Nama : Berlianna Veronika
Nim : 11140110114
Kelas : G-1
Bhinneka Tunggal Ika,
itulah semboyan yang secara turun-temurun dari zaman dahulu hingga saat ini
yang masih di pegang secara teguh di negara kesatuan republik Indonesia.
Semboyan yang selalu hidup dalam setiap jiwa anak bangsanya, mengalir
pengertian yang sangat sederhana namun maknanya yang sungguh mendalam, yaitu
berbeda-beda tetapi tetap satu. Seperti yang diketahui, Negara Indonesia adalah
negara kepulauan yang sangat luas dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah,
panorama alam yang sangat indah, hingga keragaman suku, etnis, dan ras yang
menghiasi kebudayaan Indonesia. Keadaan yang seperti ini menciptakan beragam
kehidupan yang tersebar di berbagi daerah, baik di perkotaan, kabupaten,
kecamatan, pedesaan, hingga lingkup kecil dalam sebuah kelompok kehidupan.
Kehidupan keseharian yang terjadi, baik itu dari segi perilaku, bahasa,
kepercayaan yang dianut, adat istiadatnya dan sebagainya, pada akhirnya akan
menciptakan sebuah kebudayaan yang menjadi sebuah gambaran atau ciri khas akan
kelompok tersebut. Tidak ada yang sepenuhnya mirip atau sama di dunia ini, begitu
pula dengan kebudayaan yang sangat beragam dan berbeda satu dengan yang lain.
Akan tetapi, dengan segala perbedaan dan keragaman budaya yang tersebar di
Indonesia, satu harapan yang selalu dijunjung tinggi bahwa dalam segala
perbedaan yang ada semuanya adalah satu dalam kehidupan Indonesia.
Komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila
sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota
dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar
& Porter). Kebudayaan merupakan kehidupan
keseharian yang dilakukan oleh sebuah kelompok secara turun-temurun dan
diwariskan pada setiap generasi, meliputi bahasa keseharian yang digunakan
untuk percakapan, agama yang menjadi kepercayaan, tradisi adat istiadat yang
dilaksanakan, pakaian keseharian, mata pencaharian, dan pola keseharian
lainnya. Kebudayaan yang melekat pada sebuah kelompok tertentu akan menjadi
sebuah gambaran atau ciri khas yang menjadi simbol kelompok tersebut. Ciri khas
tersebut nantinya akan membedakan sebuah kebudayaan dengan kebudayaan lainnya
dan akan menghasilkan beragam perbedaan. Semakin banyaknya kelompok kehidupan
yang tersebar diberbagai daerah, pastinya akan melahirkan beragam kebudayaan
pula. Dengan segala keberagaman yang ada harapannya setiap kelompok mampu
menghormati dan menghargai kebudayaan kelompok lain. Sehingga negara Indonesia
akan semakin kaya dengan budayanya dalam sebuah kerukunan kehidupan.
Dalam kesempatan kali
ini, kunjungan observasi kebudayaan yang saya lakukan yaitu dengan mendatangi
sebuah kota di daerah barat pula Jawa yang tepatnya di kota Cirebon. Mungkin
banyak orang sering mendengar kata Cirebon tetapi tidak banyak yang tahu apa
saja yang ada di kota tersebut atau apa yang menjadi ciri khas kota
tersebut. Kesederhanaan serta
ketentraman kota ini menjadi sebuah pusat kunjungan yang patut untuk didatangi.
Tidak seperti kota Jakarta yang sangat ramai dipenuhi dnegan kemacetan lalu
lintas, kota Cirebon terlihat lancar dan lalin kendaraan sangat lowong.
Jalan-jalan raya yang luas dan lebar memungkinkan banyak kendaraan seperti
motor, mobil, kendaraan umum, hingga kendaraan tradisional seperti becak masih
dengan mudah di temui di kota ini. Kota Cirebon sendiri tidaklah begitu luas,
dan ketika saya berkunjung disana pun, dengan mudah saya dapat menghafal rute
perjalanan karena lokasi yang mudah diingat dan termasuk wilayah yang kecil.
Perjalanan kunjungan
observasi ke kota Cirebon saya lakukan dengan menggunakan jasa kereta api Cirebon
express. Pagi-pagi betul sekitar pukul 05.20 saya telah tiba di stasiun Gambir
yang merupakan stasiun antarkota yang menghubungkan Jakarta dengan berbagai
kota lainnya di daerah Jawa. Lokasi stasiun Gambir berada di pusat kota Jakarta
yang lokasinya juga sangat dekat dengan tugu monumen nasional yang menjadi icon kota Jakarta. Sesampainya di
stasiun Gambir, walaupun terbilang masih sangat pagi tetapi jumlah penumpang yang
terlihat di stasiun Gambair sudah sangat padat dan ramai. Tepat pukul 06.00,
saya telah duduk manis di dalam kereta yang cukup memadai kondisinya dengan
fasilitas yang mendukung, untuk menunggu keberangkatan menuju kota Cirebon.
Diperlukan waktu sekitar tiga jam untuk menempuh perjalanan hingga tiba di
stasiun Cirebon.
Di sepanjang perjalanan
masih terlihat gedung-gedung tinggi nan megah yang menandakan bahwa lokasinya
masih berada di kawasan kota Jakarta. Tetapi seiring perjalanan, sudah mulai
terlihat pemandangan hijau berupa persawahan yang terbentang luas di sejauh
mata memandang. Beberapa sawah ada yang tergenang oleh air akibat curah hujan
pada musim ini, tetapi ada pula yang tumbuh dengan subuh karena telah ditanami
kembali. Suasana pedesaan pun begitu terasa ditambah pula dengan udara sejuk di
pagi hari.
Tak terasa tiga jam
berlalu dengan cepat hingga saya tiba di stasiun Cirebon. Stasiun Cirebon
relatif kecil dan sederhana apabila dibandingkan dengan stasiun Gambir. Saya
pun mulai berjalan menuju pintu keluar stasiun dan mulai dihampiri beberapa
buruh yang menawarkan jasa untuk mengangkat barang bawaan para penumpang. Saya
pun terus berjalan dan tidak terlalu mengacuhkan mereka.
Becak,
kendaraan tradisional
Dalam perjalanan saya
menuju lokasi tujuan, beberapa hal yang sungguh menarik perhatian mata saya
yaitu kendaraan tradisional berupa becak yang masih digunakan sebagai kendaraan
sehari-hari. Kendaraan ini mungkin sudah sangat asing di kota-kota besar
seperti Jakarta, tetapi dengan senangnya kendaraan ini dapat saya temui kembali
di kota Cirebon. Apabila kita ketahuin, kota Cirebon mungkin telah banyak
beradaptasi dengan kebudayaan modern yang didukung juga dengan adanya
perantauan yang datang ke Cirebon atau masyarakat Cirebon yang tinggal di
Jakarta. Pengaruh modern yang mereka dapatkan, sekiranya akan disebarkan menjadi
keseharian di kota asalnya. Namun dapat disadari, kota Cirebon mampu berusaha
untuk melestarikan kebudayaan daerahnya yang salah satunya masih memperbolehkan
adanya kendaraan becak.
Nasi
Jamblang
Sembari menyusuri kota
Cirebon, saya juga sempat mampir sebentar untuk mengisi perut yang sudah mulai
terasa kosong. Masuklah saya kedalam sebuah rumah makan yang bertuliskan “ rumah
makan Mangduli “ sebagai nama dari rumah makan tersebut. Rumah makan ini
menjual makanan khas kota Cirebon yaitu nasi jamblang, dan hanya menjual satu
jenis makanan itu saja. Nasi jamblang adalah nasi yang dibungkus dengan daun
jati dan ukurannya sangatlah kecil. Biasanya untuk porsi makan biasa, tidak
cukup hanya 1 nasi jamblang karena porsi nasinya yang sedikit. Nasi jamblang
ditambahkan dengan adanya lauk yaitu berupa dendeng, telor dadar, tahu sayur,
sate kentang, perkedel kentang, paru, sate usus, sambel goreng, dan beragam
lauk lainnya. Harganya yang relatif murah dengan perut kenyang yang telah
menyantap nasi jamblang dalam porsi besar.
Lalu saya melanjutkan
perjalanan menuju lokasi tujuan utama yang ingin saya observasi, yaitu Keraton
Kasepuhan. Keraton ini tidak jauh lokasinya dari pusat perkotaan, dan dengan
waktu yang singkat saya telah sampai di lokasi observasi. Keadaan yang terlihat
dari pintu masuk utamanya, keraton ini sedang mengalami renovasi pada bagian
alun-alunnya sehingga terlihat beberapa tempat yang tidak secara utuh karena
masih dalam sebuah rangka kayu. Tetapi ketika memasuki keraton ini yang saya
rasakan yaitu kesederhanaan dan kehidupan yang sarat akan nilai-nilai
kebudayaan yang secara turun-temurun diwarisi.
Inilah keraton
kasepuhan yang didirikan pada tahun 1529 dengan luas tanahnya kurang lebih 25
hektar. Keraton kasepuhan sendiri mengandung arti yaitu keraton yang dipimpin
oleh seorang sesepuh atau orang yang sudah tua. Apabila dilihat dari gambaran
teori Culture is symbolic (Samovar)
bahwa budaya itu juga tercermin dari simbol yang terkandung didalamnya. Sama
halnya dengan keraton kasepuhan yang merupakan salah satu penerus dari kerajaan
padjajaran yang sarat akan simbol kerajaannya yaitu macan putih, sehingga
keraton pun mengadopsi simbol macan putih tersebut. Keraton ini merupakan
keraton terbesar yang ada di kota Cirebon.
Sultan
Sepuh ke-14, Pangeran Arif Natadiningrat
Saat ini keraton
kasepuhan di pimpin oleh seorang sultan sepuh ke-14 yang bernama pangeran Arif
natadiningrat. Mungkin pada zaman dahulu para keturunan keraton masih sangat
susah untuk bersekolah atau menempuh pendidikan diluar kehidupan keraton,
sehari-harinya mungkin mereka hanya belajar budaya keraton atau hanya hidup
dengan kebudayaan saja. Tetapi sultan yang memimpin keraton saat ini telah
bergelar sarjana ekonomi, yang artinya kehidupan zaman memang sudah berkembang.
Kehidupan keraton yang dulunya hanya berkutat dengan kebudayaan yang sangat
sakral, sekarang sudah lebih berbaur dan terbuka namun tetap tidak
menghilangkan unsur kebudayaan serta adat istiadat yang telah turun-temurun
diwariskan dan juga tetap mempertahankannya.
Alun-Alun
Sangkala Buana
Ini adalah alun alun
sangkala buana. Alun-alun ini sudah terlihat jelas ketika saya memasuki pintu
utama keraton kasepuhan karena terbuka dan dapat dilihat dari arah luar
sekalipun. Alun alun ini sangat besar dan luas dan terdiri dari beberapa
bangunan. Saat ini alun-alun sedang dalam proses renovasi dan mengalami
beberapa perbaikan. Alun-alun ini dahulu digunakan dan difungsikan untuk
upacara upacara akbar yang diselenggarakan oleh keraton, digunakan pula untuk
latihan perang-perangan bagi para prajurit keraton, serta latihan baris
berbaris. Saat ini fungsi alun-alun masih digunakan sebagai singgasana sultan
ketika adanya perhelatan akbar yang diselenggarakan keraton, jadi sultan duduk
di alun-alun untuk menyaksikan dari sudut pandang secara keseluruhan.
Abdi
Dalam
Setelah menelusuri
alun-alun dan mau memasuki ke bagian dalamnya keraton, lalu saya bertemu dengan
seorang tour guide yang ternyata
adalah seorang abdi dalam. Beliau adalah seorang abdi dalam yang mengerti betul
tentang seluk-beluk kehidupan serta kebudayaan keraton hingga sejarahnya pula.
Maksud dari gelar abdi dalam sendiri yaitu, dahulu orangtua beliau adalah
pembantu atau pesuruh keluarga sultan. Sehingga kesehariannya sangat dekat
dengan keluarga sultan dan secara tidak langsung berbagai informasi internal
yang ada didalam keraton mampu dipahami dengan baik dan tertanam dalam
benaknya. Pengabdian tersebut lalu diturunkan kepada generasi seterusnya untuk
tetap menjadi pihak dalam yang mengurusi keluarga sultan. Identitas berupa pakaian
yang beliau gunakan adalah pakaian sehari-hari yang khusus bagi abdi dalam.
Motif atau corak yang ada pada celananya menggambarkan batik mega mendung yang
merupakan motif batik khas kota Cirebon sedangkan penutup kepalanya yaitu blangkon.
Pintu
Gledegan
Saya pun mulai
melangkah lebih jauh lagi untuk menelusuri keraton yang lebih dalam lagi. Yang
saya temui selanjutnya adalah pintu gledegan. Alkisah pada zaman dahulu,
penjagaan sangat ketat dilakukan oleh para prajurit keraton. Nah, pintu ini
adalah pintu utama untuk para tamu memasuki keraton. Dulunya setiap tamu yang
akan masuk ke dalam keraton, sebelumnya akan di gledah terlebih dahulu. Tamu
akan di periksa dengan sangat detail dan yang sangat uniknya yaitu ketika para
prajurit yang menjaga pintu ini menggeledah, mereka akan berteriak dengan suara
kencang layaknya bunyi petir di kala hujan akan tiba. Maka dari itu, pintu ini
punya sejarah nama tersendiri karena budaya turun-temurun yang berkembang di
kehidupan keraton.
Masjid
Langgar Agung
Masjid ini adalah
tempat untuk melakukan ibadah sholat bagi umat yang beragam Islam pada setiap
harinya. Nah, setiap setahun sekali akan di gelar acara maulid nabi yang
diperingati dengan hari kelahiran Allah SWT. Dalam perayaan ini, perhelatan
besar sudah menjadi ritual adat istiadat yang dilakukan oleh keraton. Salah
satu tradisinya yaitu nasi kuning dan nasi uduk di arak dari dalam keraton pada
pukul 9 malam dan akan kembali lagi ke dalam keraton pada pukul 12 malam.
Apabila nasi kuning dan nasi uduk tidak habis di santap pada waktu acara, maka
akan dibagikan kepada warga sekitar yang datang dan sebagaian lainnya akan
kembali diarak ke dalam keraton. Tradisi ini sudah menjadi ritual tahunan yang selalu digelar oleh pihak keraton dan merupakan adat istiadat yang terus dilestarikan secara turun-temurun.
Gapura Buk Bacem
Uniknya dari gapura
ini, dahulu sebelum dibentuk menjadi sebuah gapura bahan-bahan yang digunakan
melalui sebuah proses tahapan. Terlebih dahulu semua bahan dicampur,
dimasukkan, dan direndam dalam sebuah kolam dalam kurun waktu 6 bulan hingga 1
tahun. Lalu diberi ramuan khusus serta lumpur sehingga bahan yang digunakan
nantinya aman dan anti rayap. Tradisi ini sering dilakukan dalam
bangunan-bangunan yang terdapat pada keraton dan menjadi sebuah kepercayaan
terhadap budaya yang diwariskan turun-temurun. Hiasan-hiasan yang terdapat pada
gapura ini yaitu berupa piring-piring bekas peninggalan masyarakat Cina dan
dijadikan sebagai hiasan yang menandakan bahwa adanya keterbukaan terhadap
kebudayaan lainnya tanpa menghilangkan makna kebudayaan keraton yang sesungguhnya.
Kembang
Kalidaran
Ini adalah salah satu
hiasan yang terdapat pada tembok ruangan bangsal prabayasa. Dominasi warna
merah terlihat cukup jelas pada hiasan ini yang diwariskan dan pengaruh budaya
Cina. Jadi pada zaman dahulu, banyak warga keturunan Cina yang singgah di
keraton dan hidup dalam kerukunan kebudayaan keraton. Nah, sedikit banyak
mereka memberi sentuhan arsitektur terhadap pola bangunan di keraton. Sehingga
banyaknya simbol atau motif kebudayaan Cina yang terlihat dalam keraton ini,
yang salah satunya motif kembang kalidaran ini. Kembang kalidaran melambangkan
perdamaian, sedangkan terdapat pula buah manggis pada bagian kirinya yang
melambangkan kejujuran serta ada pula motif batik mega mendung khas kota
Cirebon pada bagian bawahnya. Beberapa sudut-sudut yang terdapat dalam keraton
memang menyimpan kebudayaan Cina, karena dahulu salah satu istri sunan gunung
jati yang bernama putri Ong Tien merupakan wanita keturunan Cina. Maka
terjadilah pernikahan antar budaya antara sultan dengan wanita yang
berkebudayaan berbeda. Sehingga ketika kehidupannya berlangsung didalam
keraton, sedikit banyak dia memberikan pengaruh dalam pola arsitektur budaya
keraton. Sehingga keraton ini menyimpan unsur komunikasi antar budaya yang
diadopsi dari kebudayaan Cina.
Lukisan
Prabu Siliwangi
Hal yang paling unik
dari keraton ini, yaitu terdapat sebuah lukisan sosok Prabu Siliwangi. Lukisan
ini di lukis leh seorang pemuda yang berasal dari kota Garut. Lukisan ini tidak
hanya sekedar lukisan yang dipajang begitu saja. Tetapi apabila diamati lebih
daam lagi, lukisan ini selalu mengikuti kemana arah kita melihat lukisan ini,
baik itu tatapan matanya serta posisi kaki dan postur tubuhnya yang menghadap
dari arah mana kita melihat lukisan ini. Sontak lukisan ini menjadi sebuah
komunikasi non verbal yang walaupun tidak berkomunikasi secara langsung tetapi
mampu menciptakan makna kepada yang melihat lukisan ini. Lukisan ini telah
mengandung unsur-unsur komunikasi non verbal, baik itu postur tubuh, ekspresi
wajah, kontak mata, dan lainnya. Setiap orang yang melihatnya pasti merasa
kagum dan takjub melihat sosoka Prabu Siliwangi yang dilukis dengan begitu
gagahnya. Ditambah lagi dengan sosok raja yang mengenakan pakaian khas yang
melambangkan bahwa dia adalah raja yang tetap mempertahankan kebudayaan keraton.
Ranjang
Kencana
Pada komunikasi non
verbal kesan warna yang terlihat memiliki arti dan makna tersendiri. Keindahan
warna dan jumlah kain yang terdapat pada ranjang tersebut mampu berkomunikasi
secara non verbal atau secara tidak langsung. Pada konteksnya non verbal
merupakan komunikasi secara tidak langsung atau komunikasi dari sesuatu hal
yang mempunyai makna. Makna dari warna-warni kain yang mengelilingi ranjang
tersebut menyimpan unsur keindahan dan menjadi lambang atau simbol dari
kesembilan wali. Jumlah kain yang terdapat pada ranjang tersebut ada 9, yang
maknanya mengartikan tentang perjalanan kesembilan wali dalam menyebarkan agama
islam.
Kereta
Kencana Singa Barong
Identitas budaya sebagai
identifikasi komunikasi dari sistem perilaku simbolis verbal dan non-verbal
yang memiliki arti dan yang dibagikan di antara anggota kelompok yang memiliki
rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa dan norma-norma
yang sama. Identitas budaya merupakan konstruksi sosial. (Fong). Kereta ini merupakan kendaraan
yang digunakan oleh sultan ketika adanya perhelatan akbar yang di gelar di
dalam keraton. Kereta ini punya arti dan makna tersendiri sebagai kendaraan identitas
keraton di kota Cirebon. Arti dari belalainya melambangkan kota Cirebon yang
bersahabat dengan negara India dalam agama hindu. Arti tanduknya melambangkan
kota Cirebon bersahabat dengan negara Cina dalam agama budha. Dan arti sayapnya
melambangkan kota Cirebon bersahabat dengan negara Mesir dalam agama Islam. Ketiga
lambang ini dikenal dengan istilah trisula. Perpaduan yang terdapat dalam
setiap lambang tersebut diharapkan terciptanya sebuah tatanan antar kebudayaan.
Sumur
Upas (Sumur Soka)
Dari teori tentang
worldview pada buku Samovar mengatakan bahwa elemen worldview terbagi atas
beberapa hal, yang diantaranya hal
gaib (yang tak terlihat), kekuatan, dan dasar/prinsip
serta kepercayaan
manusia atas hal supranatural. Apabila diterapkan dalam kehidupan
keraton, sumur upas atau sumur soka ini menjadi sumur keramat yang dipercayai
secara turun-temurun. Bukan karena bangunan sumur ini yang megah atau pun
berfondasi yang kuat, tetapi kekuatan mistis yang tidak terlepas begitu saja.
Maka dari itu, sumur ini menjadi salah satu kebudayaan yang menjadi kepercayaan
keraton. Zaman dahulu sumur ini punya peranan penting, dimana ketika ada
seorang pencuri yang tertangkap bersalah akan dipaksa untuk minum air dari
sumur ini. Menurut keyakinan, air pada sumur ini seperti bisa mendeteksi apakah
seseorang jujur atau tidak. Apabila orang tersebut tidak jujur, maka reaksi
yang akan dihasilkan setelah minum air dari sumur ini yaitu orang tersebut akan
kesurupan dan menjadi gila. Mungkin hal seperti ini di zaman modern menjadi
omongan kosong belaka, namun bagi para nenek moyang di zaman dahulu yang sangat
yakin dan percaya akan hal gaib yang turut melindungi dunia ini, maka sumur ini
pun menjadi suatu hal yang disakralkan pada zamannya. Diyakini bahwa adanya
kehidupan diluar kehidupan nyata manusia, dan kehidupan tersebut punya kekuatan
yang walaupun tidak terlihat sekali pun. Sama halnya dengan sumber mata air
sumur ini yang mengalir sendiri tanpa dicari dari mana sumber air tersebut
berasal, ini layaknya sebuah teka-teki tetapi menyimpan sebuah rahasia.
Keraton
Awal
Ini adalah keraton
awal. Pada saat saya ingin memasuki keraton ini, abdi dalamnya mengatakan kalo
saya tidak boleh masuk. Sontak saya kaget karena dilarang masuk. Ternyata menurut
kepercayaan secara turun-temurun, keraton awal ini sangat disucikan dan bagi
para wanita dilarang untuk memasuki keraton ini. Keraton ini hanya boleh
dimasuki oleh kaum pria saja. Biasanya didalam keraton ini, para pria melakukan
kegiatan meditasi untuk mencari ketenangan dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Apabila di interpretasikan, mungkin kaum hawa atau wanita dilarang masuk
karena dapat saja menggoda pikiran dan nafsu para kaum pria, sehingga terkesan
menodai apabila terjadinya perubatan atau pikiran yang negatif dan juga
kehilangan konsentrasi. Oleh karena itu, keraton ini sangat sakral dan
disucikan hanya khusus bagi kaum pria saja.
Berli
Walaupun dalam
kehidupan keraton kasepuhan ini tidak terlalu banyak interaksi atau komunikasi
yang terjadi secara langsung, namun dari simbol-simbol, komunikasi non verbal
dan aspek komunkasi antar budaya lainnya begitu banyak terdapat di dalam
keraton ini. Seluruh aspek mempunyai nilai-nilai kebudayaan yang
dikomunikasikan secara turun-temurun hingga kehidupan keraton saat ini. Dengan
harapan keraton tetap ada untuk kehidupan kebudayaan raja-raja serta
adat-istiadat yang masi dipegang kukuh dan menjadi suatu pertahanan terhadap
kebudayaan yang diteruskan dari zaman dahulu sampai dimasa mendatang.
Terima kasih, semoga
bermanfaat dan menambah pengetahuan akan kebudayaan bangsa ini.
No comments:
Post a Comment