Pages

Monday, January 14, 2013

Pengetahuan Baru dari Kampung Budaya Sunda Sindangbarang

Nama : Marganingsih
NIM    : 11140110131
Kelas  : G1







Ini adalah sepenggal pengalaman.
Pengalaman merasakan indahnya keberagaman Indonesia.
Inilah sepenggal kisah perjalanan budaya.
Salah satu budaya yang tetap ada dan bertahan hingga kini, budaya Sunda.
Tempat bukti pelestarian budaya.
Di sini, budaya Sunda berusaha  terus digali lagi nilai-nilai budayanya dan
mereka berusaha tetap mempertahankan budayanya.
Inilah perwujudannya.
Tak hanya wacana, tak hanya bicara.
Inilah Kampung Budaya Sunda, Sindangbarang.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Apa Kampung Budaya itu?

Ada perbedaan tentang apa yang disebut “kampung budaya” dan “kampung adat”.

Kampung budaya merupakan  tempat yang sengaja dibentuk sebagai representasi dari budaya yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat setempat.
Nilai-nilai budaya yang sudah terinternalisasi dan diajarkan turun temurun, coba dituangkan dan dihadirkan di kampung budaya tersebut.
Secara keseluruhan apa yang ada di kampung budaya merupakan cerminan masyarakat setempat. Apa yang dihadirkan adalah juga ide-ide dan gagasan hasil pemikiran masyarakat. Mereka berusaha bersama-sama menggali sendiri apa yang penting dan bernilai pada budaya mereka dan bisa diturunkan serta diajarkan kepada generasi selanjutnya.

Lain halnya dengan kampung adat. Kampung adat merupakan tempat di mana masyarakat budaya tinggal dan hidup dengan ritual-ritual budaya mereka masing-masing.
Cara hidup mereka dapat dilihat bukan sebagai suatu representasi untuk dipertunjukkan kepada orang lain, tetapi cara hidup itulah keseharian mereka.
Inilah masyarakat budaya yang sesungguhnya.
           
Namun, keduanya pun memiliki persamaan.
Baik kampung budaya maupun kampung adat di suatu daerah yang sama, keduanya  memiliki kebudayaan yang sama.

Kebudayaan tersebut sama-sama dianut dan terinternalisasi. 
Keduanya pun memiliki tujuan yang sama yaitu berusaha melestarikan budaya yang ada dengan terus menerus melakukan ritual kebudayaan dan menjalankannya sebagai bagian dari kehidupan.
Apabila suatu etnis/suku tertentu memiliki kampung budaya, maka itu adalah perwujudan dari ide-ide masyarakat kampung adat yang telah tergali.
Jadi, keduanya pastilah memiliki esensi kebudayaan yang sama.

Bagaimana cara menuju ke sana?

Kampung budaya ini letaknya agak jauh dari pusat kota. 
Di mana tepatnya kampung budaya ini terletak?  
Sindangbarang ada di desa Pasir Eurih, Bogor, Jawa Barat.
Untuk bisa sampai di sana ternyata kita bisa mengikuti peta yang disediakan oleh pihak penyelenggara kampung budaya ini.
Kampung Budaya Sunda ini berada di kaki gunung Salak. 
Bayangkan saja bila ingin ke puncak, kita harus melalui jalanan sempit, 
menanjak, dan berliku.
Namun, walaupun sempit tetap bisa dilalui oleh kendaraan bermotor.
Banyak angkutan umum berseliweran. 
Ketika sudah sampai, di situlah nanti akan ada papan bertuliskan: 
“Marketing Office Kampung Budaya Sindangbarang”. 
Ikuti tanda panah dan berjalan sedikit menanjak di jalanan berbatu-batu.





Selamat datang di Kampung Budaya Sunda, Sindangbarang!

Ketika memasuki kampung budaya ini, saya disambut dengan indahnya alam,
hijaunya pohon dan segarnya udara yang menyapa.
Ketika sampai, kebetulan saat itu sedang ada pengunjung lain yang sedang mencoba belajar bermain Angklung Gubrag.
Apa itu Angklung Gubrag akan dijelaskan lebih lanjut.

Saya terus berjalan naik undakan. Di kanan kiri, segarnya pepohonan tetap terasa. Ketika akhirnya tiba.. ya, sebuah halaman luas yang ditumbuhi rerumputan terhampar. 






Jalan menuju rumah peristirahatan

Hamparan sawah



Mengenali Suku Sunda di Sindangbarang melalui Identitas Budaya Mereka

Bagaimana cara kita bisa mengenali seseorang?
Dari fisiknya yang memiliki ciri-ciri tertentu, dan tentu saja kita bisa menanyakan namanya.

Ketika kita mengenal seseorang untuk pertama kali, namanya dan ciri fisiknya menjadi hal yang penting dan perlu diingat. Identitas merekalah yang ingin kita ketahui. Begitu pula dengan cara kita mengenali budaya suku/etnis/ras/kelompok tertentu, kita perlu mengetahui identitas. Istilah yang tepat adalah identitas budaya.

Menurut Klyukanov, identitas budaya dapat dilihat sebagai keanggotaan dalam suatu kelompok di mana semua orang menggunakan sistem simbol yang sama.
Ketika memasuki kampung budaya ini, identitas budaya secara fisik yang bisa saya lihat  selain adanya papan nama identitas, adalah bentuk bangunannya. 

Salah satu bangunan adat yang langsung terlihat ketika masuk adalah Leuit.
Leuit terbuat dari anyaman bambu.
Itulah identitas awal yang coba mereka perlihatkan.
Fungsinya untuk menyimpan padi.

Leuit memiliki desain khusus dengan ornamen-ornamen seperti sulur pada dindingnya.
Di depan Leuit pun ada tiang dengan daun bubuai di depannya.

Rumah-rumah tinggal lainnya juga didekorasi, terlebih Imah Gede tempat Pupuhu (pimpinan/bapak kepala adat) tinggal.


Berkenalan dengan Identitas Etnis

Selain secara fisik, identitas budaya pada Sindangbarang bisa lebih diarahkan kepada identitas etnis.

Menurut Samovar dkk.,  identitas etnis berasal dari warisan, sejarah, tradisi, nilai, kesamaan perilaku, asal daerah, dan bahasa yang sama. Penting untuk mengenal identitas etnis tersebut, khususnya identitas etnis. Sebab identitas etnis bisa memberikan petunjuk dalam komunikasi dengan yang lain.

Dengan memahami identitas etnis, kita bisa mengetahui latar belalakang, alasan perilaku dan segala aktivitas budaya mereka. 

Dekati, kenali terlebih dahulu, hargai perbedaan, sehingga kita bisa terbuka terhadap keberagaman.


Jadi, mari berkenalan dengan mereka...


Sejarah adalah Bagian dari Kebudayaan

Ada hubungan yang kuat antara pembelajaran komunikasi antar budaya 
dengan ilmu sejarah.

Menurut Yu, “Kita perlu untuk mengetahui sejarah setiap masyarakat atau setiap orang untuk dipelajari tidak hanya sebagai bagian dari sejarah, namun juga karena nilai instrinsiknya. Jadi, budaya dan sejarah itu saling terkait.

Menurut Samovar, dkk. Peristiwa historis membantu dalam menjelaskan karakter dan tindakan suatu budaya dan apa yang perlu diingat dan disampaikan oleh budaya kepada generasi berikutnya menunjukkan karakter suatu budaya.

Simak cerita sejarah singkat dari Bapak Ukad, seorang pengelola adat Sindangbarang.


Bapak Ukad sedang bercerita




Sindangbarang asalnya dari Kerajaan Padjajaran.
Pada abad ke-16, Raja Padjajaran, Prabu Silihwangi memiliki istri dan anak yang banyak. Jadi antara keturunan raja yang banyak tersebut sering ada perebutan kekuasaan.
Padjajaran mau dipimpin  oleh siapa? Jadi timbul perpecahan.  
Padjajaran di Timur akhirnya perang dengan Sindangbarang, rumah-rumah dibakar.
Orang Sindangbarang  yang rumahnya terbakar, yang menyebut diri dengan 
“barisan sakit hati”, menamakan kampungnya yang hancur itu 
Pasir Eurih, pasir artinya tinggi, eurih artinya sakit. 
Jadi artinya sakit yang paling dalam, sakit yang paling tinggi.

Ketika Raja Padjajaran keturunan Prabu Silihwangi pergi ke ingin pergi ke Gunung Halimun mau menyebrang ke Pulau Christmas, mereka diterjang badai.
Itulah akhir Padjajaran. Padjajaran kemudian nantinya dibagi menjadi empat wilayah, yang salah satunya adalah Sindangbarang.
Dari pihak Sunda Wiwitan dan Islam, Ki Muwur Alih, akhirnya sepakat mau bekerja sama dan mau mencari kampung Sindangbarang yang terbakar itu.

Apakah Kamu Tahu?

Kampung budaya Sindangbarang berdiri berkat adanya bantuan dana dari pemerintah Jawa Barat, adanya dana hibah.
Bapak Gubernur berpesan untuk membangun menyesuaikan dengan kondisi 
pada zaman Padjajaran.
Kondisi kampung budaya disesuaikan dengan situasi kampung adat zaman dulu.

Di Sindangbarang ada kepercayaan tidak boleh memulai usaha dengan meminjam uang bank. Rumahnya selalu saja disita bank dan akhirnya dihancurkan.

Inilah Nama Bangunan-Bangunannya

Imah Gede, imah kepala adat (rumah kepala adat),
Girang Serat (rumah penasihat raja, Ki Lengser).
Supaya mempermudah memberikan informasi kalau ada masalah warga, letak 
Girang Serat tidak jauh dari Imah Gede.
Ada juga Saung Taluh (menampilkan kesenian, tempat hiburan, dulu letaknya dekat dengan keraton),
Saung Lisung (tempat menumbuk padi),
Leuit (tempat penyimpanan padi),
Pasanggrahan (tempat istrirahat),
Bale Riungan (tempat musyawarah),
Ada rumah Panengen dan Pangiwa rumah-rumah yang didirikan untuk tamu di Sindangbarang berasal dari nama –nama Sunan, dan
Bale Tajuk Agung (tempat ibadah).

Berikut ini beberapa fotonya:

Imah Gede



Girang Serat



Leuit


Bale Riungan


Jadi semua bangunan adat yang ada di kampung budaya ini memakai istilah zaman dulu.
Kalau tidak memakai istilah zaman dahulu malah tidak terlihat identitasnya.
Menurut Samovar dkk.,  identitas etnis itu juga sebagian besar berasal dari bahasa.
Maka, penting untuk tetap memertahankan istilah-istilah itu supaya identitas etnis Sunda bisa tetap terjaga.


Apa Tujuan Berdirinya?

Untuk menggali lagi potensi kebudayaan Sunda di Sindangbarang zaman dulu dan melestarikannya.
Untuk memperkenalkan budaya Sunda Sindangbarang ke generasi berikutnya khususnya anak sekolah. Itulah  petunjuk dari Bapak Gubernur Jawa Barat ketika itu.

Karyawan Pengelola vs Pihak Adat

Di kampung budaya ini ada pengelola adatnya, namanya Bapak Ukad. Perlu dibedakan antara karyawan pengelola yang bisa orang dari luar Sindangbarang dengan pihak adat dari masyarakat adat asli yang tugasnya  mengawasi karyawan dan mendampingi kalau ada observasi dari siswa.

Ritual sebagai Bagian dari Tradisi Keagamaan

Seperti yang dikutip dalam buku Komunikasi Lintas Budaya oleh Larry A. Samovar, dkk, ritual terdiri dari tindakan simbolis yang religius.

Menurut Malefijt, peranan ritual bagi agama dan budaya yaitu: “Ritual mengingatkan masa lalu, memelihara, dan menyampaikan dasar suatu masyarakat” . Dengan terlibat dalam ritual setiap anggota tidak hanya mengingat dan menegaskan kepercayaan penting, mereka juga merasa terhubung secara spiritual dengan agama mereka, mengembangkan rasa identitas dengan meningkatkan ikatan sosial dengan siapa mereka berbagi pandangan dan kenyataan bahwa hidup mereka memiliki arti dan struktur.


Salah satu ritual pada kampung adat Sindangbarang adalah ritual menanam padi atau meminjam istilah warga setempat, “nandur”. Ritual ini ternyata memiliki makna lebih dari sekedar menanam padi yang nanti hasilnya bisa dijadikan bahan pangan dan dijual. Padi yang digunakan bukanlah padi seperti zaman sekarang yang bisa panen hingga tiga kali setahun. Padinya adalah padi yang besar disebut dengan padi gede, zaman nenek moyang mereka dulu, yang panennnya hanya satu kali setahun saja. Kalau mau menanam padi juga ada hari-hari tertentu sesuai arah mata angin.

Proses pengolahan dan peyimpanan padi pun memiliki keistimewaan tersendiri. Cara memetiknya bukan memakai arit dan dipapah satu rumput, melainkan menggunakan  etem, di ani-ani satu persatu. Setelah dipanen, padi tidak dijemur di atas terpal, tetapi langsung di lapangan dan memiliki tempat penyimpanan khusus yang disebut leuit. Jadi hasil padi yang sudah ditumbuk tidak disimpan di rumah.

Hal yang istimewa adalah nasi yang berasal dari padi tersebut, memakannya sekepal tangan saja sudah kenyang. Berbeda dengan nasi dari padi yang sekarang, sekepal saja belum tentu cukup meski sudah ditambah dengan lauk pauk.

Semua proses dari menanam sampai memetik padi memakai ritual. Mereka akan memohon dan meminta izin kepada Yang Maha Kuasa untuk bisa diberkahi dan dilancarkan prosesnya. Alasan diperlukannya ritual tersebut ialah karena manusia semata-mata hanya menanam padi saja tetapi yang memberi kenikmatan dan apapun hanyalah Yang Maha Kuasa.

Jadi, melalui semua proses menanam hingga menghasilkan bahan pangan tersebut merupakan ritual mereka. Dengan terlibat dalam ritual, mereka akan semakin dekat satu sama lain dalam kebersamaan, satu rasa sebagai satu suku, dan juga semakin mendekatkan mereka kepada Sang Pencipta. Buktinya, mereka memaknai ritual tanam padi tersebut sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa.

Upacara Seren Tahun Guru Bumi

Upacara Seren tahun tetap ada hingga kini. Upacara tersebut diadakan sebagai bentuk rasa syukur akan hasil panen tiap tahun.
Istilah Seren Tahun Sedekah Bumi itu artinya upacara tersebut berlangsung di lingkup masyarakat Sindangbarang, sedangkan Seren Tahun Sedekah Guru Bumi hanya berlangsung di wilayah keraton saja.


Angklung Gubrag, Tak Sekedar Merdu


Angklung Gubrag yang besar

Angklung Gubrag merupakan seni orangtua zaman dulu. Alat musik tradisional ini berukuran besar dan terbuat dari bambu. Fungsi angklung gubrag ternyata selain untuk menyambut tamu, dipakai pada pawai, dan yang terpenting adalah untuk mengiringi yang menanam padi yang disebut nandur. 
Penggunaan Angklung Gubrag untuk mengiringi prosesi tanam padi itu termasuk salah satu ritual. Bukan semata-mata menghibur yang menanam padi tetapi dipercaya untuk menyuburkan tanaman. 

Cerita Soal Nenek Nana, "Nenek Peyot"

Salah satu pemain Angklung Gubrag adalah Nenek Nana, tapi lebih sering dipanggil "nenek peyot". Nenek ini cukup terkenal sebagai pemain Angklung Gubrag, apalagi di kalangan turis dan wartawan. 
Pembawaanya ceria dan menghibur. Ia datang sudah lama sejak suaminya pensiun. 
Awal menetap di Sindangbarang ia bingung, yang lain berbahasa Sunda sedangkan dia berbahasa Melayu. 
Tetapi ia bisa berbaur dengan masyarakat Sindangbarang, ikut mengisi waktu luang dengan belajar kesenian angklung gubrag.
Ia mengalami akulturasi. 

Menurut Samovar, dkk. Proses penyesuaian ini (akulturasi) merupakan proses panjang yang membutuhkan banyak pengetahuan mengenai budaya baru. 

Nenek berhasil beradaptasi dengan baik. Ia bahkan sudah melakukan dengan tepat apa yang disarankan oleh Samovar dkk. yaitu membangun hubungan pribadi dengan tuan rumah. Nenek Nana ini sangat mudah bergaul dengan masyarakat setempat. Kedua, ia mau mempelajari budaya tuan rumah, dan ketiga ia mau berpartisipasi dalam kegiatan budaya yaitu ikut memperkenalkan kesenian tradisional Sunda di Kampung Budaya Sindangbarang. 



Nenek Nana "Nenek Peyot" (paling kiri) bercanda tawa bersama teman-temannya
sesama pemain Angklung Gubrag




Reog pun Dibawa Berperang

Kesenian lain adalah Reog. Reog sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Reog pernah dibawa ke Irian, dibawa berjuang. Lawan yang melihat ada kesenian Reog di bawah bukit akan bergegas turun karena penasaran sedangkan  tentara kita bersembunyi untuk bersiap menyerang.


Tradisi Perjuangan Masa lalu untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Ternyata masyarakat Sunda di Sindangbarang juga memiliki tradisi untuk ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Cerita-cerita perjuangan mereka diturunkan hingga ke anak cucu. Ternyata mereka para pejuang perang itu membantu mengalahkan musuh dengan menyumpit lawan dengan menggunakaan senjata bernama sumpit dari bambu.

Permainan yang Lahir dari Sebuah Perjuangan


Buah pepaya yang jadi sasaran

Kisah perjuangan begitu nyata dalam benak masyarakat hingga akhirnya terbitlah ide untuk tetap melestarikan tradisi perjuangan masa lalu itu. Jadilah sebuah permainan bernama sumpit. Permainan ini ada di kampung budaya Sindangbarang. 

Cara memainkannya seolah-olah ingin menggambarkan kisah para pejuang. Nanti akan disediakan sumpit, kita tinggal melemparkannya ke sasaran. Sasaran ini menggambarkan ‘musuh’ yang harus diberantas. Nah, pada permainan ini, sasarannya adalah  buah pepaya yang digantung.

Tak hanya sumpit, masih banyak jenis permainan lain yang coba diperkenalkan. Permainan tradisional tersebut antara lain: bakiak, egrang, galah asin (saling berlomba menuju garis akhir bolak-balik, tetapi tim lawan akan menghalang-halangi), dan pletokan (permainan bedil-bedilan menggunakan bambu).

Nilai suatu budaya ternyata bisa didapat dari kegiatan bermain. 
Contohnya dari permainan egrang dan bakiak. 
Ada nilai dan filosofi yang tersimpan.

Salah seorang pengunjung mencoba bermain Egrang


Pertama, bakiak. Permainan bakiak adalah permainan rakyat.  Bakiak itu semacam sandal panjang terbuat dari kayu. Cara bermainnya yaitu bisa 3-4 orang pada sepasang bakiak. Nantinya bersama-sama melangkah ke titik tertentu. Permainan ini akan sulit ketika tidak ada kekompakan dalam tim. Yang satu bisa mulai melangkah, yang lainnya bisa belum melangkah. Kalau tidak kompak, nantinya akan terjatuh.

--Nilai yang terkandung dalam permainan ini ialah mencontohkan rakyat itu untuk kompak supaya bisa bersama-sama sampai ke tujuan dan tidak terpisah. Kalau terjatuh, bisa bangkit lagi dan bersama-sama melangkah ke tujuan.

Kedua, egrang. Egrang terbuat dari bambu yang panjang dengan pijakan kaki. Untuk bermainnya, tinggal naik ke pijakannya. Egrangnya diberdirikan dulu. Setelah bisa naik, berusahalah untuk tetap seimbang dan cobalah berjalan terus menggunakan egrang.
Letak kesulitan permainan ini pertama ketika mau naik, kedua ketika sudah naik dan harus berjalan. Kalau tidak seimbang dan stabil maka akan terjatuh.

--Pada permainan ini kita bisa mengandaikan sosok seorang pemimpin. Seseorang yang bisa naik ke atas, ketika menjadi pemimpin, harus melihat ke bawah dan ke depan.
Melihat ke bawah untuk melihat rakyat yang dipimpinnya. Ketika di atas, pemimpin tidak boleh melupakan rakyatnya karena pemimpin membawa amanah rakyat. Melihat ke depan untuk bisa membawa rakyatnya ke masa depan yang baik. 
Jadilah pemimpin yang memikirkan masa depan rakyatnya.

Jadi, permainan sumpit merupakan salah satu cara untuk mengajarkan budaya berupa sejarah masyarakat setempat. Permainan seperti egrang dan bakiak merupakan cara untuk mengajarkan nilai-nilai penting yang dianut etnis Sunda. 
Budaya itu dibagikan dan diturunkan dari generasi ke generasi. 
Dengan mengajarkan nilai-nilai tersebut akan menolong untuk mempersiapkan masa yang akan datang.

Seperti kata Brislin: “Jikalau ada nilai-nilai yang dianggap penting oleh suatu masyarakat yang sudah ada selama beberapa tahun, hal tersebut harus diturunkan dari suatu generasi ke generasi lainnya.”

Budaya Bisa Dipelajari dari Mitos. Kita Boleh Percaya pada Mitos, Boleh Tidak!

Etnis  Sunda di Sindangbarang juga memiliki mitos.

Menurut Samovar dkk., mitos mengandung kebijaksanaan, pengalaman, dan nilai budaya. Mitos menceritakan cerita yang mengandung pesan moral yang sudah menjadi metode pengajaran selama ribuan tahun.

Jadi, melalui mitos kita bisa belajar budaya tertentu melaluinya. 
Cerita-cerita tersebut yang diturunkan dari generasi ke generasi menekankan pesan moral yang dianggap penting oleh suatu budaya.
Legenda dan mitos juga berhubungan dengan tindakan dan perbuatan yang merefleksikan kekuatan supranatural.

Menurut Campbell, mitos adalah cerita dalam pencarian kita akan kebenaran, akan arti, akan signifikansi. Kita semua perlu untuk memberitahukan dan mengerti cerita kita.
Mitos memberikan petunjuk dari suatu budaya.

Kutipan dari Campbell yang penting adalah 
"Ketika Anda belajar tentang mitos dari suatu budaya, 
Anda sedang mempelajari budaya tersebut."

Jadi, untuk bisa mempelajari budaya di Sindangbarang ini, saya pun belajar juga mengenai salah satu mitosnya yang terkenal. Mitos ini berkaitan dengan cara pencarian seseorang yang hilang.


Peralatan Memasak yang Tak Hanya untuk Memasak

Berikut ini adalah peralatan masak  tradisional. Selain digunakan untuk memasak, ternyata digunakan untuk ritual perkawinan adat Sunda  serta ada mitos yang terkandung.

Terlebih dahulu  saya akan paparkan mengenai alat-alat memasak dan cara memasaknya.

Bawah - Alu
Tengah - Seeng
Atas - Asepan dan Pengari

Hihit (kipas) dan Dulang

Pertama ada alu terbuat dari tanah liat. Alu memiliki lubang besar tempat menaruh seeng. Seeng tempat menaruh air yang digunakan untuk memasak nasi. Seeng itu terbuat dari tembaga. Seeng ada yang kuning dan putih, seeng kejayaan laki-laki, sejelek-jeleknya seeng terbuat dari tembaga, sebodoh-bodohnya laki-laki punya harga diri. Seeng menjadi jadi jati diri bagi istri Jika ada akad nikah kalau laki-laki mau mempersunting perempuan harus membawa seeng, kalau tidak bawa seeng tidak menghargai jati diri istri, menghina seorang perempuan.

Nasi supaya matang ditaruh di asepan anyaman bambu kerajinan zaman dulu dan kemudian di taruh di atas seeng, pasangannya yaitu berupa penutup bernama boboko. Setelah itu, nasi ditaruh di dalam dulang yang terbuat dari kayu dan diaduk (diaduk) nasinya menggunakan pengari dan kemudian dikipasi menggunakan hihit. 
Tujuannya diaduk supaya nasinya pulen dan dikipasi supaya asap nasi terbuang sehingga tidak cepat basi. Memasak memakai semua peralatan masak tersebut pun ada larangannya, yaitu tidak boleh memasak sambil mengobrol atau menyanyi.

Air bekas memasak nasi yang ada di seeng bisa diambil menggunakan gayung kecil bertangkai panjang yang terbuat dari kayu. Air tersebut bisa diminum dan bahkan sering dipakai untuk membuat teh.

Keajaiban Seeng

Seeng punya keajaiban tersendiri, yaitu bisa memanggil orang yang hilang. Ketika air sedang dimasak di dalam seeng, seseorang yang sedang mencari kerabatnya yang hilang tersebut bisa membacakan mantra dari syahadat Sunan dan memanggil nama dan alamat orang yang hilang tersebut.
Walaupun nama orang tersebut dipanggil melalui seeng, bukan berarti orang yang hilang itu bisa mendengar suara panggilan yang nyata, melainkan dapat menembus perasaan yang paling dalam. Orang yang hilang itu akan merasa kangen pada kerabatnya dan pasti akan pulang.
Tapi, sayangnya, kini masyarakat Sunda di Sindangbarang sudah banyak yang tidak hapal lagi mantranya.

Nah, itu ternyata mitos zaman dulu yang masih diturunkan dari generasi ke generasi. Kita boleh percaya atau tidak. 

Namun, pesan moral yang bisa didapat dari mitos tersebut ialah niat, rasa percaya, dan berserah kepada Yang Maha Kuasa ketika sedang dilanda masalah seperti kehilangan anggota keluarga. Melalui penceritaan mitos ini, konsep budaya itu dibagikan dan nilai-nilainya yang dirasa penting diturunkan dari generasi ke genarasi juga berlaku.
  

------------------------------

Kedatangan saya ke Kampung Budaya Sunda Sindangbarang adalah bentuk adanya Komunikasi antar budaya. Mengapa?

Seperti kata Larry A. Samovar, dkk di buku Komunikasi Lintas Budaya:

“Komunikasi antar budaya terjadi ketika anggota dari satu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain."

Lebih tepatnya, Komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu komunikasi.

Disebutkan oleh Samovar, dkk. bahwa komunikasi antar budaya yang melibatkan orang-orang dari budaya yang berbeda, hal ini membuat perbedaan itu sebagai kondisi yang normatif. Jadi, reaksi dan kemampuan kita untuk mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut adalah kunci sukses suatu interaksi antar budaya.

Melalui tugas akhir ini berupa observasi ini, saya bisa berinteraksi dengan mereka, masyarakat Sindangbarang yang berasal dari budaya yang berbeda. Tentunya hasil interaksi tersebut membuahkan pengetahuan baru bagi saya.

Dengan interaksi dan pemahaman baru tersebut, saya lebih bisa mengenal budaya Sunda ini dan menghindarkan diri dari sisi gelap identitas seperti stereotip, prasangka, rasisme, dan etnosentrisme.

Saya belajar hal-hal baru terkait pesan-pesan moral dan nilai budaya yang ada di Sindangbarang melalui elemen-elemen budayanya. 
Melalui tugas akhir ini saya juga mencoba menyampaikan apa yang saya dapatkan sebagai hasil interaksi antar budaya, dengan budaya di Sindangbarang.

Pembahasan saya usai disini. Sekian dan terima kasih! Semoga bermanfaat.


------------------------- --- ----------------------- --- ------------------------ --- -------------------







1 comment:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya IBU SERI HASTUTI.Dari Kota Surabaya Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Dimas,saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya dikasi solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Dimas alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Dimas Taat Pribadi di nmr 081340887779 Kiyai Dimas Taat Peribadi,ini nyata demi Allah kalau saya bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 081340887779
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS Dan Bisah Membantu Daerah Luar Kota...

    ReplyDelete