Nama : Stefanny
Nadhia
Kelas : G1
NIM : 11140110174
Layaknya sebuah pelangi penuh perbedaan warna yang
menjadi satu kesatuan, Indonesia merupakan salah satu negara pemilik kepulauan
terbesar di dunia yang memiliki keindahan tersebut. Perbedaan warna yang ada
mampu mengisi kehidupan di dalamnya. Lalu, dari perbedaan warna tersebut,
secara resmi telah bergabung menjadi satu kesatuan untuk membentuk sebuah
negara yang demokrasi. Salah satu dari warna tersebut adalah suku bangsa yang
terlahir dengan berbagai kebiasaan tradisional peninggalan nenek moyang yang dilakukan
secara berkala pada masa selanjutnya dan berlanjut menjadi suatu kebudayaan
masyarakat sekitar. Kebudayaan yang dihasilkan tentu saja mampu memberikan
keunikan tersendiri pada tiap suku.
Keberagaman suku bangsa yang berada di wilayah
Indonesia telah tercatat sebanyak 1.128 jiwa oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
ini terlahir dengan keunikan budaya masing-masing. Adat istiadat, tarian,
makanan, tradisi, bahasa, kepercayaan, dan lain-lain menjadi bumbu pelengkap
dalam bentuk gagasan dan karya baik fisik maupun non fisik dari keindahan yang
diperlihatkan setiap suku bangsa pada negara lain tentang kekayaan budaya atas
perbedaan yang ada. Dengan keberagaman suku bangsa yang mengandung berbagai
macam bahasa, budaya, dan lain-lain dan dapat bergabung menjadi satu secara
rukun, hal ini dapat menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia di
kancah internasional bukan?
Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia dengan
kebudayaan mereka, ketertarikan saya telah jatuh pada suku Betawi yang mana
diketahui bahwa suku Betawi merupakan suku asli yang identik dengan keberadaan
kota metropolitan Jakarta. Maka, saya memutuskan untuk observasi ke Kampung
betawi Setu babakan yang nyaman dan sejuk ini. Tak cukup hanya sampai di situ
saja kertertarikan saya selama melakukan observasi di Kampung Budaya Betawi
Setu Babakan ini. Dengan melakukan observasi yang saya lakukan selama 3 hari
ini, saya dapat mengenal lebih dalam tentang kota di mana saya dilahirkan dan
dibesarkan dengan baik. Suatu perasaan senang yang cukup sulit di ungkapkan
dengan kata-kata.
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan merupakan
sebuah perkampungan di Jakarta Selatan yang tumbuh dan berkembang dengan
kebudayaan tradisional khas Betawi. Kampung ini telah dilindungi oleh
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
kawasan kota administrasi Jakarta Selatan kecamatan Jagakarsa ini berawal dari
tanah seluas sekitar 165 hektar itu kini
telah diperluas hingga 289 hektar sesuai dengan Perda nomor 3 tahun 2005,
ditambah lagi dengan 4 titik arah yang mengapit kampung. Perkampungan Budaya Betawi
Setu Babakan ini telah dibangun pada Oktober 2000 dan diresmikan secara sah
pada tanggal 20 Januari 2001 oleh mantan gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Lingkungan yang masih asri, udara sejuk dan jauh
dari pusat perkotaan ditambah lagi dengan permukiman penduduk suku Betawi dan
ketersediaan lahan oleh PEMDA sebagai fasilitas tambahan berupa 2 danau atau
setu, yaitu Setu Babakan dan Setu Mangga Bolong yang pada akhirnya lokasi ini
dipilih untuk menjadi tempat dibangunnya Perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan. Pembangunan rumah-rumah adat khas Betawi dibangun pada pertengahan
Oktober 2000. Dahulu sebelum dijadikan sebagai tempat wisata kebudayaan,
perkampungan ini hanyalah tanah kosong untuk lahan perkebunan warga.
Angin sepai-sepoi dan suasana bersahaja membuat para
pengunjung yang datang merasa nyaman untuk sekedar melepas penat akibat
kemacetan pusat kota dan rutinitas di kota metropolitan yang keras. Pengunjung
dapat menikmati nuansa budaya Betawi yang mengelilingi kampung ini dengan
berbagai ornamen, souvenir, makanan khas, dan berbagai fasilitas penunjang.
Wilayah wisata Perkampungan Budaya Betawi ini terbuka untuk umum setiap harinya mulai dari
pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Ditambah lagi dengan banyaknya acara-acara kesenian
budaya Betawi yang semakin memperkental nuansa khas di area perkampungan
tersebut. Acara kesenian budaya Betawi dilakukan secara rutin setiap minggu. Di
setiap tahunnya, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan mengadakan berbagai
atraksi untuk menghibur pengunjung dan memberikan pelajaran budaya khas dari
Betawi. Acara-acara yang ditampilkan bukan acara dari sanggar-sanggar yang asal
mau tampil. Biasanya acara-acara kesenian yang akan ditampilkan dalam
pementasan telah diisi dari berbagai sanggar yang sudah terdaftar dalam Sub-Din
DKI Jakarta dan memiliki sertifikat resmi. Sanggar yang ditampilkan dalam setiap
acara tidak terbatas dari Jakarta Selatan saja. Daerah lain tentu boleh mengisi
acara yang ada selama telah mengikuti persyaratan yang ditentukan dari pihak
pengelola.
Dengan bantuan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta, di tahun 2012, pengelola mampu mengadakan Festival Budaya Betawi untuk
memperkenalkan budaya khas yang dimiliki oleh perkampungan ini kepada
masyarakat luas. Pada Mei 2012, perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan
mengadakan Gebyar Budaya dengan mengadakan berbagai macam lomba yang dapat
diikuti oleh pengunjung dan penduduk sekitar. Berkat berjalannya Festival ini
di tahun 2012, acara kembali diadakan dengan proses Ngarak Sunat sebagai tindak
lanjut dalam memperkenalkan kebudayaan Betawi lebih dalam kepada masyarakat.
Perkampungan Budaya Betawi juga menyediakan
fasilitas wisata air bagi para pengunjung. Seperti yang telah saya jelaskan
sebelumnya, terdapat dua danau atau setu yang menjanjikan para pengunjung untuk
menikmati sekeliling perkampungan dengan mengendarai sepeda air yang berbentuk
bebek, perahu naga yang biasanya digunakan untuk olahraga kano, dan
permancingan. Dengan harga Rp. 5000, saya dan teman-teman dapat menikmati
perkampungan lewat jalur air menggunakan perahu naga. Kesempatan menaiki perahu
naga ini merupakan hal yang paling menyenangkan bagi saya. Semoga saya dan
teman-teman dapat menaiki perahu naga ini di lain waktu dan kembali membuat
kenangan bersama.
Perahu Naga |
Bagi pengunjung yang asik menikmati acara dan
fasilitas yang tersedia di perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini tidak
perlu khawatir lagi dengan kendaraan yang mereka bawa. Hanya dengan Rp 5.000
saja, para pengunjung dapat dengan tenang meninggalkan kendaraan mereka dan
menikmati semua fasilitas yang disediakan pengelola. Namun, Ibu Irma Ryanti
selaku staff pengelola Perkampungan Betawi Setu Babakan ini, masih sering
mendengar keluhan dari banyak pengunjung tentang penarikan tarif parkir. Apalah
artinya Rp. 5000 dibanding dengan harga kendaraan yang hilang dicuri penjahat?
Selain fasilitas pendukung seperti perahu naga yang
menjadikan observasi saya layaknya liburan, keberagaman suku yang bermukim di
Perkampungan Betawi ini juga menarik perhatian saya. Perbedaan yang ada
diantara mereka bagaikan sebuah warna yang berbeda dan bergabung menjadi sebuah
pelangi indah. Di mulai dari suku yang terdapat di Sabang hingga Merauke telah
bermukim di kampung ini. Presentasi jumlah penghuni di kampung tersebut terdiri
dari 60 persen suku betawi dan 40 persen pendatang yang datang dari suku di
luar betawi.
Dari perbedaan suku yang ada, tentu diikuti dengan
kepercayaan dan penggunaan bahasa yang beragam. Tidak semua penduduk
Perkampungan Betawi Setu Babakan menganut agama islam karena masih terdapat
keempat agama resmi lainnya yang dianut oleh masyarakat setempat. Seperti
yang dikutip dari buku Komunikasi Lintas Budaya Edisi 7 bahwa semua
agama mengajak pengikutnya untuk "menghidupi agamanya," karena inti
agama adalah meyediakan petunjuk mengenai bagaimana untuk memperlakukan
orang lain dan memperoleh kedamaian. Dari kutipan tersebut, kita dapat melihat perbedaan agama yang dianut para penduduk Kampung Betawi Setu Babakan tidak menjadi penghalang untuk hidup rukun dan saling menghormati apabila salah satu di antara mereka
sedang merayakan hari raya keagamaan.
Musholla di Kampung Betawi Setu Babakan |
Begitu pula dengan bahasa yang dipergunakan. Bahasa
yang dipergunakan tidak hanya terpaku pada satu bahasa saja, bahasa betawi.
Hanya penduduk yang sudah lanjut usia saja yang tetap teguh menggunakan bahasa
Betawi dan sedikit kesulitan berbicara dalam Bahasa Indonesia. Menurut Ibu
Irma, penggunaan bahasa yang secara umum digunakan oleh penduduk sekitar adalah
bahasa Indonesia. Perbedaan dialek dapat dimaklumi oleh masing-masing penduduk.
Sejauh ini, keragaman yang terdapat di dalam
perkampungan tidak pernah memercikkan api konflik antar suku karena didukung
oleh keselarasan dan toleransi yang dimiliki oleh masyarakat sudah sangat
tinggi. Keselarasan dan toleransi antar penduduk dari perbedaan yang ada patut
untuk dijadikan sebuah contoh kongkrit bagi berbagai macam suku bangsa yang
tinggal dalam satu perkampungan, sehingga tidak menimbulkan konflik yang dapat
mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang tidak berdosa. Penduduk Perkampungan
Budaya Betawi Setu Babakan memiliki kesadaran tinggi untuk menghormati
perbedaan yang ada antar satu sama lain tanpa memperdulikan asal usul atau
latar belakang dari tiap individu. Rasanya indah bukan apabila perbedaan
tersebut menciptakan sebuah kenyamanan tersendiri bagi diri maupun orang lain
yang tinggal dan merasakannya.
Selain itu, penduduk Kampung Budaya Betawi Setu
Babakan sudah terbiasa dengan datangnya pengunjung yang biasanya hanya sekedar
berkunjung maupun melakukan observasi seperti saya dan teman-teman dari kelas
antarbudaya. Selain saya dan teman-teman, ternyata banyak kaum mahasiswa/i lain
yang melakukan observasi antarbudaya untuk mendalami kebudayaan asli Jakarta
yang kian lama kian memudar akibat pergeseran jaman modern dengan masuknya
percampuran budaya barat dengan budaya Indonesia.
Selain mengadakan observasi, banyak diantara para
pendatang yang bermukim beberapa hari untuk mendalami aktivitas sehari-hari
masyarakat serta budaya yang dilindungi oleh penduduk perkampungan ini.
Pendatang tersebut bukan hanya datang dari luar daerah Jakarta saja, tetapi
pendatang luar negeri (turis) juga tertarik untuk mempelajari kebudayaan Betawi
ini dan mengikuti berbagai macam lomba yang diadakan pengelola wisata. Hayoo,
turis saja tertarik untuk belajar dan mengenal lebih dalam budaya Betawi yang
kita miliki di Indonesia ini. Bagaimana dengan kalian?
Perkampungan budaya Betawi Setu Babakan ini telah
memfasilitasi para pengunjung yang ingin melakukan home stay di perkampungan tersebut dengan rumah adat sebanyak 67
unit yang telah siap untuk ditinggali. Dengan adanya
fasilitas ini, para pegunjung yang berkeinginan untuk menginap tidak perlu
pusing lagi memikirkan lokasi di mana mereka singgah.
Berbicara mengenai budaya betawi tidak lengkap
apabila tidak membahas makanan yang bikin perut berkumandang memanggil minta
diisi, pakaian adat khas yang memberikan ciri khas, rumah adat, dan kesenian.
Dari sekian banyak kesenian khas budaya betawi, Gambang Kromong termasuk salah
satu dari kesenian budaya akulturasi dari budaya Betawi dan China yang paling
terkenal. Hal ini dikarenakan kesenian Gambang Kromong ini dapat dipadukan
dengan musik modern yang lebih digandrungi remaja masa kini dan dapat memberi
kesan baru dalam alunan musik yang tercipta. Tidak hanya dimaikan oleh kalangan
usia paruh baya, kesenian Gambang Kromong ini juga dapat dimainkan oleh
anak-anak yang menginjak bangku pendidikan Sekolah Dasar. Sedangkan, Tanjidor
berbanding terbalik dengan kesenian Gambang kromong. Kesenian Tanjidor hasil
dari pencampuran budaya Betawi dan Eropa ini dianggap sebagai salah satu
kesenian yang langka dikarenakan permainan tidak dapat dikolaborasikan dengan
alunan nada musik lain dan terkesan kuno untuk telinga masyarakat modern.
Tetapi, dibalik itu semua, sebelum kesenian ini diklaim negara lain atau telah hilang
dari peredaran, sebaiknya sebagai kaula muda generasi baru harus berusaha
melestarikan kesenian ini.
Gambang Kromong |
Bicara mengenai kebudayaan betawi, bicara mengenai
boneka ondel-ondel yang tidak pernah ketinggalan dan menjadi mascot atau icon
tersendiri bagi kebudayaan ini. Ondel-ondel memiliki cerita sendiri mengenai
asal-usul penciptaannya. Berawal dari boneka orang-orangan sawah yang di bentuk
untuk tujuan mengusir burung pemakan gabah yang kemudian seiring waktu di
kembangkan. Selain, bertujuan mengusir burung pemakan gabah, boneka
orang-orangan ini juga dipercaya memiliki kekuatan untuk mengusir roh jahat
yang menganggu kehidupan masyarakat sekitar dan dipergunakan juga untuk acara
pesta panen sebagai rasa syukur masyarakat terhadap hasil panen yang melimpah.
Seiring perkembangan zaman, boneka orang-orangan berevolusi menjadi ondel-ondel
yang kemudian dimodifikasi dengan berbagai hiasan dan warna untuk hiasan
panggung.
Ondel-Ondel |
Selain ondel-ondel, baju daerah kebaya dan demang Betawi
identik dengan kesenian budaya betawi. Pada observasi kali ini, saya
berkesempatan mencoba baju kebaya none yang diperuntukan untuk perempuan usia
muda yang biasanya dipakai untuk kontes Abang None DKI Jakarta. Menurut saya, bahan dari
kain yang digunakan memberikan efek panas saat dikenakan dan hal itu membuat saya
tidak nyaman untuk berlama-lama mencoba pakaian daerah Betawi ini. Ditambah
dengan perhiasan berwarna emas mengkilap dan warna pakaian yang terlalu berani membuat
saya tidak percaya diri untuk diambil gambarnya oleh teman-teman yang
mengorbankan saya untuk menjadi model sesaat.
Penggunaan warna pada pakaian adat Betawi tentu saja menyatakan identitas yang dimiliki budaya satu ini pada orang lain. Warna yang digunakan pastilah warna-warna berani dan cerah seperti merah (seperti yang saya gunakan), kuning (sebagai warna yang mengidentikan budaya Betawi yang ceria), hijau (warna yang mengidentikan budaya Betawi yang membawa kesejukan), dan warna-warna mencolok lainnya. Namun, dibalik itu semua, saya mendapatkan pengalaman baru dalam mengenakan pakaian adat khas Betawi ini.
Penggunaan warna pada pakaian adat Betawi tentu saja menyatakan identitas yang dimiliki budaya satu ini pada orang lain. Warna yang digunakan pastilah warna-warna berani dan cerah seperti merah (seperti yang saya gunakan), kuning (sebagai warna yang mengidentikan budaya Betawi yang ceria), hijau (warna yang mengidentikan budaya Betawi yang membawa kesejukan), dan warna-warna mencolok lainnya. Namun, dibalik itu semua, saya mendapatkan pengalaman baru dalam mengenakan pakaian adat khas Betawi ini.
Kebaya None |
Si ayang pun ikut mencoba pakaian khas daerah Betawi, yaitu demang
betawi atau jas ujung serong berukuran besar. Terdapat aksesoris rantai dengan
ujung gading yang saat ini sulit untuk ditemukan. Ditambah dengan blangkon dan
kain yang terikat kuat dipinggangnya. Ia bergaya layaknya abang yang sedang
berada di panggung kontes Abang None DKI Jakarta.
Jas Ujung Serong atau Demang Betawi |
Keragaman dan identitas budaya yang dimiliki
individu berbeda-beda di sana berpadu dengan beragam gesture (komunikasi
nonverbal) khas betawi yang low contact (ceplas-ceplos). Namun, tidak semua
orang kebudayaan betawi memiliki dialek dan ciri bahasa yang sama. Hal ini
tergantung dari wilayah di mana penduduk tinggal. Contohnya seperti di Parung
dan Bekasi yang menggunakan bahasa betawi norak. Untuk penduduk di perkampungan
budaya betawi Setu Babakan yang terhitung daerah pinggir, mereka umumnya
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.
Sepanjang perjalanan, saya dan teman-teman menemukan
banyak sekali makanan khas Betawi yang mengiurkan dan patut untuk dicicipi satu
per satu. Dari sekian makanan yang saya nikmati, saya tertarik dengan sejarah
dari ditemukannya bir pletok. Biasanya mendengar kata bir, secara umum orang
akan berpikir bahwa ada kemungkinan bahwa minuman ini mengandung alkohol yang
dapat memabukkan peminum. Padahal, bir pletok khas Betawi ini dapat dipastikan
tidak ada kandungan alkohol di dalamnya. Minuman bir pletok ini diolah dengan
berbagai macam bahan seperti jahe, kayu manis, secang, kapulaga, pala, cabe
jawa, lada hitam, cengkeh, daun pandan, batang sereh, ditambah gula dan garam
untuk memberi rasa gurih pada minuman. Dilihat dari bahan-bahan yang digunakan,
tentu kita dapat menebak khasiat dari minuman bir pletok untuk menghilangkan
pegal-pegal.
Bir Pletok |
Selain itu, kekenyalan makanan dodol khas betawi
juga menyita perhatian saya apalagi dengan cara pembuatannya. Saya dan
teman-teman mencoba untuk mengaduk dodol yang masih dimasak dalam kuali besar
dan di aduk dengan dayung kayu besar. Mengaduknya membutuhkan kesabaran ekstra
karena adonan dodol akan diaduk selama 7 jam dengan api panas dari kayu bakar. Berat,
tapi menyenangkan untuk mencobanya.
Proses pengadukan Dodol |
Selama 3 hari observasi ini, saya mendapatkan
pelajaran dan pengalaman berharga yang sulit saya temukan di kampung lain. Suasana
nyaman yang diciptakan dari penempatan daerah secara strategis ditambah dengan
fasilitas penunjang membuat observasi saya layaknya liburan bersama
teman-teman.
No comments:
Post a Comment