbuka tersebut. Lalu abah menceritakan sedikit tentang bebatuan itu. Konon katanya, dahulu kala batu itu sangat besar dan memiliki ilmu gaib yang menguntungkan bagi raja. Dahulu saat jaman penjajahan ada seorang raja yang bernama Sang Hyang. Nah, kenapa nama raja itu Hyang karena ia memiliki ilmu dapat menghilang dan saat jaman penjajahan raja Sang Hyang ini bersembunyi di balik batu besar ini dan penjajah tidak dapat menemukannya.
Singkat cerita, lama kelamaan akhirnya sang raja dapat ditemukan juga dan penjajah membawa batu tersebut untuk keuntungan mereka sehigga batu yang tersisa hanyalah yang kecil. Dan anah melarang kami untuk menginjak batu itu karena pamali. Raja tersebut sering kembali untuk bertapa di sana karena syarat menjadi raja jaman itu adalah berendam di sumur itu untuk meningkatkan ilmunya sedangkan sumur yang ada di sana itu adalah temat sang Hyang bertapa yang disebut Mata Air Jalatunda. Ajaibnya mata air jalatunda itu adalah air suci. Karena abah menjelaskan air yang ada di bak itu tidak akan berkurang maupun bertambah baik saat cuaca kemarau maupun hujan. Dan akan menjadi berkat buat kita apabila kita percaya kepada yang di atas, Allah SWT apabila kita percaya dan yakin saat kita mebasuhkan air ke muka kita, bekat akan melimbah daan bertambah kepada kita. Itu hanya bagi orang- orang yang percaya dan yakin saja.
 

Batu dari mata ait Jalatunda



Sungguh sangat berkesan bagi saya mendengarkan cerita abah tersebut. Tidak jauh dari lokasi di tempat sejarah tersebut, saya juga menemukan rumah penduduk yang menarik perhatian saya. Di depan rumah penduduk itu ada sebuah tempat sembayang penganut agama Khong Hu Chu. Ada tempat hio (dupa untuk sembayang). Cepat saya langsung bertanya denagn abah. Abah mengatakan itu adalah rumah penduduk chines dan dia hanyalah satu- satunya di sana. Dan itu menarik perhatian saya sebagai orang chines bahwa jarang sekali ada orang chines yang mau tinggal di daerah yang berbaur sendiri dengan orang pribumi. Abah juga mengatakan bahwa mata pencariannya adalah pensablon baju untuk pabrik- pabrik yang ada di sekitar.
 

Tempat sembahyang Khong Hu Chu



Selanjutnya kami berjalan lagi menelusuri rumah- rumah penduduk dan tiba di sebuah kolam yang cukup luas. Kolam itu dinamakan Taman Sri Bagenda. Kolam itu berada di antara rumah penduduk di sekitar sana. Taman sri bagenda  itu juga merupakan milik pemerintah dan di jaga kelestariannya karena dulu juga memiliki nilai yang bersejarah juga. Kolam itu tidak boleh di gunakan umum dan ikan peliharaan di sana juga di jaga kebersihannya. Apalagi kolam itu sangat ajaib karena air sumur dari tempat bebatan tadi yaitu mata air jalatnda di alirkan dari kolam ini tapi air dari kolam tidak pernah habis.



Mata Air Jalatunda

Bukti Peresmian
Lalu perjalanan kami berlanjut ke pabrik sepatu yang dijanjiakan oleh abah, ternyata adalah rumah- rumah penduduk di sekitar juga. Kami melihat proses penbuatannya yang sangat sederhana dan di sana di jual sekira 30 ribu sampai 40 ribu rupiah. Tapi kalau di luar bisa sampai ratusan ribu. Setelah melihat- lihat, kami berkeinginan untuk membeli. Tapi tanpa di sangka ternyata kami di kasih bukan di suruh untuk membeli dan penduduk di sana sangat ramah.


Proses pembuatan sepatu mulai dari menjahit
 
Pengeleman
Hingga pengemasan untuk siap di kirim ke toko.


Perjalanan kami tanpa terasa sudah lumayan jauh dan itu membuat kami sedikit haus dan beristirahat sebentar. Lalu kami melanjutkan perjalanan yang berliku dengan mengitari sawah yang belum pernah kami alami. Perjalanan yang panjang itu saya lalui dengan gembira dan rasa lelahpun dapat terlupakan dengan kesejukan yang menyenangkan. Cuacapun semakin mendung dan kami harus segera sampai kembali ke kampung budaya agar tidak kehujanan. Tapi setelah sampai di peristirahatan, cuaca kembali cerah. Kami beristirahat sebentar di pondok tempat biasa abah dan istri tinggal dan kami di suguhkan makanan sebagai cemilan yaitu buah nangka yang sangat manis dan enak hasil panen abah sendiri.


Makan nangka bersama abah dan istrinya.
Setelah tawa dan canda sebentar, abah mengajak kami menanam padi. Dan itu sangat menyenangkan bisa menginjak lumpur dan abah juga mengajarakan kami cara memasak nasi jaman dahulu yang masih menggunakan alat- alat yang sederhana. Dan penuh makna dalam memasak nasi. Ternyata orang jaman dahulu sangat menghargai nasi yang kita masak dan betapa susah serta perjuangan untuk makan. Dari sana saya mendapatkan hikmah bahwa tidak boleh membuang nasi.

alat- alat untuk menumbuk padi

berpose belajar menampi... ASIKK!!!

Lalu setelah itu, abah juga mengajak untuk menumbuk padi dengan alat- alat yang masih tradisional dan itu saya merasakan susahnya membuat supaya menjadi beras yang kita sekarang tinggal memakannya. Awal mula kita menumbuk padi, serelah itu menambinya hingga bersih tanta ada dedekan. Baru setelah itu kita menumbuk padi yang bersih hingga menjadi beras.
Terakhir!!! Hal yang saya dan teman- teman nantikan. Abah mengajak kami bermain permainan tradisional. Yaitu bermain enggrang dan bakiak. Permainan yang biasa sering di mainkan saat 17 Agustus. Saya mencobanya dengan antusias walaupun kemungkinan untuk berhasil sangat kecil.


Enggrang
Bakiak
Pepaya gantung



Mencoba bermain enggrang. tapi tetep aja ngga berhasil -__-
Foto bersama Abahhh...
 
Dari semua di atas, banyak budaya baru yang saya belum ketahui sebelumnya dapat saya pelajari. Dari buku Komunikasi Lintas Budaya menyebutkan bahwa hal yang menarik dari sejarah budaya adalah bahwa banyak elemen paling penting dari budaya di sebarkan dari generasi ke generasi dan melesatarikan pandangan suatu budaya. Cerita tentang masa lalu memberikan anggota dari suatu budaya bagian sebuah budaya dari identitas, nilai, aturan tingkah laku, dan sebagainya. Sejarah itu menyoroti asal suatu budaya, “memberitahukan” anggotanya untuk di anggap penting, dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya yang pantas untuk di banggakan seperti yang di lakukan oleh abah. Karena budaya it di pelajari dengan berbagai cara dan sumber yang berbeda.
Budaya itu juga di bagikan. Dimana menurut Haviland dan rekannya menjelaskan proses “pembagian” tersebut dalam tulisanya: “ sebagai kumplan ide, nilai, dan persepsi yang di bagikan, dan standar tingkah laku, budaya merupakan dominator utama yang membuat tindakan suatu individu cerdas bagi anggota lain dari masyarakat tertentu”
Dengan berbagi sejumlah persepsi dan tingkah laku, anggota dari suatu budaya dapat juga membagikan identitas budaya mereka yang umum. Identitas budaya ini menghasilkan situasi di mana anggota dari tiap budaya “mengenal mereka sendiridan tradisi budayanya adalah berbeda dari orang lain dan tradisi orang lain”. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua

No comments:

Post a Comment