Pages

Wednesday, January 9, 2013

Menjajaki Kampung Tugu di Jakarta

Nama   :  Vacilia
NIM    :  11140110056
Kelas   :  E1



Kalian tahu gak sih selain keragaman kuliner,  ternyata di Jakarta juga memiliki keragaman budaya loh. Salah satunya adalah Kampoeng Portuguese yang biasa kita kenal dengan Kampung Tugu. Berlokasi di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, saya berkesempatan untuk melakukan observasi di Kampung tersebut. Mengapa di sebut kampung tugu?  Kata Tugu berasal dari kata Portuguese. Jika diperhatikan kata “Tugu” itu berasal dari tengah-tengah kata PorTUGUese.

 

Ada cerita lain yang mengatakan bahwa kata2 “Tugu” berasal dari peninggalan kerajaan Punawarman dimana diketemukannya satu tugu, batu bertulis di sekitar wilayah Kampung Tugu yang sekarang ada di Semper Barat.  Sekarang batu bertulis tersebut telah dimuseumkan di museum Fatahilla, Jakarta Pusat.

            Sekarang saya ingin cerita sedikit tentang sejarah Kampung Tugu di Jakarta. Dulu saat kota Malaka (sekarang Malaysia Barat) yang merupakan kota dagang Portugis jatuh ke tangan Belanda, banyak orang-orang Portugis yang menjadi tawanan Belanda dan dibawa ke Batavia. Kemudian orang-orang Portugis tersebut dibebaskan dan diberi nama “Mardijekers” yang berarti tawanan yang dibebaskan. Kebanyakan dari mereka diberi nama Belanda bahkan tidak sedikit dari mereka yang berpindah agama dari Khatolik menjadi Protestan. Memang Mayoritas orang portugis itu beragama Khatolik tetapi karena adanya pembauran dari berbagai agama, warga tugu lebih memilih pindah agama dari khatolik ke Kristen Protestan dan sampai sekarang mayoritas masyarakat Tugu menganut agama Kristen Protestan. 

Sebagaian dari tawanan iini tahun 1661 oleh pemerintah VOC Belanda dibuang kesuatu tempat sekitar 20 km sebelah tenggara Batavia, yang kita kenal dengan “TOEGOE”, temapat yang penuh rawa-rawa dan binatang buas saat itu. Para serdadu Portugis yang dibuang ke Kampung Tugu ini mendapatkan istri-istri dari penduduk sekitar, seperti orang China dan orang Indonesia.  Keturunan mereka adalah keturunan berdarah campuran sehingga diberi julukan “Mesteizen” yang berarti campuran.

Meskipun terjadi perkawinan silang antara orang Portugis dan orang Pribumi ataupun orang China, selama ini di Kampung Tugu tidak pernah mengalami konflik baik dari sisi agama mau pun ras antar warga Tugu. Hal ini menunjukan bahwa orang Portugis dapat bersosialisasi dengan baik di Indonesia pada dulunya. Narasumber mengatakan bahwa karena adanya kerjasama dan saling berbicara satu sama lain antar warga Tugu, konflik jarang dan cenderung tidak ada di Kampung Tugu ini.

Tapi walaupun mereka hidup berbaur dengan orang-orang sekitar, mereka tetap mempertahankan bnudaya dan adat istiadat Portugis untuk waktu yang cukup lama. Mereka masih menggunakan bahasa Portugis dalam percakapan sehari-hari maupun dalam kebaktian di Gereja. Barulah pada Tahun 1678 seorang pendeta Belanda, Melcior Ley Decker mulai menggunakan bahasa melayu pada kebaktian-kebaktian di gereja selain bahasa portugis. Lambat laun dengan menggunakan bahasa melayu sebagai pengantar sehari-hari, bahasa portugis pun mulai hilang dengan sendirinya, saat ini hanya sedikit orang saja yang masih dapat berbicara dengan bahasa Portugis. 

Dibawah ini adalah gambar suasana perkampungan  di Kampung Tugu siang hari saat saya berkunjung kesana. Sedikit sekali masyarakat yang beraktivitas di kampung ini, hanya terlihat anak kecil mengendarai sepeda dan tidak ada aktivitas yang kental Portugis disana.


            Saya juga sempat melihat dan tertarik untuk mengambil gambar dimana sebuah rumah yang menggunakan hiasan natal di pintu masuk rumahnya. Ini menunjukan bahwa masyarakat Kampung Tugu masih melakukan tradisi-tradisi keagamaan dan masih berpegang erat dengan agama yang dibawa oleh nenek moyang mereka yakni Protestan. Tetapi tidak sedikit pula yang memeluk agama lain di Kampung Tugu ini.

Hiasan natal menghiasi salah satu pintu rumah warga Tugu

Terkait dengan komunikasi antar budaya, saya mendapatkan dan mengetahui pesan-pesan non-verbal yang digunakan masyarakat Tugu yaitu zaman dulu para masyarakat Tugu masih menggunakan lumpang untuk menumbuk padi dan setiap orang yang lewat didepan rumah orang tersebut dia tahu bahwa orang itu sedang menumbuk padi. Ada juga ketika mendengar bunyi “krining krining” masyarakat tugu tahu kalau ada yang mengusir burung di depanrumah mereka, walaupun mereka tidak melihat tetapi mereka tahu bahwa ada orang yang mengusir burung. Tetapi saat ini sudah tidak ada lagi kegiatan seperti  itu, yah kita tahu sekarang zaman semakin modern dan masyarakat Tugu juga mengikuti modernisasi juga. 

Ada pula tradisi masyarakat Tugu yang masih sekarang dilakukan adalah mandi-mandi. Tradisi mandi-mandi ini bukan berarti membersihkan diri menggunakan air tetapi acara atau tradisi ini dilakukan untuk mengobati kerinduan orang portugis yang ada diluar kampung tugu dengan kampungnya di tugu itu sendiri. Biasanya acara ini diselenggarakan satu minggu setelah tahun baru atau perayaan natal. Sebelum acara mandi-mandi ini digelar masyarakat Kampung Tugu menyelenggarakan 'Rabo-rabo', yakni bermain musik dengan berkeliling mengunjungi beberapa keluarga yang tinggal di kawasan Kampung Tugu. Tradisi kebudayaan ini sudah ada sejak zaman nenek moyangnya yang keturunan Portugis. 

Mata pencaharian di masyarakat tugu sekarang ini bermacam-macam ada yang menjadi guru, pengacara, pegawai swasta, dan ada pula yang pengangguran.

Sejarah Gereja Tugu

            Bangunan Gereja Tugu saat ini masih berdiri, bukanlah bangunan pertama dari Gereja Tugu. Pada 1661 saat orang-orang Tugu tiba di Kampung Tugu, ibadah mereka masih dilayani oleh Jemaat Portugis di Jakarta, barulah pada 1678 Pendeta Melchior Leydecker membangun sebuah gereja yang pertama diluar Jakarta. Gedung ini digunakan selain untuk ibadah juga dipergunakan untuk kegiatan sekolah. Pada 1680 jumlah orang kristen di Tugu mencapai 800 jiwa. Kemudian pada 1700 terjadi wabah influenza yang parah sehingga banyak warga Tugu yang meninggal. Tahun 1738 dibangun gedung Gereja Tugu yang kedua menggantikan Gereja lama yang mengalami kerusakan dimakan usia. 

            Tahun 1744 Yustinus Vink seorang tuan tanah Cilincing  membangun kembali sebuah Gedung Gereja, sebagaimana kita lihat sekarang ini dan dipergunakan oleh orang-orang Tugu untuk beribadah. Mayarakat Tugu sepakat untuk membuat area pemakaman akan tetapi makam-makam tua saat ini tidak dapat dilihat karena adanya tradisi pemakaman yang selalu digabungkan dengan sanak keluarganya yang telah lebih dulu meninggal. 

            Komplek pemakaman ini bukan sembarangan komplek seperti pemakaman umum, Mayarakat tugu sepakat untuk membuat komplek pemakaman ini khusus bagi warga keturunan portugis. Yang dimakamkan disana ada kaitannya dengan pembangunan Gereja pada saat itu. Nenek moyang mereka yang dimakamkan disana lah yang membangun gereja GPIB Gereja Tugu.

            Kemudian Tahun 1960 Gereja Tugu yang berlokasi di Jl. Raya Tugu Semper No. 20, RT 010/06, Kel Semper Barat, Jakarta Utara, ditetapkan dan di syahkan masuk menjadi anggota penuh GPIB

Gereja Protestan Tugu

             
Di kawasan Gereja Tugu ini juga terdapat sebuah lonceng yang konon katanya jika pukul 12 malam keatas lonceng tersebut berbunyi sendiri itu menandakan bahwa ada warga Tugu yang meninggal atau menjadi lambang kematian. Hal ini adalah sebuah pesan non-verbal yang hanya diketahui oleh masyarakat Tugu saja.

Lonceng Gereja Protestan Tugu


Lonceng pada gambar diatas adalah lonceng kedua yang dipasang dari tahun 1960. Lonceng pertama digantikan karena sudah rusak tetapi mereka tidak membuangnya begitu saja, mereka menyimpannya di dalam kotak kaca dan menaruhnya dipekarangan rumah seorang pendeta yang bertempat tinggal di komplek Gereja Tugu. 

Gereja Tugu ini masih sering digunakan untuk kebaktian sampai sekarang. Banyak kegiatan keibadahan yang dilakukan di gereja ini oleh masyarakat tugu yang beraga kristen ataupun masyarakat lainnya di luar kampung tugu. Kegiatan yang dilakukan biasanya pada hari minggu seperti kegiatan Gereja pada umunya, lalu masih ada sekolah minggu untuk anak-anak kecil, dan sebagainya.

Keroncong Tugu

            Musik keroncong bukan hanya berkembang di budaya Jawa saja loh tetapi ternyata di kebudayaan Portugis juga keroncong sangat dikembangkan sebagai budaya khas dari orang-orang keturunan Portugis di Indonesia. Keroncong memang dulunya terpengaruh dari budaya Jawa dan mulai masuk ke Indonesia, tetapi saat itu masyarakat Indonesia belum bisa dan tahu bagaimana mengembangkan keroncong ini agar diminati oleh masyarakat, akhirnya orang Portugis yang ada di Batavia saat itu mengembangkannya dan memaikan alat musik keroncong tersebut dan mengenalkan kebudayaan keroncong ini kepada anak cucu dan keturunan portugis lainnya. Alhasil keroncong Tugu mulai dikenal sebagai kebudayaan khas dari Portugis.

           Keroncong ini bukan dibawa oleh orang-orang portugis tetapi tercipta di Kampung Tugu tersebut dan dimainkan oleh warga keturunan portugis yang tinggal di Kampung Tugu. Nenek moyang atau para leluhurnya memainkan keroncong di kampung tersebut sekitar tahun 1661. Mereka tidak hanya memainkannya dirumah, tetapi digereja untuk mengiringi ibadah. Masyarakat Tugu tidak pernah lepas dari alat musik keroncong.

            Saya sangat beruntung sekali dapat menyaksikan Keroncong Tugu yang diorganisasikan oleh masyarakat Kampung Tugu asli dan dipimpin oleh pak Andre Juan Michiels.  Pas sekali mereka akan menunjukan kebolehannya dalam acara Pasar Ikan Fair II 2012 yang diadakan di Pasar ikan, Jakarta Utara tidak jauh dari tempat Kampung Tugu.  Mereka memainkan beberapa lagu, diantaranya lagu Jogjakarta, Nonton Bioskop, dan lagu-lagu lawas lainnya yang pasti dikombinasikan dengan alunan musik keroncong khas kampung tugu. Tidak hanya lagu Indonesia saja yang dibawakan oleh komunitas ini tetapi mereka juga mereka membawakan satu lagu asli dari portugis yang dibawakan oleh putri dari Pak Andre sendiri . Alunan musik keroncong Tugu dikombinasikan dengan lagu berbahasa protugis secara apik dikemas oleh komunitas keroncong tugu dan membuat decak kagum seluruh penonton. Tidak sedikit juga yang memberi tepuk tangan yang meriah seusai mereka tampil. 

Komunitas Keroncong Tugu saat tampil di Pasar Ikan Fair 2012 

             Nah, setelah saya asyik melihat penampilan dari komunitas keroncong tugu tersebut dipanggung, saya juga berkesempatan untuk ngobrol-ngobrol tetang sejarah berdirinya komunitas keroncong tugu ini dan bagaimana keroncong itu bisa masuk ke dalam masyarakat portugis. 

             Ternyata Keroncong Tugu yang dipimpin oleh pak andre sekarang ini adalah buah regenerasi yang dilaksanakan pada 12 Juli 1988. Sebelumnya ayah dan kakak pak andre sudah bermain, tetapi ngomongin sekarang ini yang modern, kami sudah melakukan regenerasi pada 2008 lalu kepada anak-anak agar mereka lebih cepat mengenal musik keroncong. 

               Komunitas ini tidak hanya bermain dari panggung-panggung biasa saja tetapi komunitas yang dipimpin oleh pak Andre ini juga pernah bermain di Istana Negara dihadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 Juli 2008 dan tepat pada saat komunitas keroncong ini merayakan ulang tahunnya yang ke 20. Komunitas ini juga pernah menyambut presiden Brazil yang datang ke Indonesia dengan alunan kerongcong tugu yang khas. Tidak hanya di dalam negeri saja, ternyata mereka juga menembus kancah Internasional. Mereka pernah tampil di Singapura, Malaysia, dan Belanda. 

               Pemimpin komunitas keroncong tugu, Andre Huan Michiels  adalah orang keturunan asli dari portugis, telihat dari raut wajah beliau yang masih telihat seperti orang portugis. Keluarga pak Andre ini terhitung generasi ke-10. Fams Michiels adalah salah satu dari 6 fams yang tersisa di kampung tugu. Beliau juga masih tinggal di Kampung Tugu yang sebelumnya saya kunjungi dan dia memiliki rumah, dimana rumah itu adalah rumah tertua yang ada di Kampung Tugu, peninggalan dari nenek moyangnya. Dirumah itu pula komunitas keroncong tugu tersebut latihan setiap harinya.
             
                Pada saat pelantikan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi-Ahok kemarin sebenarnya komunitas ini  telah menyiapkan lagu khusus tetapi sayang sekali mereka tidak dapat menunjukan kebolehannya di depan  Pak Jokowi karena setelah pelantikan Pak Jokowi langsung turun ke massa tidak ke ruang VIP. 

                 Keroncong itu musik asli dari Indonesia tetapi ada beberapa alat musik yang dibawa oleh nenek moyang mereka dari negara portugis dan terjadi percampuran dengan musik masyarakat setempat. Perbedaan keroncong tugu ini dengan keroncong lainnya adalah dimana dalam keroncong tugu ini salah satu alat musiknya menggunakan perkusi,macina, gitar, jimbe, dan flute(adiitional). Satu hal yang membedakan adalah lagu-lagu yang dibawakan dan penyanyinya. Biasanya kita mengenal penyanyi yang ada dalam keroncong-keroncong di jawa ada sinden, tetapi di komunitas keroncong tugu ini mereka tidak memakai sinden. Mereka bermain alat musik dan sambil bernyanyi. Lagu-lagu yang dibawakan  pun bervariasi tidak hanya lagu-lagu daerah yang dibawakan. 

                  Terkait dengan budaya sekarang ini menurut Pak Andre sendiri bahwa keroncong akan makin berkembang karena saat beliau melihat internet, rupanya di daerah-daerah pun bertumbuh musik keroncong tetapi kurang terekspos oleh media. Beliau juga mengatakan bahwa di Surabaya musik keroncong masuk kedalam kurikulum SMP dan adapula yang membuat perlombaan adu musik keroncong antar sekolah. “menanamkan rasa cinta terhadap keroncong dimulai dari sekolah  dan jangan mengharapkan dari pemerintah saja,” ucapnya. 
         
                  Beliau juga mengatakan bahwa tidak kawatir terhadap perkembangan musik keroncong karena cara mereka tampil dapat diterima oleh masyarakat. Tidak hanya lagu keroncong saja yang mereka bawakan tetapi lagu-lagu yang  diinginkan oleh penonton juga akan dibawakan sesuai dengan request-an dan dengan irama keroncong tentunya. “Keroncong seharusnya mengikuti perkembangan zaman. Pada saat ini kita sudah memasuki era 2012 ke 2013 tidak mungkin kita hanya berpatokan pakem dengan yang ribuan tahun 25 atau 30 oleh Pak Gesang. Tentunya kan era sudah berubah alat musik pun kita harus modifikasi dengan alat yang lebih bagus,” saran Pak Andre saat dilontarkan pertanyaan terakhir. 

              Keberagaman kebudayaan di Tanah Air kita tercinta ini patutlah dilestarikan. Jangan karena zaman sudah modern kebudayaan-kebudayaan yang kita miliki pupus begitu saja. Kita harus belajar banyak dari masyarakat portugis ini yang masih mempertahankan kebudayaan mereka dengan melestarikan keroncong yang dibawah oleh nenek moyang mereka. Yah walapun memang sebagian orang lebih memilih untuk hidup yang modern dan tidak mau mengenal budayanya sendiri tetapi kita sebagai manusia yang berpendidikan, kiranya kita harus menjaga budaya itu agar generasi setelah kita dapat tetap menikmati dan merasakan bagaimana kebudayaannya dulu dan masih dilestarikan sampai sekarang dan sampai kapan pun.
Saya dan Komunitas Keroncong Tugu

No comments:

Post a Comment