Pages

Sunday, January 20, 2013

Kebudayaan Betawi, Patut di Pelajari Lebih Jauh

 Nama  : Eisha Arifah Widyapuspita
 Nim    : 11140110133
 Kelas  : F1

Mengenal Kebudayaan Betawi




Pada saat saya diberikan tugas untuk observasi mengenai suatu kebudayaan, tujuan awal saya adalah kampung arab. Saya merasa tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai kampung arab atau kebudayaan arab. Saya memang banyak mempunyai teman yang memiliki keturunan arab tetapi rumah yang mereka tempati kebanyakan tidak berada di daerah kampung arab seperti condet, pekojan, tanah abang dan lain-lain. Kegiatan yang mereka lakukan juga tidak jauh beda dengan yang saya lakukan. Oleh karena itu akhirnya saya menuju kampung arab yang berada di condet, Jakarta Timur.
Untuk menuju condet sebenarnya tidak jauh tetapi karena saya sendiri dan tidak menguasai daerah Jakarta Timur jadi nyasar sampai ke kalibata. Sekitar satu jam-an saya muter-muter kalibata dan pada akhirnya sampai juga di condet, Jalan Condet Raya. Tempat pemberhentian saya pertama kali itu di Masjid Al-Hawi. Disana saya bertemu dengan seorang lelaki tua yang terlihat “Mengetahui lebih dalam mengenai kebudayaan arab atau kampung arab di condet”. Ia pun juga bertanya apa yang saya butuhkan, pada akhirnya saya pun menjelaskan tujuan saya datang kesana, berkaitan dengan tugas ujian akhir semester.
Menyedihkan, ia ingin di wawancarai tetapi tidak boleh di dokumentasikan. Berkali-kali saya jelaskan bahwa maksud saya baik tetapi tetap saja ia tidak mau, alasannya adalah “saya tidak mau hasilnya masuk media massa lalu publik mengetahui semua ini. Saya tidak percaya media massa, saya tidak suka karena mereka selalu menipu dan melebih-lebihkan sesuatu”. Pada akhirnya saya pun tetap bertanya-tanya mengenai kebudayaan arab, khususnya di condet yang dikenal sebagai kampung arab, karena saya masih penasaran.
Setelah pulang dari sana saya berfikir harus kemana karena tidak ada waktu lagi, dan akhirnya tujuan saya adalah ke kampung betawi. Saya melakukan observasi di perkampungan budaya Betawi yang berada di Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Untuk menuju ke Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan seorang diri memang tidaklah mudah. Kakak saya pun yang bertahun-tahun menjalankan pendidikannya di Depok tidak mengetahui dimana letak Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan. Banyak sekali teman-teman saya yang berdomisili di depok dan sekitarnya yang saya hubungi hanya untuk sekedar menanyakan dimana tepatnya letak Perkampungan Budaya Betawi tersebut. Dari semua teman yang saya tanyakan hanya ada satu orang yang mengetahui dimana Perkampungan Budaya Betawi. Pada akhirnya saya pun sampai di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan.


Indonesia, negara yang terletak di Asia Tenggara ini merupakan negara yang memiliki kepulauan terbesar di dunia. Tidaklah heran jika kita menemui banyak sekali turis yang datang dari berbagai macam negara. Sudah sangat jelas bahwa turis-turis tersebut ingin mengetahui lebih jauh tentang Indonesia, dari kebudayaan yang di miliki, kulinernya, kesenian dan lain-lain, itulah mengapa Indonesia disebut sebagai Nusantara.
Budaya menurut Triandis dalam buku Communication Between Cultures, Samovar merupakan elemen subjektif dan objektif yang dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasan pelaku dalam ceruk ekologis dan demikian tersebar di antara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lain karena mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.
Betawi, kata tersebut mungkin memang sudah tidak asing lagi untuk kita dengar. Apakah mereka yang sering mendengar kata “Betawi” tersebut mengetahui arti atau sejarah di balik itu? Tentu saja tidak, mereka yang sering mendengar kata Betawi belum tentu dapat mengetahui dan mengerti apa maksud kata tersebut dan bagaimana sejarahnya. Dunia Betawi adalah dunia yang cair, maksudnya adalah setiap suku bangsa datang untuk memperlihatkan kelebihan yang mereka miliki. Dari situlah dikenal sebuah istilah “Jakarte Punye Cerite”.

Di Perkampungan Budaya Betawi inilah kita dapat mengenal dan mengetahui lebih jauh seperti apa betawi itu. Pasti banyak yang bertanya-tanya mengapa di bentuknya Perkampungan Betawi, Setu Babakan? Itu semua karena tokoh-tokoh betawi dan seniman betawi yang peduli sama kebudayaan betawi. Mereka berpikir kenapa di Jakarta tidak terdapat tempat yang dapat dijadikan tempat pelestarian kebudayaan betawi. Oleh karena itulah, tokoh-tokoh betawi dan seniman betawi mengusulkan ke Badan Musyarawah Masyarakat Betawi, kemudian dari Badan Musyawarah Masyarakat Betawi diusulkan ke Pemerintah Daerah DKI Jakarta, lalu dari Pemerintah Daerah diusulkan ke DPR. Akhirnya pada Oktober 2000 mulai diadakannya pembangunan Perkampungan Budaya Betawi yang kemudian di resmikan pada 20 Januari 2001 oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, yaitu Bapak Sutiyoso.

Sebelum di resmikannya Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan ini terdapat pilihan lain untuk dijadikan sebagai tempat pelestarian Perkampungan Budaya Betawi, diantaranya Marunda Jakarta Utara, Srengseng Sawah Jakarta Barat dan Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Namun, dari ketiga tempat tersebut yang memungkinkan dan yang paling cocok untuk di bangun Perkampungan Budaya Betawi adalah di Srengseng Sawah Jakarta Selatan. Di pilihnya tempat pelestarian ini karena suasananya yang masih asri, hijau, orang betawinya masih banyak, jauh sekali dari bising kota Jakarta yang dipadati oleh kendaraan, gedung-gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan seperti mall. Selain itu, pemerintah daerah sudah mempunyai lahan berupa dua buah danau, yaitu danau setu babakan dan setu mangga bolong, wisata air yang ditawarkan di danau tersebut adalah wisata sepeda air, kano, dan pemancingan. Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan ini sudah ada Perda No.3 Tahun 2005, jadi sudah ada kekuatan payung hukum sehingga tidak akan ada masalah terkait perelokasiannya.
Di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan ini memang tempat pelestarian budaya betawi tetapi kebudayaan betawi itu sendiri merupakan hasil percampuran dari berbagai macam suku dan negara, seperti percampuran dari cina, arab, melayu, sunda, jawa dan sebagainya. Seseorang dapat dikatakan sebagai orang betawi jika mengikuti garis keturunan Bapak yang jelas orang betawi, tidak peduli terdapat percampuran budaya apa. Dalam buku Samovar, Communication Between Cultures menggambarkan fakta bahwa pengaruh seperti globalisai, imigrasi, dan perkawinan antarbudaya meningkatkan percampuran budaya dam percampuran ini menghasilkan orang-orang yang memiliki berbagai jenis identitas budaya


Dengan adanya Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan ini masyarakat sekitar tentunya dapat berkontribusi menjaga keamanan. Hal positif yang dapat diambil dengan adanya Perkampungan Budaya Betawi ini adalah perekonomian masyarakat sekitar dapat tertolong karena banyaknya pengunjung yang berdatangan.
Dalam buku Samovar yang berjudul Communication Between Cultures, bahasa merupakan sejumlah simbol atau tanda yang disetujui untuk digunakan oleh sekelompok orang untuk menghasilkan arti. Hubungan antara simbol yang dipilih dan arti yang disepakati kadang berubah-ubah. Jadi wajar jika menemukan perbedaan yang signifikan dalam bahasa utama. Di dalam bahasa terdapat aksen yang merupakan variasi dalam pelafalan yang terjadi ketika orang menggunakan bahasa yang sama. Di setiap wilayah sudah dipastikan terdapat orang betawi, dan orang betawi mempunyai gaya bahasa dan aksen yang berbeda-beda di setiap wilayahnya, contohnya di Betawi Tengah yang memiliki gaya bahasa campur dengan budaya arab seperti “ane” “ente”, di Betawi Pinggir seperti Depok itu memiliki gaya bahasa yang sedikit norak seperti “bujug”, dan kalau di Tanah Abang gaya bahasanya seperti melayu “kenapeu” “mengapeu”, hal tersebut dapat juga didasarkan karena pusat perbelanjaan yang biasa menggunakan aksen “eu” bukan “e”. Walaupun banyak sekali orang betawi yang memiliki gaya bahasa berbeda-beda tetapi tetap saja itu mengandung arti yang sama. Cara orang betawi berkomunikasi menurut saya jelas masuk kedalam kategori low-context, karena orang betawi suka sekali bicara secara blak-blakan, langsung pada persoalan, dan terkadang menyakitkan.

Seperti yang disampaikan oleh Hoebel dalam buku Communication Between  Cultures, Samovar bahwa dalam memilih kebiasaan hidup sehari-hari, bahkan dalam hal terkecil sekali pun, masyarakat memilih cara yang sesuai dengan pemikiran dan kesukaannya, cara yang sesuai dengan aturan-aturan dasar sesuatu serta apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Pengaruh cara pandang juga sangat besar seperti yang dikatakan Olayiwola pada buku tersebut, pandangan suatu budaya bahkan berpengaruh dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara.

Rasisme menurut Leone dalam buku Communication Between Cultures, Samovar merupakan kepecayaan terhadap superioritas yang diwarisi oleh ras tertentu. Rasisme menyangkal kesetaraan manusia dan menghubungkan kemampuan dengan komposisi fisik. Jadi, sukses tidaknya hubungan sosial tergantung dari warisan genetik dibandingkan dengan lingkungan atau kesempatan yang ada. Namun, dengan adanya Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan ini apakah dapat disebut rasisme? Tentu saja tidak, jangan karena di Perkampungan Budaya Betawi ini di kelilingi oleh orang-orang betawi jadi tidak ada pengunjung dari mancanegara atau penduduk sekitar bersifat rasis. Turis dari mancanegara pun suka berdatangan ke perkampungan ini dan penduduk sekitar sangat senang hati menerima kedatangan pengunjung dari mancanegara tersebut. Contohnya dari Jepang, terdapat suatu komunitas yang berkunjung dan mengadakan lomba memasak makanan khas betawi. Penduduk sekitar sangat senang karena pengunjung menghargai dan menghormati kebudayaan betawi yang ada dan untuk sejauh ini tidak ada pandangan negatif yang datang dari masyarakat atau turis mengenai Perkampungan Budaya Betawi, karena mereka semua sangat mengapresiasi yang ada dan berkunjung dengan maksud baik.
Di Perkampungan Budaya Betawi ini selain pengenalan kebudayaannya, bisa juga melihat bentuk-bentuk rumah khas betawi, dan tanaman-tanaman khas betawi.




Di dalam buku Samovar yang berjudul Communication Between Cultures terdapat pernikahan antarbudaya yang sedang meningkat di seluruh dunia. Banyak masalah yang diasosiasikan dengan pernikahan, namun ketika dua orang dari dua budaya yang berbeda menikah, maka masalah yang mungkin timbul pun bertambah banyak. Beberapa masalah mungkin sederhana seperti makanan apa yang harus di makan, dimana tinggal atau liburan apa yang perlu dirayakan. Pilihan lain lebih rumit, ketika pasangan tersebut menghadapi perbedaan peranan gender, menghadapi konflik, menyatakan emosi, nilai, perilaku sosial, pola asuh anak, hubungan dengan keluarga besar, dan banyak isu lainnya. Komunikasi merupakan kunci utama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Sebuah pernikahan dalam kebudayaan betawi terdapat makanan khas betawi seperti roti buaya yang biasa dibawa pada saat seserahan, roti buaya tersebut menandakan bahwa calon suami istri tersebut harus setia layaknya seekor buaya, dan cukup menikah sekali seumur hidup. Terdapat beberapa tahapan pernikahan adat betawi. Pertama, Ngedelengin atau yang biasa disebut dengan Mak Comblang. Sebelum adanya pernikahan ada baiknya jika terdapat perkenalan antara keluarga pria dengan keluarga wanita. Perkenalan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya melainkan melalui Mak Comblang. Kemudian Mak Comblang juga ikut datang ke rumah keluarga wanita dan memberikan uang sembe atau yang biasa disebut angpaw kepada calon istri. Jika terdapat persetujuan antara keluarga wanita dan keluarga pria maka sampailah di penentuan waktu lamaran. Disinilah Mak Comblang yang mengurus kapan dan apa saja yang menjadi bawaan pada saat ngelamar.
Tahap kedua pada saat ngelamar yaitu pihak keluarga pria meminta izin kepada pihak keluarga wanita untuk ngelamar. Pada saat ini lah ditentukannya persyaratan untuk menikah. Persyaratan tersebut seperti mempelai wanita harus sudah tamat dalam membaca Al-Quran. Di tahap ini Mak Comblang pun harus tetap hadir, serta wakil orangtua dari mempelai pria yang terdiri dari sepasang perwakilan dari keluarga ibu dan keluarga bapak.
Pada tahap ketiga terdapat Bawa Tande Putus. Tande Putus adalah tahapan dimana mempelai pria memberikan sebuah barang atau cincin belah rotan sebagai tanda bahwa tidak ada yang boleh mengganggu gugat mempelai wanita. Setelah tahap ketiga berakhir barulah adanya Akad Nikah, tetapi sebelum akad nikah terlaksana mempelai wanita harus dipiare, maksudnya adalah mempelai wanita harus dipelihara oleh tukang rias dengan maksud setiap kegiatan atau hal yang dilakukan oleh mempelai wanita dapat terkontrol dengan baik, dari kesehatannya dan kecantikan menuju akad nikah. Selain masa piare ada juga acara mandin mempelai wanita dengan cara dilulur agar pernikahannya berjalan lancar. Ada juga acara tangas atau acara kum yang bertujuan untuk membersikah sisa-sisa lulur yang sempat tertinggal di tubuh mempelai wanita. Setelah acara tangas atau kum berakhir terdapat acara ngerik atau malem pacar. Dalam acara inilah mempelai wanita memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan menggunakan pacar.
Setelah acara tersebut selesai barulah dilaksanakannya akad nikah, sebelum memasuki rumah mempelai wanita dilakukannya tradisi yang biasa disebut sebagai palang pintu. Tradisi palang pintu tersebut merupakan silat yang di lakukan oleh Bapak dari mempelai wanita dan pria. Pada saat akad nikah ini mempelai wanita menggunakan baju kurung yang terdapat teratai dan selendang serta sarung songket lalu kepala mempelai dihiasi sanggul sawi, lima buah kembang goyang dan sepasang burung Hong. Di dahi mempelai wanita juga terdapat bulan sabit yang berwarna merah yang memiliki arti mempelai wanita masih gadis. Pada mempelai pria juga diharuskan memakai jas Rebet serta sarung plakat, hem, dan kopiah. Ada juga jubah arab yang dipakai pada saat resepsi dimulai. Digunakannya jubah arab, baju gamis, dan selendang yang panjangnya dari kiri ke kanan memiliki makna tersendiri, yaitu sebuah harapan agar rumah tangga mempelai selalu damai. Terlihat sangat sulit untuk orang yang belum terbiasa atau belum mengetahui tentang tradisi itu.

Seperti yang saya lihat di keliling saya bahwa hampir semua orang betawi sangat memegang teguh agama yang ia percayai, terutama islam karena mayoritas agama orang betawi adalah agama islam. Mereka memegang teguh agama karena pada zaman dahulu hampir semua orang tua, khususnya betawi, ingin anaknya tahu dan mengerti mengenai nilai-nilai agama, jadi kebanyakan anak-anaknya dimasukkan ke dalam sekolah-sekolah agama atau pesantren. Ada juga orang betawi yang beragama non-islam, mereka tetap berpegang teguh pada agama dan bertoleransi dalam beragama.


KULINER KHAS BETAWI
Di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini banyak sekali kuliner khas betawi, seperti kerak telor, soto betawi, laksa betawi, es selendang mayang, bir pletok, toge goreng, uli, geplak, roti buaya, dan lain-lain.

Saya cukup tertarik dengan bir pletok, dari namanya saja saya sudah berfikir apakah didalam minuman ini terdapat alkoholnya? Kalaupun iya, tidak mungkin mudah di perjual-belikan di Perkampungan Budaya Betawi ini. Bir pletok tersebut ternyata terbuat dari bahan-bahan yang alami, tentunya tidak mengandung alkohol sama sekali. Bahan-bahan alami tersebut merupakan campuran dari jahe, cengkeh, daun pandan, secang, batang sereh, gula, garam, dan lain-lain. Karena bahan-bahan alami tersebutlah bir pletok aman untuk dikonsumsi dan sangat baik untuk kesehatan.








TARIAN BETAWI

“Menarilah tarian lokal sebelum tarian tersebut di akui atau di klaim oleh negara lain.” Sudah ada beberapa tarian yang di klaim oleh negara lain, bahkan negara tetangga kita. Banyak sekali orang yang tidak mengenal tarian Indonesia, khususnya tarian Betawi tetapi bisa saja ketika tarian tersebut di klaim oleh negara lain barulah kita marah-marah dan dengan bangga mengakui dan menyadari bahwa tarian tersebut adalah tarian Indonesia. Oleh karena itu, kenalilah tarian Indonesia, jangan sampai tarian tersebut diklaim oleh negara lain.
Di Perkampungan Budaya Betawi ini terdapat beberapa kegiatan yang ada seperti pergelaran kesenian betawi yang biasa dilaksanakan pada hari minggu. Semua kesenian betawi ditunjukkan pada pergelaran ini, dari lenong, topeng, marawis, gambus, pencak silat dan semuanya pasti di tampilkan






SOUVENIR KHAS BETAWI



Para pengunjung Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini selain dapat melihat rumah khas betawi, kesenian khas betawi, tanaman khas betawi, dan lain-lain ternyata juga dapat membeli souvenir yang bisa dibawa pulang. Puas bukan?
Budaya Betawi ini memang memiliki bermacam-macam keunikan yang sebenarnya jarang kita ketahui atau bahkan tidak sama sekali. Budaya Betawi ini selalu memegang teguh agama dan solidaritas, mereka tidak pernah memandang kebudayaan lain dengan sebelah mata. Jika kita belum mengetahui Kebudayaan Betawi lebih jauh, janganlah berpersepsi bahwa Kebudayaan Betawi itu memiliki hal negatif atau buruk, kenalilah kebudayaannya terlebih dulu baru kita dapat menilai bagaimana kebudayaan tersebut.

No comments:

Post a Comment