Kelas : E-1
NIM : 11140110025
Budaya menurut Triandis dalam buku
Communication Between Cultures, Samovar merupakan elemen subjektif dan objektif
yang dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan
hidup dan berakibat dalam kepuasan pelaku dalam ceruk ekologis dan demikian
tersebar di antara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lain karena mempunyai
kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.
Ketika memutuskan untuk mengunjungi
Kampung Betawi untuk diobservasi, dikepala saya langsung terbayang akan logat
khas betawi yang lucu, ceplas-ceplos dan nyablak.
Selain itu juga terbayang juga akan makanan khas betawi seperti Soto Betawi,
Toge Goreng, Ketoprak yang tak sabar lagi untuk saya cicipi. Tadinya saya ingin
sekali menjelajahi daerah yang lebih jauh dan memiliki perbedaan budaya yang
sangat kentara dengan budaya saya, yaitu Sumatera. Rencana sudah disusun, tiket
pun sudah nyaris di beli, tapi apa daya tak lama setelah itu kondisi saya drop
lagi pasca keluar dari rumah sakit karena typus dan infeksi usus bulan lalu.
Sadar akan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan dan menghindari akan
merepotkan teman-teman jika nanti di tempat tujuan saya malah sakit dan mereka
harus mengurusi saya, alhasil saya mengurungkan niat untuk pergi ke Surabaya
bersama Ardhi dan teman-teman lainnya.
Kampung Betawi Setu Babakan adalah
sebuah perkampungan yang terletak di Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tempat ini diapit oleh dua setu/situ yang berarti
danau. Wilayah ini ditetapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta yang waktu itu
dipimpin oleh Sutiyoso, sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya
Betawi. Betawi adalah suku asli yang tinggal dan menetap di ibukota Jakarta.
Seperti yang kita tahu, dari tahun ke tahun semakin banyak pendatang yang
berasal dari seluruh penjuru di Indonesia datang ke ibukota Jakarta dengan
membawa segenggam harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Karena hal ini pula
lah semakin hari, suku asli Jakarta yaitu Betawi semakin berpencar dan
terpinggirkan oleh para pendatang. Kata
Betawi sendiri berasal dari kata Batavia yaitu nama kuno kota Jakarta pada
zaman penjajahan penjajahan Belanda. Kata Batavia diberikan langsung oleh
Belanda.
Ramai setiap akhir pekan
Indonesia adalah negara yang pada
masa dulu dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun. hal ini pula secara
sadar atau tidak sangat mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan di
Indonesia. Mulai dari bahasa kita yaitu Bahasa Indonesia yang sebenarnya juga
terdapat kata serapan bahasa Belanda dan Inggris yang dimodifikasi didalamnya, kemudian
makanan khas di Indonesia yang juga hampir mirip dengan makanan luar negeri,
contohnya saja Pempek makanana khas Palembang, ini adalah modifikasi dari
dimsum yang berasal dari Cina, ada lagi seni di Indonesia yang juga dipengaruhi
oleh bangsa asing yang pernah datang atau menjajah Indonesia.
Betawi pun juga tak terkecuali.
Kebudayaan Betawi seperti Seni Gambang Kromong berasal dari seni music Tionghoa,
ada pula seni Rebana yang mendapat pengaruh dari budaya music di Arab, seni
Keroncong Tugu yang berakar pada budaya Portugis-Arab.
Anak-anak sedang latihan menari
Remaja-remaja yang masih peduli dengan seni tari tradisional
Perjalanan menuju Kampung Betawi
dari Gading Serpong hanya memakan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Hari ini
saya pergi bersama teman-teman saya. Ada yang juga dalam rangka memenuhi tugas
observasi Komunikasi Antar Budaya, tetapi ada pula yang memang ingin ikut untuk
melihat dan mengunjungi Kampung Betawi. Saya yang pada awalnya berpendapat
bahwa di zaman sekarang mana ada lagi anak muda yang akan datang mengunjungi
tempat seperti ini, karena pasti pilihan akan jatuh ke pusat perbelanjaan atau
nonton di bioskop, menjadi sedikit lebih terbuka bahwa ternyata tidak semua
seperti itu. Ada juga anak muda yang masih tertarik untuk melihat dan
mengetahui budaya Betawi itu seperti apa.
Selama dalam perjalanan itu ada
satu hal yang teramat sangat mengganggu pikiran saya yaitu pesan singkat yang dikirimkan oleh Ibu saya. Saya
yakin mungkin sebenarnya maksud beliau adalah untuk memberi motivasi dan
semangat agar saya bisa mengerjakan tugas saya dengan baik. Tapi efek yang saya
dapat malah kebalikannya.
*speechles*
Belum
sempat menarik nafas untuk syok setelah membaca pesan singkat dari Ibu saya,
tampaknya Ayah saya juga tidak mau ketinggalan mengirimkan pesan singkat.
So much help dad, thaaannkkss :'(
“Mampus….” Bathin saya.
Jujur saya akui, sejak kecil saya
amat sangat takut dengan badut dan sejenisnya. Entah kenapa tampilan mereka
sangat mengganggu saya. Sepertinya sesuatu yang terdapat didalam kostum-kostum
itu adalah sesuatu yang aneh yang bisa saja tiba-tiba menyerang atau apapunlah
itu. Intinya saya tidak pernah berani dengan badut dan susaaaaaaaahhh sekali
menjelaskan alasannya dengan kata-kata seperti yang saya lakukan sekarang ini.
Pokoknya tidak suka, tidak mau berdekatan dengan badut, TITIK. Naaahhh, yang
saya hampir lupa adalah di kesenian Betawi itu ada Ondel-Ondel yang menurut
saya lebih menakutkan daripada badut !!!!!!!!!!! ( jreng-jreeengggggggg, latar
belakang musik horror !!!!!). Ondel-Ondel ..
Oleh karena alasan inilah, pada kesempatan kali ini saya bertujuan untuk mengobservasi lebih dalam mengenai penggunaan bahasa asli betawi dalam kehidupan sehari-hari di perkampungan ini.
Menurut komentar dari teman dekat
saya, Sherly “ Dengan Aiy yang suka mengenal banyak bahasa daerah, sangat
membantu dia untuk mudah diterima dimana saja, dilingkungan baru. Contohnya
saja, karena fasih berbahasa Padang, setiap kami akan berbelanja di pasar atau
makan di restoran Padang, pasti kami akan dapat diskon karena Aiy pasti akan
memesan atau menawar harga dengan menggunakan bahasa Padang.“.
Saya suka sekali mendengar dan
mencari tahu bahasa yang belum pernah saya dengar atau asing di telinga saya.
Beberapa bahasa daerah yang saya pahami walau tidak terlalu lancer antara lain
Padang, Sunda, Jawa, Manado. Oleh karena itu ketika mencari tahu mengenai
bahasa Betawi saya menjadi sangat bersemangat.
Yang saya tahu dari bahasa asli
Betawi adalah huruf vocal terakhir di kata diganti menjadi huruf e. misalnya kata “kita” diganti menjadi
“kite”, “tanya” jadi “tanye”. Saya kira
hanya sesederhana itu, berarti saya tidak akan kesulitan belajar bahasa Betawi. (Okeyy, gue ta kalo hue sotoy) Tetapi ternyata saya salah.
Untuk menelusuri penggunaan bahasa
asli Betawi di kehidupan sehari-hari, berarti langkah awal yang harus saya
lakukan adalah berbincang-bincang dengan orang asli Betawi. Bukan dengan humas
pemerintahaan yang berkantor di Kampung Betawi.
Perjalanan saya dimulai dengan ketertarikan
saya membeli Klepon, yaitu makanan khas Betawi yang terbuat dari sagu yang
diberi air daun suji dan pandan agar berwarna hijau dan diisi dengan gula merah
cair dan Ketan Kelapa yaitu ketan yang dibungkus dengan daun lontar kemudia
dimakan dengan dicocol kedalam kelapa yang sudah diongseng dan dicampur dengan
gula pasir. Rasanya maknyuuuuussssss.
Nahhh pucuk dicinta ulam pun tiba,
karena merasa mendapat gayung bersambut saya jawablaahh pertanyaan itu dengan
menjelaskan bahwa kami sedang melakukan observasi dan ingin mencari warga
sekitar yang kira-kira bisa ditanyai. Alhasil kami berkenalan dengan Mpok
Indeh, warga yang berdomisili disana. Mpok Indeh sudah tinggal disana
bertahun-tahun yang lalu. Dulu, rumah yang ia tempati sekarang ini masih
bergaya rumah lama. Masih menggunakan lampu petromak untuk penerangan. Selain itu
dapur juga terpisah dari rumah karena masih menggunakan kayu bakar. . Baru
sekitar awal tahun 2000-an rumah ini di renovasi dan diberikan sentuhan modern
karena dirasakan zaman sekarang tidak membutuhkan kayu bakar lagi untuk memasak. Yaaahhhh, sedikit
kecewa sih sebenarnya karena saya penasaran dengan bentuk rumah lama adat
Betawi. Dan memang seluruh rumah di wilayah sana sudah tidak ada lagi yang
masih mempertahankan bangunan lamanya. Jika pun ada, tetapi pasti sudah
mendapat sentuhan gaya modern dengan dipasangi keramik.
Tidak jauh berbeda dengan jawabn
yang diberikan oleh Bapak Sumawar tadi mengenai bahasa Betawi yang masih
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, menurut Mpok Indeh “Bahasa Betawi
sekarang mah yah ya begini ini dah, nyang kaya kite ngobrol sekarang. Kaga ada
bedanye. Tapi kalo nyang bahas Betawi jaman jabot dulu, naahhhh Mpok kaga bisa
dahh. Soalnya nyang bisa make itu orang tua jaman dulu. Nyang udah sepuh
banget”. Sayang sekali lagi-lagi saya tidak bisa mendapatkan informasi lebih
lanjut bagaimana sih bahasa Betawi lama itu sebenarnya. Perbincangan dengan
Mpok Indeh sungguh mengasyikan karena beliau sangat ramah dan terbuka terhadap
pertanyaan-pertanyaan. Selain itu, sifat kocak khas Betawi nya pun masih sangat
kental. Sangat suka berguyon atau bercanda plus suara tertawanya yang
membahanaaaa.
Yang dapat saya simpulkan dari observasi saya mengenai penggunaan bahasa Betawi asli di lingkungan perkampungan Betawi ini menemukan bahwa sebenarnya bahasa asli sebagai entitas budaya Betawi masih dilakukan walaupun esensial utama nya sudah tidak terlalu terasa lagi. Hal ini dibuktikan dari hampir tidak ada lagi warga asli Betawi yang masih fasih menggunakan bahasa Betawi lama. Kalaupun masih ada, hanya tinggal seg,elintir orang. Sedikit miris, karena pada kenyataan dilapangan, kota Jakarta sebagai ibukota negara yang berpenduduk asli orang Betawi semakin lama semakin terpinggirkan. Jakarta didominasi oleh warga pendatang dan membawa serta identitas budaya mereka terlihat dari bahasa yang digunakan.
Tak sulit tampaknya menemukan orang Jawa, Sumatera, Sunda di kota Jakarta ini. Dan mereka hebatnya masih membawa serta kekentalan originalitas bahasa asli daerah mereka. Contohnya saja dikelas, teman saya yang berasal dari Jogjakarta. Sekeras apapun Ia berusaha untuk berbicara sedikit nge-gaul Jakarta, tetap saja medoknya tidak bisa hilang.
Semoga diluar sana masih banyak keluarga Betawi yang masih tetap teguh menggunakan bahasa asli mereka sehingga harapan akan lestarinya bahasa asli Betawi masih ada. Seperti di keluarga saya. Mau sefasih apapun bahasa asing yang dikuasi, selancar apapun bahasa Indonesia, tetapi ketika kembali kerumah, kami sekeluarga tetap berbicara dan bersenda gurau menggunakan bahasa Sumatera Selatan yaitu Palembang, daerah asal keluarga saya.
Rumah lama Betawi
Perjalanan kami masih berlanjut
lagi ketahap yang paling mengasyikan, yaitu wisata kulineerrrr !!!
Teman-teman saya sangat antusias.
Sayang sekali saya tidak bisa menikmati karena saya baru saja sembuh dari sakit.
Hanya bisa ngiler kepingin melihat
teman-teman saya makan. Ada Ketoprak, Soto Betawi, Kerak Telor, Es Goyang, Es
Durian, Es Selendang Mayang, Telor-teloran, Toge Goreng. Hiksss, lain kali saya
akan kesini lagi untuk makan sepuasnyaaa.
Toge Goreng |
Kerak Telor favorit saya huhuhu :'( |
No comments:
Post a Comment