Pages

Wednesday, January 16, 2013

BUDAYA YANG TERLUPAKAN


                
NIM : 11140110033
Nama : Angela Limawan
Kelas : F1

              Di akhir semester 3 ini, saya mendapat tugas dari salah satu mata kuliah saya yaitu Komunikasi Antar Budaya atau sering kita sebut KAB, berupa observasi ke salah satu budaya di Indonesia. Awalnya saya berpikir sangat berat karena saya harus menganalisa dari segala sudut pandang budaya tersebut terutama komunikasi antar individunya. Dalam memilih budaya yang akan saya analisa tidaklah sulit, selain Bapak Inco, dosen KAB saya sudah memberikan banyak pilihan, di Indonesia sendiri berjuta budaya ada sehingga tidak sulit menemukannya. Hanya kami, para mahasiswa memilih budaya yang lokasinya tidak terlalu sulit ditempuh untuk memudahkan observasi kami. Kami juga memilih budaya yang sudah terpengaruh dengan kehidupan modern sehingga banyak akses yang memudahkan kami mendapat orang yang mau dan bisa membantu kami memberikan segala informasi mengenai budayanya tersebut.
            Setelah satu minggu lewat dari pemberian tugas, kami pun memutuskan untuk memilih kebudayaan Betawi. Saya pergi bersama teman saya yang bernama Serenata Leony. Karena lokasinya yang dekat dan sangat mudah ditempuh dengan kendaraan, akses informasi yang akan saya daptkan pun sangat banyak dan mudah ditemukan karena budaya ini adalah budaya modern. Lalu saya menemukan lokasinya yaitu di Kampung Setu Babakan, Jakarta Selatan. Tanpa menunda, hari minggu pun kami pergi ke Jakarta untuk mulai melakukan observasi. Hanya 2 jam saya sampai di tujuan, itu pun karena saya sering berhenti untuk bertanya arah. Sebenarnya sangat mudah ditemukan lokasinya. Berikut adalah hasil observasi saya. Saya akan menjabarkan 2 hal dalam artikel ini. Yang pertama adalah hasil observasi saya di Kampung Betawi Setu Babakan, yang kedua adalah kegiatan salah satu anggota keluarga saya yang asli orang betawi yang masih kental melestarikan budaya betawi dalam kehidupan sehari-harinya.
            Kita mulai yang pertama yaitu perjalanan saya ke Kampung Betawi Setu Babakan. Sebenarnya yang dinamakan “Kampung Betawi” oleh masyarakat adalah sebuah tempat wisata, bukan sebuah perkampungan. “Kampung Betawi” adalah sebuah tempat wisata yang terletak di Setu Babakan, yang di dalamnya terdapat berbagai hal khas kebudayaan betawi yang bisa kita saksikan setiap minggu. Bahkan jika akan memperingati hari besar, kita bisa melihat segala hal khas betawi setiap hari yang akan dipertunjukan. Kebetulan saya melakukan observasi pada tanggal 25 November 2012, di mana pada bulan November ada banyak sekali pertunjukan yang lain dari biasanya karena memperingati bulan Kebudayaan Betawi. Saya datang ke sana pada hari minggu, jadi saya bisa menyaksikan pertunjukan Gambang Kromong dan Lenong khas Betawi sore nanti.
            Sedangkan kampung betawi sendiri adalah sebuah nama yang diambil dari sebuah perkampungan di sekitar tempat wisata tersebut yang di dalamnya semua warga perkampungan tersebut memiliki budaya betawi. Layaknya perkampungan biasa yang teratur, di pagi hari setiap hari minggu diadakan Senam Pagi yang diikuti seluruh warga yang kebanyakan ibu-ibu. Sehingga jam 6 sampai jam 10 pagi para wisatawan yang membawa kendaraan menuju tempat wisata Kampung Betawi harus menaruh kendaraannya di depan, dan itu sangat jauh. Jika kita menunggu hingga siang, kita sudah melewatkan banyak sekali aktivitas di Kampung Betawi salah satunya pelatihan Pencak Silat dan Tarian. Sehingga saya memutuskan untuk menaruh mobil saya di dekat pintu masuk, dan saya berjalan kaki menuju tempat wisata.
            Dalam perjalanan sangat tidak terasa melelahkan, karena sepanjang perjalanan kita disuguhi danau Setu Babakan yang sangat luas dan indah. Banyak jajanan khas Betawi, Delman khas betawi yang sebenarnya bisa membawa kita lebih cepat sampai tapi sayangnya harganya sangat mahal.

Setelah kira-kira sekita 45 menit, kami pun sampai ke tempat wisata. Pintu masuk dan pemandangan tempat itu sudah sangat menunjukan kekhasan dari tempat ini, didukung dengan suasananya. Yaitu percakapan para warga sekitar dari pedagang, dan wisatawan dari dalam kampung yang menggunakan bahasa betawi yang khas. Kami pun masuk dan mulai mencari pengurus dari Kampung Betawi ini. Pertama kali yang saya pikirkan tentang tempat wisata ini adalah 2 kata, The Best. Bersih, rapi, tersutruktur, teratur, wisatawan menaati peraturan, religius. 
Bahkan mereka punya mading acara yang akan diadakan di Kampung Betawi.

Karena bukan hanya kami yang ingin bicara dengan petugas informasi, kami pun menunggu. Karena ada pengunjung dari kampus lain yang juga akan melakukan observasi. Sayangnya mereka tidak membawa surat resmi dari kampus seperti kami sehingga kami pun diizinkan lebih dulu. Setelah kami berbincang-bincang dan memberitahu apa saja yang akan kami lakukan serta kami butuhkan di Kampung Betawi ini, lalu memberikan surat keterangan dari kampus, kami pun diizinkan melakukan observasi secara bebas karena kami sudah memiliki izin dan selama kami tidak mengganggu, merusak, mengotori wilayah sekitar. Peraturan yang sangat terbuka dan mudah bukan?
            Awalnya kami bingung akan memulai dari mana, lalu Bapak Harry, humas dari pengurus Kampung Betawi menyarakan kami untuk memulai berdasarkan jam aktivitas di sana. Karena setiap hari minggu dan sabtu, Kampung Betawi memiliki jadwal kegiatan yang bisa diberitahukan kepada wisatawan. Seperti dari jam 7-9 pagi ada latihan pencak silat khas betawi, dilanjutkan dengan latihan tari khas betawi, lalu pertunjukan hingga sore, dan sebagainya. Dengan bermodalkan jadwal kegiatan itu, kami pun mudah melakukan observasi.


Karena waktu masih menunjukan pukul setengah 8 pagi, kami pun masih berkesempatan meliput latihan pencak silat yang memang sedari tadi kami masuk sedang berlangsung. Yang membuat kami kagum adalah dari kegigihan dan keuletan anak-anak ini. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan kepada salah satu anggota pelatihan. Latihan ini diadakan setiap hari Sabtu dan Minggu pagi yang dimulai setengah 7 pagi hingga jam 10 siang. Anggota dari perkumpulan ini pun bukan hanya anak-anak sekitar perkampungan saja, tapi juga banyak anggota dari luar perkampungan bahkan di luar daerah Setu Babakan. Lalu bukan hanya anak laki-laki saja, tapi perempuan dari umur 7 tahun hingga remaja 15 tahun pun ada.
            Latihan ini selain untuk bela diri, juga untuk kesehatan karena teknik yang digunakan dalam bela diri ini berasal dari pengaturan pernapasan. Sebenarnya tujuan utama perkumpulan ini bukanlah untuk bela diri melainkan untuk olahraga dan tarian kesenian yang memasukan unsur bela diri. Karena zaman sekarang sudah tidak seperti zaman dulu yang menjadikan bela diri adalah faktor utama karena ada perebutan daerah kekuasaan dan seringnya kekerasan antar sesama.

     Waktu menunjukan pukul setengah 10, latihan pencak silat pun berakhir. Lalu kami mewawancarai salah satu pengunjung yang ada di sekitar situ. Menurut beliau, setelah ini akan ada latihan tarian dari Sanggar Setu Babakan. Putri beliau menjadi salah satu anggotanya yang baru berusia 8 tahun. Selama kami menunggu, kami pun memutuskan untuk membeli beberapa jajanan yang ada di sekitar situ.

           Makanan yang belum pernah saya makan adalah es kue podeng khas betawi. Selebihnya seperti kerak telor, toge goreng, es puter, dan sebagainya sudah sangat sering dan mudah kita temukan. Ternyata menurut salah satu sumber yang kami tanya, untuk berdagang di sini pun harus memiliki izin dan membayar “pajak”. Ini dilakukan agar pedagang yang berdagang di sini juga memiliki aturan tetap dan keabsahan. Begitu juga pedagang di sepanjang jalan yang kami lalui tadi. Menurut salah satu pedagang yang kami tanya, mereka tidak keberatan dengan pajak yang diberikan karena dalam sehari terutama hari libur, mereka bisa mendapatkan penghasilan yang besar yang tidak ingin mereka sebutkan.
            Selain itu, kami juga menemui salah satu pengunjung yang ternyata berasal dari Depok. Mereka merupakan ibu-ibu PKK satu komplek di perumahan mereka di Depok yang sedang berlibur bersama.

                 Mereka juga akan mengadakan acara PKK di tempat itu dengan menyewa salah satu rumah atau bangunan khas betawi ini. Ya, ternyata rumah-rumah yang dari tadi kami lihat di sekitar tempat wisata ini bukanlah rumah warga melainkan bangunan kosong yang oleh pengurus tempat wisata ini disewakan.

                 Untuk acara apapun dengan beberapa syarat seperti jika ingin memakai tarian atau kelompok sewaan dari Komunitas Kampung Betawi boleh dengan bayaran lebih. Lalu acara harus yang bernuansa religius tanpa mengikat agama. Tidak boleh membawa kelompok penghibur dari luar.

Sekitar pukul 10 lewat banyak anak-anak perempuan naik ke atas panggung dengan memakai sarung dipinggang dan selendang warna-warni. Lalu duduk dan mulai berbincang-bincang. Kami lalu ke belakang panggung untuk mewawancarai beberapa diantara mereka untuk mengetahui apa yang mereka lakukan.

                    Ternyata inilah saatnye mereka melakukan latihan tari Sirih Kuning. Menurut salah satu murid di sana, mereka sedang menunggu guru mereka untuk melatih yang akan datang sekitar pukul 12 nanti. Sementara itu, anak-anak di bawah umur 16 tahun akan dilatih oleh kakak senior mereka. Lalu mereka pun berlatih. Sementara kami menunggu pelatih mereka, kami merekam beberapa aksi mereka di panggung yang terlihat sangat indah walau hanya latihan. Ada beberapa kelompok anak yang mereka bagi berdasarkan kemampuan mereka.

                    Lalu setelah pelatihnya datang, kami pun mewawancarai beliau. Menurut beliau tarian khas betawi yang berbeda-beda itu adalah sebuah level penari tersebut. Sebut saja tarian Sirih Kuning, itu level yang sudah cukup sulit dan hanya sesuai untuk anak umur 16 tahun ke atas. Sedang tari lainnya juga ada levelnya, bisa kita sebut batas akhirnya advanced. Beliau juga menuturkan fungsi dari pakaian yang mereka kenakan. Menurut beliau walaupun hanya latihan, penari harus tetap memakai pakaian itu karena untuk membuat gerekan lebih indah dan gemulai begitu juga menambah keindahan tubuh saat menari.


                 Ternyata beliau adalah salah satu pelatih tari diberbagai universitas di Indonesia yang sering membawa anak asuhnya dalam acara maupun lomba nasional serta internasional. Seperti Universitas Pancasila dan Universitas Islam Jakarta. Sehingga kami bisa menyimpulkan bahwa beliau adalah pelatih profesional. Kami juga berharap nanti UMN bisa memiliki pelatih tari tradisional sehebat beliau. Karena beliau bukan hanya mengajar khusus tarian khas Betawi saja tapi seluruh tarian tradisional.
            Setelah itu kami jalan-jalan ke tempat lain sambil menunggu pertunjukan yang akan tampil yaitu Gambang Kromong dan Lenong Betawi pukul 2 siang. Kami makan siang dan meliput segala yang ada di Perkampungan Betawi dan sekitarnya.

           Menurut pengurus Bapak Yahya, pengurus Kampung Betawi. Semua bangunan ini sebenarnya seperti rumah pada umumnya, ada kamar mandi, kamar tidur, ruang makan, ruang tamu, dapur, dan sebagainya. Tapi bangunan ini semua untuk disewakan bisa untuk menginap maupun untuk acara sehari. Asal menepati peraturan yang sudah disebutkan di atas tadi.
            Lalu kami pun meliput ke luar wisata Kampung Betawi karena tadi di sekitar danau sangat sepi, dan sekarang sudah sangat ramai dengan pengunjung dan pedagang. Toko-toko pun sudah buka. Dan permainan di danau pun sudah beroprasi. Toko-toko yang ada tidak semuanya menjual barang khas betawi tapi ada 2 toko yang menjual CD lagu dan film khas betawi serta cinderamata khas betawi.

            Karena waktu masih terasa lama, kami pun kembali ke Perkampungan Betawi dan memutuskan menunggu di dalam. Tiba-tiba saja hujan turun cukup deras. Karena kami melihat wisatawan lain berteduh di dalam bangunan-bangunan khas betawi itu, kami pun mengikutinya. Cukup mengagumkan dan nyaman, rasanya saya ingin memiliki rumah khas betawi seperti ini. Karena sebenarnya saya masih keturunan Betawi asli. Ini akan saya ceritakan di kisah selanjutnya.




           Setelah hujan reda, kami pun keluar dan memutuskan melihat ke bagian belakang Perkampungan Betawi ini. Tiba-tiba kami melihat sekelompok orang berpakaian angkatan perang zaman dahulu yang datang dengan menaiki sepeda ontel. Kami awalnya mengira mereka akan pentas di sini.

           Tapi ternyata setelah kami bertanya kepada salah satu dari mereka, ternyata mereka adalah komunitas sepeda ontel dari Bunderan HI. Mereka sudah sering mampir untuk beristirahat dan olahraga sebagai standar jarak tempuh mereka. Selain kami yang ingin berfoto dengan mereka, para pengunjung pun ingin berfoto dengan mereka.

           Sebenarnya menurut salah satu anggota komunitas ini, selain mereka berekreasi dengan sepeda dan menjadikan Perkampungan Betawi sebagai standar mereka, lalu beristirahat sejenak. Mereka juga ingin agar masyarakat sekitar bahkan kalau bisa seluruh Jakarta aware dengan adanya komunitas sepeda ontel yang harusnya dilestarikan. Karena ini adalah salah satu sejarah bangsa Indonesia dari Belanda yang patut kita banggakan. Ini juga menjadi alasan mereka karena semakin hari peminat dari komunitas ini semakin sedikit.

            Apalagi dengan munculnya berbagai sepeda modern yang sebenarnya memang jauh lebih nyaman dari sepeda ontel dan cocok untuk segala umur. Sehingga muncul komunitas sepeda lain yang cukup besar dan cepat perkembangannya dikalangan remaja terutama, yang semakin membuat komunitas sepeda ontel kehilangan wilayah dan menghilang perlahan. Diharapkan para anak bangsa terutama remaja, lebih mengutamakan warisan budaya bangsa Indonesia daripada budaya luar negri.   Banyak cara bisa kita lakukan tanpa harus mengikuti komunitas ini atau memiliki sepeda ontel. Salah satunya blog. Kunjungilah wisata yang mencerminkan budaya Indonesia dan masukan dalam blog atau dokumentasikan. Postlah itu agar masyarakat mancanegara pun tahu betapa banyak, indah, dan mengagumkannya budaya bangsa kita. Karena di zaman sekarang ini pasangan intim informasi adalah media digital terutama internet. Jadi jika kita memiliki informasi, mediumnya harus digital atau internet untuk menyampaikan informasi itu ke ke seluruh dunia dengan mudah dan cepat.

             Setelah puas berbincang-bincang dengan komunitas sepeda ontel, kami pun melanjutkan tugas kami untuk meliput beberapa bagian belakang Perkampungan Betawi yang tidak menjadi kewajiban dari pengurus pedepokan betawi.
            Menurut salah satu warga di sana, kehidupan kami di perkampungan yang kecil ini sangat nyaman dan rukun. Hanya ada satu RT, RW, dan Lurah. Mungkin karena kecilnya wilayah dan sedikitnya penduduk, sehingga pengaturan tata tertibnya pun mudah dilakukan.

            Kami juga hidup berdampingan dengan pihak pengurus Perkampungan Betawi. Seperti pihak tempat wisata mengizinkan kami menjadikan tempat wisata dan sekitarnya menjadi lapangan mata pencaharian kami. Salah satu yang kami temui adalah pedagang Toge goreng dan Es puter yang tidak lain adalah warga yang tinggal di belakang tempat wisata ini. Selama kami tidak melanggar peraturan, hidup berdampingan dan adil dengan pedagang lain, tidak mengganggu kebersihan dan kenyamanan wisatawan, serta menjual barang yang layak dan halal kami bebas berdagang apapun di tempat ini. Karena jika melanggar akan dikenakan sanksi hukum positif dan blacklist oleh pihak pengurus tempat wisata.
            Pembahasan terkahir adalah komunikasi dalam budaya betawi. Kita bisa ambil contoh dalam film “Tukang Bubur Naik Haji” yang ada di RCTI. Inilah salah satu bentuk apresiasi sebuah stasiun TV yang masih mencintai bangsanya dengan menyelipkan sedikit kebudayaan kita yang terlupakan dalam programnya. Iya, sinetron ini mengandung segala unsur kebudayaan betawi. Dari adat istiadat, komunikasi seperti bahasa yang digunakan sehari-hari, sampai para artis yang bermain dalam film ini semua adalah keturunan asli dari budaya betawi seperti Nova Soraya dan Nani Widjaya.
            Setiap percakapan kental dengan jargot khas betawi, sampai penyebutan nama keluarga atau orang lain. Salah satu contohnya adaalah penggunaan sebutan “Encang” dan “Encing”, “Babe”, “Enya”, dan masih banyak lainnya. Yang sekarang bahkan kita sudah tidak mengenalnya lagi. Menurut pengakuan salah satu pengunjung Kampung Wisata Betawi, yang mengaku asli betawi. Beliau sudah tidak menggunakan sebutan khas betawi lagi dalam keluarga karena keluarganya jauh lebih banyak yang berasal dari daerah lain seperti Jawa yang mendominasi. Begitu juga di tetangganya yang sudah tidak menggunakan sebutan-sebutan juga. Jadi menurut beliau walaupun mereka masih bisa disebut keturunan asli betawi tapi tetap budayanya sudah hilang. Ini ditandai dengan keturunan mereka yang bahkan tidak menggunakannya lagi.
            Hal lain yang khas dari budaya ini dalam komunikasi mereka adalah logatnya dan tempramen yang cukup kasar. Tapi tidak merata seperti budaya Batak. Budaya betawi adalah budaya yang bernuansa islamic tapi karna sudah adanya percampuran agam dalam berkeluarga maka sekarang percampuran dalm budaya betawi tidak hanya bernuansa islamic tapi juga ada dengan etnis dan agama lain. Seperti saya contohnya. Saya asli keturunan betawi dengan percampuran cina dan beragama katolik tapi sejak kecil budaya yang diperkenalkan pada saya hanya budaya cina dan agama katolik. Maka sampai saat ini saya pun tidak tahu saya memiliki darah orang betawi dari buyut saya jika orang tua saya tidak memberitahu saya dan saya mendapat tugas ini untuk mencari tahu.
            Mungkin pelajaran yang saya dapat dari tugas ini adalah pertama mengetahui lebih dalam sosok sebuah budaya yang sekarang sudah nyaris punah dikalangan masyarakat Indonesia bahkan Jakarta sendiri. Budaya ini ditunjukan hanya sebagai loyalitas saja bukan untuk dilestarikan. Seperti hanya saat ulang tahun jakarta dan pelantikan guberbur jakarta saja. Yang kedua adalah menyadari betapa indahnya budaya ini dan dalam hidup saya sebenarnya budaya ini menjadi bagian dalam diri saya sehingga saya merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya. Tentunya untuk semua budaya di Indonesia.

 

3 comments:

  1. Tugas para mahasiswa sebagai penerus bangsa
    untuk mendalami suatu kebudayaan di Indonesia sangat berguna , karena seperti contoh kebudayaan Betawi dimana masyarakat saling menghormati dan saling tolong menolong antara sesama warga patut menjadi contoh untuk generasi muda sekarang , dimana mereka dalam kehidupan sehari-hari sudah membudaya kehidupan acuh tak acuh , yang penting gue senang , sehingga mudah sekali terjadi bentrokkan antara mereka sendiri . Salah satu contoh yang sangat jelas meskipun mereka bertetangga tetapi mereka tidak saling mengenal , bagaimana dapat hidup rukun ? Hai generasi muda ayo kita contoh kehidupan berbudaya bangsa Indonesia yang sangat majemuk agar kita sebagai anak -anak bangsa dapat membawa nama harum bangsa Indonesia tercinta kepada dunia . Hidup generasi muda Indonesia , tetap semangat .

    ReplyDelete
  2. Tulisan blog ini bagus dan bermanfaat bagi pembaca karena isinya lengkap. Keep posting! :D

    ReplyDelete
  3. Warga Indo harusnya bangga ,mereka punya beragam budaya,suku,bahasa,makanan,dll. Tapi jaman sekarang ,semua sudah terpengaruh budaya asing ,bukan hal yg buruk tapi akan menjadi buruk saat budaya sendiri ditinggalkan bahkan dilupakan. Tugas para generasi muda penerus bangsa yg akan melestarikan.
    Mimpi kami semua warga Indo untuk hidup berdampingan antar agama, saling menghormati, dan politik yg jujur. Semua bisa terwujud dengan generasi muda yg dapat menghargai dan menghormati budaya. Merdeka!!!

    ReplyDelete