Pages

Saturday, January 19, 2013

SERBA-SERBI BUDAYA BETAWI DI KAMPUNG BETAWI

Nama: Eka Laili Rosidha
NIM : 11140110141
Kelas: B-1



“Jakarta kota ku indah dan megah
Di situlah aku di lahirkan
Rumahku di salah satu gang
Namanya gang kelinci
Entah apa sampai namanya kelinci
Mungkin dulu kerajaan kelinci
Karena manusia bertambah banyak
Kasihan kelinci terdesak
Sekarang rumahnya berjubel
Oh...padat penghuninya…”

Begitulah sepenggal lirik lagu ‘Gang Kelinci’ yang dahulu dipopulerkan oleh Lilis suryani itu mencerminkan kondisi tanah Jakarta saat ini. Ibukota Jakarta yang terkenal dengan keindahan dan kemegahannya itu kini perlahan tertutup oleh budaya moderenisasi yang terus menerus berkembang. Gedung-gedung bertingkat dan jalan-jalan besar telah rata mengelilingi Jakarta.  Rumah-rumah berjubel dan masyarakat makin bertambah banyak. Bahkan masyarakat betawi yang notabene adalah penduduk asli kota Jakarta pun kini mulai terpencar-pencar meninggalkan budayanya.
Akan tetapi, kekecewaan tersebut terobati dengan masih adanya sebuah pojok budaya asli Jakarta tersebut. Ya, perkampungan Budaya Betawi namanya. Suatu kawasan di wilayah Jakarta Selatan yang berisikan sebuah komunitas yang melestarikan budaya Betawi dengan meliputi seluruh hasil karya fisik maupun non-fisik seperti karya seni, adat istiadat, folklore, pakaian, arsitektur dan tidak ketinggalan yaitu kulinernya… :9
Nah.. untuk melengkapi pengetahuan, pada 16 Desember lalu saya bersama Rima, Intan dan Sherly berangkat menuju Kampung Betawi. Setelah sebelumnya membuat janji dengan seorang narasumber/guide dari kampung Betawi dan Berbekal alamat serta rute bis dari senior (ci epe dan kak andri), kami pun mulai menelusuri jalan. Walaupun masih sedikit bingung dan bertanya-tanya “kapan sampenya, nih?”, finally setelah sekitar dua jam berkelana dengan Bis umum sampailah kami di kampung betawi dan disambut dengan gerbang besar bertuliskan “PINTU MASUK I BANG PITUNG, PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN”. Beralamatkan di jalan Mochammad Kahfi II sampai Jalan Desa Putra (Jl. H. Pangkat). Dengan luas mencapai 289 hektar, kampung Betawi ini berada di perbatasan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, luas sekali bukan? :O
Gerbang masuk kampung betawi
Dari situ kami mulai sedikit-sedikit mengambil foto dan video untuk didokumentasikan sebagai tugas UAS Komunikasi Antar Budaya. Ketika lagi seru-serunya dan seriusnya kami mengambil gambar, tiba-tiba muncul seorang bapak-bapak yang entah siapa dan darimana menghampiri kami dan minta foto… ya, MINTA DI FOTO, teman-teman! Karena kami pikir dia adalah seorang guide atau paling enggak bisa memberi informasi kepada kami, jadi ya kami pasrah-pasrah saja foto-foto-in dia yang sudah siap berpose keren diatas sebuah sepeda motor yang entah punya siapa. Tapi karena saya malas meladeni jadi saya hanya foto dia dua atau tiga kali saja ㅋㅋㅋㅋ
Ini dia nih si bapak-bapak "gaje", lihat kan gayanya ...
Begitu melewati gerbang, suasana betawi sudah mulai terasa. Saya melihat ke sekeliling banyak rumah-rumah yang atapnya dikelilingi oleh ornament khas betawi berbentuk segitiga berjajar yang biasa dinamakan “Gigi Balang” dan mendengar warga-warga sekitar yang berbicara dengan logat betawinya. Memasuki sebuah gang yang lebih sempit kami disambut oleh dua jajanan khas betawi yang kini sudah jarang sekali kita temui. Yang pertama yaitu KLEPON, kue kenyal berwarna hijau yang terbuat dari tepung beras ketan dan berisi gula merah serta kelapa dan satu lagi adalah LEPET, kue yang sekilas mirip dengan lontong ini terbuat dari ketan yang dicampur dengan kacang tolo. Kue-kue tersebut dijual dengan harga Rp 2000 saja, murah dan sehat karena tanpa bahan pengawet.
(kanan) Klepon, (kiri) Lepet
yang paling enak itu klepon karena pas digigit gulanya meleleh-meleleh gitu deh...
Sebelum melangkah lebih jauh, kami menghubungi narasumber yang telah membuat janji dengan kami untuk memandu dan melakukan wawancara, Bang Indra namanya. Kami menginformasikan kalau kami sudah sampai, tapi dia mengatakan akan sampai setelah dzuhur nanti tapi karena kami tiba disana sebelum Dzuhur, akhirnya kami memutuskan untuk menunggu Bang Indra sembari melihat-lihat sekitar kampung Betawi dan kebetulan juga lokasi masih sepi dengan pengunjung jadi kami agak lebih leluasa untuk mengambil gambar.
Nah! Beruntungnya kami berempat datang di hari itu, karena pada jam 1 siangnya akan diadakan pagelaran seni Betawi yaitu NASYID dan LENONG BETAWI. Di tempat pagelaran tampak anak-anak kisaran 5-14 tahun sedang latihan menari tari Yapong (mungkin untuk ditampilkan minggu berikutnya karena hari itu jadwalnya hanya nasyid dan lenong).
anak-anak berlatih tari Yapong
Anak-anak itu sangatlah lincah dan luwes saat menarikannya apalagi di usia mereka yang masih kecil-kecil seperti itu sangatlah mengagumkan dan ada seorang anak perempuan yang begitu menarik perhatian saya, selama menari dia tidak berhenti menebarkan senyum ditambah parasnya yang hitam manis membuat saya semakin gemes 8(>,<)8
si penari imut.. sayangnya saya lupa nanya siapa namanya :"(
Didepan mereka berlatih, berdiri sebuah panggung yang juga penuh dengan anak-anak kecil yang tengah latihan atau mungkin gladi resik dan disampingnya terpampang dua icon kebesaran budaya betawi, siapa lagi kalau bukan ONDEL-ONDEL. Untung saja ondel-ondelnya hanya dipajang, kalau dia berkeliling mungkin saya sudah lari kalang kabut :P
anak-anak berlatih tari diatas panggung dan sepasang Ondel-Ondel yang mejeng
Bersebrangan dari lokasi panggung, berdirilah rumah-rumah adat betawi yang dinamakan rumah KEBAYA atau rumah BAPANG. Ciri-ciri dari rumah kebaya ini memiliki teras rumah yang luas, tujuannya untuk menerima tamu dan menjadi bale atau tempat santai bagi si pemilik rumah, konsepnya semi terbuka dan hanya dibatasi oleh pagar kira-kira setinggi 80cm serta lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah. Oleh karena itulah didepan rumahnya terdapat paling tidak 3 buah anak tangga sbeelum masuk ke teras. Bentuk rumah kebaya ini adalah persegi/kotak, cukup sederhana, didominasi oleh kayu dengan ukiran khas betawi. Didalamnya biasanya terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dan halaman yang super luas.
Rumah Kebaya/Rumah Bapang dengan terasnya yang luas
 FYI.. Setiap hari minggu terutama di bulan Desember Perkampungan Betawi ini selalu mengadakan event-event kesenian Betawi yang biasanya diisi dengan seni musik, seni Tari, teter tradisional (Lenong) dan atraksi lainnya. Ada pula latihan Pencak silat yang biasa dilakukan setiap malam Jumat. Tidak hanya mengadakan event sendiri, perkampungan Betawi ini terkadang juga digunakan oleh masyarakat untuk untuk acara pernikahan, sunatan, akikahan, nujuh bulan, dsb karena rumah-rumah adat yang ada di dalamnya dapat disewa sebagai tempat serbaguna.
salah satu rumah kebaya yang saat itu disewa untuk acara keluarga
Menjelang pukul 12 siang perut kami sudah minta diisi alias lapar. Kami pun memutuskan untuk keluar dan mencari jajanan. Didepan gerbang tempat event berlangsung abang-abang penjual jajanan sudah berdiri berjejer cantik menanti pembeli. Satu makanan yang menjadi incaran kami adalah KUE CUBIT. Kue imut yang lezatnya bikin nagih itu sudah menanti kedatangan kami. Saya membeli beberapa biji kue cubit yang sudah jadi sementara Intan me-request seporsi kue cubit setengah matang, yang katanya Intan rasanya lebih enak karena masih ada bagian yang meleleh-meleleh karna belum matang… penasaran? Nih dia cara pembuatannya….
yumm.. kue cubit yang bikin nagih :9
Sebelum itu, kami menghubungi kembali bang Indra untuk mendapatkan kepastian dia datang. Karena tidak ada jawaban baik melalui telepon maupun SMS, kami pun memberanikan diri bertanya kedalam kantor marketing tempat dimana bang Indra biasa bertugas. Menurut salah seorang staffnya, bang Indra akan datang pukul 2 nanti. Baiklah, kami masih sabar menanti dan kami pun memutuskan untuk menunggu sampai jam dua dengan berkeliling menelusuri tiap-tiap “ruang” kampung Betawi.
                Jika di ruang pertama adalah tempat pagelaran seni biasa dilakukan, lain lagi dengan ruang kedua yang sudah mulai dihiasi dengan pedagang-pedagang makanan khas betawi. Ada SOTO MIE, GADO-GADO, KAREDOK, ASINAN, ES CAMPUR, ES SELENDANG MAYANG, TOGE GORENG dan tentunya KERAK TELOR..
pembuatan kerak telor
Semuanya betul-betul menggoda lidah kami, tapi karena kami masih penasaran dengan bagian lain dari kampung betawi jadi kami melewati menikmati kuliner di bagian ini.
Menelusuri lagi ke bagian belakang, dan ternyata disinilah PUSATnya! Dari ruang kedua kami turun dan menemukan lahan yang lebih luas dari sebelumnya. Di depan kami terpampang jalanan yang panjang ke sebelah kanan maupun kiri dan di seberangnya ada sebuah SETU yang luas dan indah. Di sepanjang jalan terlihat banyak orang-orang berjalan-jalan baik berjalan kaki maupun bersepeda santai menikmati suasana yang asri walaupun cukup terik itu.
pemandangan Setu/Danau plus sepeda air..
Tak jauh dari tempat saya berdiri, berjejer delman-delman cantik dan kudanya yang gagah-gagah siap mengantarkan pengunjung  berkeliling setu. Didepan saya juga sempat lewat beberapa delman yang tengah menarik penumpang,  Kami pun tidak ketinggalan untuk turut mencoba, (bukannya norak, tapi memang jarang-jarang hehehe -.-V)
delman yang siap mengantar kita berkeliling
Kudanya gagah kan? B)

Pose dulu bareng si Kuda dan babeh Ali sebelum naik ㅋㅋㅋ
pic. taken by Intan Aprillia
Dari dalam delman saya bisa melihat pemandangan yang ada di kiri dan kanan saya. Di pinggir-pinggir jalan ini ternyata penjual makanannya lebih banyak dan bervariasi dari ruang kedua diatas. Di pinggir jalan dekat setu dijadikan tempat beristirahat para pengunjung untuk duduk-duduk dibawah pepohonan yang ada sembari makanan jajanan atau melihat-lihat pemandangan setu.
                Kira-kira setelah 5 menit berkeliling dengan delman, kami pun melanjutkan kegiatan dengan MAKAN.. yeaayyy \(ˆ▽ˆ)/…. Kami makan soto mie (Incaran Intan) di pinggir setu sambil duduk beristirahat. Semangkuk soto tersebut dihargai Rp 10.000, harganya sesuai dengan rasanya yang enak. Setelah kenyang dengan makan siang, kami pun kembali keatas karena acara pagelaran akan segera dimulai sekaligus berjaga-jaga kalau-kalau bang Indra datang.
                Diujung tangga naik, mata kami tiba-tiba tertuju pada satu jajanan masa kecil, GULALI. Gulali yang satu ini berbeda dengan gulali yang ada di mall-mall, gulali ini terbuat dari gula yang dikeraskan jadi bisa dibentuk bermacam-macam ada bentuk lollipop, bunga, hewan, atau kita bisa me-request bentuk yang kita inginkan. saya, Rima dan Intan masing-masing membeli satu dengan hanya Rp 20000, sementara sherly hannya mencicipi sedikit milik kami karena dia tidak begitu suka.

gulali rasa sederhana denganbentuk yang lucu-lucu
hehehe
By The Way, abang penjualnya lawak lho dan sempet ngomong gini “kalo mau poto, poto aja neng.. jarang-jarang kan ketemu PEPPY..”
Tapi jujur, ini abang gulali emang mirip peppy pelawak, dari posturnya sampai bentuk mukanya bahkan dia juga punya jenggot yang diikat pakai karet..
mirip kan sama "peppy"?

Sedang asik-asiknya kami ngobrol sama si abang “peppy”, tiba-tiba turun hujan dan membuat kami buru-buru pindah ke atas mencari tempat teduh, begitu juga si abang gulali.
Saking asyiknya bercanda dengan pedagang gulali, kami kelupaan kalau acara pagelaran sudah dimulai. Untungnya kami tidak ketinggalan banyak momen. Acara kesenian tersebut diisi oleh performance NASYID oleh grup Nasyid Of Syiar (NOS). NOS ini berisikan enam orang remaja laki-laki bergaya modern (kaos+blazer). Mereka menyanyikan lagu-lagu bertemakan Islami secara acapella. Salah satu lagu yang mereka nyanyikan adalah “JAGALAH HATI” lagu milik ustadz kondang, Aa Gym tapi kali ini dengan versi yang berbeda karena ditambahkan sedikit alunan rap didalamnya. Selain itu mereka menyanyikan lagu “Anak Betawi” yang pernah saya dengar sebagai soundtrack film lawas khas Betawi “Si Doel”..
Nasyid Of Syiar (NOS)
Selain mereka, ada pula penyanyi-penyanyi lain yang menyanyikan lagu betawi seperti: MALAM MINGGU dan JALI-JALI diiringi pemain gambang kromong khas Betawi.
Pemain Gambang Kromong
penyanyi keroncong betawi
meskipun saat itu hujan turun tapi antusiasme penonton cukup tinggi. sebagian besar banyak yang tetap stay didepan panggung walaupun hujan masih rintik-rintik. Pagelaran kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan LENONG. Namun saat lenong berlangsung, kami tidak menyaksikan di depannya tapi hanya mendengarkan sembari beristirahat di sebuah rumah adat betawi. 
Dari apa yang saya dengarkan, ada ciri khas yang melekat di dalam lenong. Pertama, cara bicara orang asli Betawi itu kencang menghentak dan kedua, konten isi cerita lenong kebanyakan hanya boleh didengarkan oleh 19 tahun keatas karena beberapa kali saya mendengar percakapan berbau “dewasa”disana.. ciri-ciri lain yang saya temukan disana adalah pakaian laki-laki adat betawi yang khas dengan peci dan sarungnya. Dari mulai penjaga, pemain gambang kromong, penyanyi, kusir, semuanya berpakaian seperti itu.
Saat beristirahat, Rima terus menerus mengkontak bang Indra tapi hasilnya nihil. Kami pun mencoba meminta tolong kepada staff lain untuk diwawancarai, tapi mereka tidak bersedia dengan alasan harus ada perintah dari bang Indra. Oke.. good..
Karena hari sudah semakin sore, kami lalu memilih untuk berkelana kebawah mencari jajanan-jajanan lain. Ceritanya sih wisata kuliner :D sekaligus mengobati kekecewaan kami. Makanan yang kami temui ada dodol, kembang goyang, tape uli, geplak, akar kelapa, es goyang, es selendang mayang, tahu gejrot, laksa dan masih banyak lagi.
Karena hari sudah semakin sore, kami lalu memilih untuk berkelana kebawah mencari jajanan-jajanan lain. Ceritanya sih wisata kuliner :D sekaligus mengobati kekecewaan kami. Makanan yang kami temui ada dodol, kembang goyang, tape uli, geplak, akar kelapa, es goyang, es selendang mayang, tahu gejrot, laksa dan masih banyak lagi.









Es goyang, es yang dibuat dengan cara menggoyang-goyangkan gerobaknya sebelum disajikan. 

Selain makanan, disana dijual juga pernak pernik khas betawi dan saya menemukan pedagang KELOMANG. Tahu kan keong kecil yang kalau mau dia keluar dari cangkang harus di kasih napas dulu? Ya, kelomang-kelomang itu dilukis, diwarnai cangkangnya sehingga menarik dan juga tersedia rumahnya yang terbuat dari gabus dengan bentuk serta warna yang bermacam-macam.
Diujung perjalanan terdapat sebuah wahana “SEPEDA AIR”. Bentuknya bukan seperti sepeda biasa yang bisa berjalan diatas air, sepeda yang satu ini berupa perahu kecil dengan bentuk hewan-hewan dan cara menggunakannya adalah dengan mengayuh pedal yang ada di dalamnya supaya sepedanya dapat beroperasi dan penumpangnya bebas berkeliling didalam setu sampai waktu yang dibatasinya habis. Harga tiket sepeda air ini juga terjangkau, hanya RP 5.000. tapi kali ini kami tidak menaikinya karena waktu sudah sore, kami harus segera pulang dan lagi-lagi mengejar waktu bis..
Info lain yang saya dapatkan adalah adanya tiga Simbol Jakarta Selatan yang dilestarikan di dalam kampung betawi tersebut:
1.       Rambutan
2.       Melinjo
3.       Burung Gelatik
ketiganya melambangkan persatuan, kekuatan dan ketenangan serta kebersamaan.
sepasang burung gelatik 
Perjalanan saya dan tiga teman saya kali ini sangat menyenangkan. Ini pertama kalinya kami mengunjungi kampung betawi, menemukan berbagai hal baru terutama dari segi kebudayaan.
Kekecewaan saya hari itu hanya ada dua.. pertama, Bang Indra ternyata hari itu LIBUR sehingga dia tidak datang-datang dan kedua, saya kecewa karena ternyata rumah SI PITUNG tidak berlokasi disana, padahal dari awal tiba saya penasaran dengan rumah itu (T.T)
Tapi overall saya cukup puas dengan hasil observasi yang saya dapatkan hari itu.. terimakasih KAMPUNG BETAWI… RIMA, INTAN, SHERLY J
sampai jumpaaaaa
Semoga lain waktu saya bisa kembali kesana dalam event yang berbeda ;)


No comments:

Post a Comment