Pages

Friday, January 18, 2013

Indahnya Pesona Batik

NIM : 11140110135
Nama : Nandya Utami Putri Bachtiar
Kelas : F1



KAMPUNG BATIK LAWEYAN

SOLO

Begitu banyak keindahan yang tersimpan di Negri kita ini, Indonesia. Bukan hanya keindahan alamnya yang terlihat luar biasa, namun juga beragam suku, ras, budaya, etnis, dan agama. Bahkan kesenian dan kerajinan yang tidak kalah menarik untuk kita pelajari. Indonesia dikenal dengan negeri seribu pulau, seribu bahasa, seribu kebudayaan, seribu kesenian, dan seribu kerajinan.

Dikenal dengan negeri seribu pulau, karena Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang berada di sekelilingnya. Disebut seribu kebudayaan dan seribu bahasa, karena Indonesia tidak terdiri hanya dengan satu kebudayaan saja, namun banyak kebudayaan yang tersimpan di negeri ini dan kebudayaan tersebut juga memiliki bahasa tersendiri pula. Karena banyak kebudayaan, tentunya banyak pula juga kesenian dan kerajinan yang dihasilkan yang dijadikan sebagai ciri khas dari kebudayaan itu sendiri.

Kita semua tahu bahwa Indonesia dikenal dengan; makanan khasnya; tahu dan tempe, keseniannya; reog, wayang,dll, kerajinannya; kain songket, batik dan masih banyak lagi. Itu membuktikan bahwa Indonesia kaya akan kebudayaannya.


Kebudayaan diambil dari kata budaya. Pengertian ‘budaya’ itu sendiri mempunyai arti banyak dalam disiplin ilmu serta konteks yang berbeda. Lonner dan Malpass, mendefinisikan istilah budaya ini sesederhana mungkin, yakni Budaya adalah pemrograman pikiran atau Budaya merupakan yang dibuat oleh manusia dalam lingkungannya. Sedangkan istilah ‘Kebudayaan’ menurut Triandis:

Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan objektif yang dibuat manusia yang dimasa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasan pelaku dalam ceruk ekologis, dan demikian tersebar di antara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena mereka mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama.

Untuk itu, pada tanggal 23 Desember 2012 yang lalu, saat liburan natal dan tahun baru, saya menyempatkan diri untuk pergi berlibur sekaligus mengerjakan tugas Komunikasi Antar Budaya ini ke Solo, Jawa Tengah. Banyak sekali hal yang menarik di Kota tersebut. Ada Kesenian Wayang Orang, Pasar Klewer, Keraton Surakarta, Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Laweyan, dan masih banyak lagi tentunya.

Dari semua yang sudah saya sebutkan di atas, saya tertarik untuk memilih Kampung Batik Laweyan sebagai tempat observasi mengenai kebudayaan di Kampung Batik Laweyan tersebut  untuk menyelesaikan tugas Komunikasi Antar Budaya ini.

Mengapa ?

Karena, selain lokasi dekat dengan penginapan saya, tentunya Kampung Batik Laweyan juga mempunyai kebudayaan tersendiri walaupun pada dasarnya lebih mendominasi kebudayaan di Solo, karena Kampung Batik Laweyan dibilang sebagai kampung batik tertua di kota tersebut, bahkan kampung batik tertua se-Indonesia. Katanya, Kampung Batik Laweyan ini disebut atau dikenal dengan Kampung ‘Juragan Batik’, karena disana banyak atau bisa dibilang kampung yang masyarakatnya adalah para pengusaha batik, itu dulu. karena jaman yang semakin berkembang dengan pesat, ditandai dengan masuknya budaya-budaya baru yang membuat para penguasaha batik di Kampung Batik Laweyan ini gulung tikar. Sekarang, tidak semua warga di Kampung Batik Laweyan ini adalah seorang pengusaha batik, melainkan ada buruh dan para imigran lain yang tinggal di Kampung Batik Laweyan ini.

Bisa dilihat dengan kasat mata, Kampung Batik Laweyan ini mempunyai  tiga gang masuk ke dalam Kampung. Gang utama masuk ke Kampung Batik Laweyan ini berada di depan jalan, dekat pertigaan lampu merah. Daerah lebih tepatnya, saya lupa karena nama jalannya pake nama jawa gitu.


Dilihat dari namanya saja sudah terlihat masih menggunakan ejaan bahasa lama, 
‘Kampoeng Batik Laweyan’

Di Kampung Batik Laweyan tersebut model dan tata bangunannya pun seperti kampung pada biasanya, banyak lika-liku gang. Yang membedakannya, kalau di kampung yang sering kita temui hanya rumah untuk tinggal. Nah, kalau di Kampung Batik Laweyan ini di kanan, kiri, depan, belakang, dan sudut yang kita lihat adalah beragam toko-toko batik masih dengan suasana jawa pada jaman dulu, walau ada beberapa yang sudah terlihat modern. Nah, itulah yang membuat, mengapa tempat ini disebut dengan ‘Kampung’ Batik Laweyan.

Bukan seperti toko-toko batik seperti yang kita lihat biasanya, di Kampung Batik Laweyan ini di setiap toko batik terdapat tempat juga untuk memproduksi batiknya. Jadi, batik yang dijual disetiap toko adalah batik hasil produksi sendiri. Dan setelah saya perhatikan, batik yang dijual motif dan designnya berbeda-beda, jadi bila kita menemukan motif dan design batik yang unik di satu toko, maka kita tidak akan menemukannya lagi di tempat lain, bahkan di toko itu sendiri hanya menyediakan satu produk.
Karena saya penasaran dengan hal tersebut, saya akhirnya menanyakannya kepada salah satu pengusaha batik tersebut. Katanya, motif dan design batik memang berbeda-beda, tergantung bagaimana si pembuat batik membuatnya.

Dan saat saya berjalan ke toko batik lainnya, saya melihat beberapa baju batik model daster untuk ibu-ibu dengan motif dan design batik yang sama persis, yang berbeda hanya warna dasarnya saja. Tanpa berpikir panjang, saya pun bertanya lagi kepada penjaga toko tersebut. Dia bilang, motif dan design batik yang berbeda-beda itu hanyalah batik tulis. Mengapa demikian ? Karena, batik tulis dibuat dengan tangan sang pengrajin batik sendiri, jadi motif dan designnya dibuat tergantung sang pengrajin batik. Nah, sedangkan yang saya lihat, batik dengan motif yang sama, itu bisa di bilang batik cap dan batik print.

Cara membuat batik ternyata ada tiga macam. Yang pertama, ada batik Cap. Batik Cap ini menggunakan media Cap. Media capnya seperti model stempel. Stempelnya pun terbuat dari tembagaYang kedua, ada batik Print. Bisa diperkirakan dari namanya, motif batiknya di print dengan menggunakan media. kalau bisa dibilang, menurut saya batik Print ini motifnya sedikit berantakan dan kurang bagus. Yang ketiga, ada batik Tulis. Batik tulis merupakan batik yang mempunyai harga tertinggi dari yang lain. Mengapa ? Karena, batik dengan cara tulis ini dibuat dengan tangan sang pengrajin sendiri, kemudian, motif batiknya pun tidak bisa sama persis, jadi istilahnya motifnya itu ‘tidak pasaran.’

benar-benar penasaran dengan bagaimana rasanya membuat batik, dan untuk mengusir rasa penasaran itu, saya mencoba untuk belajar membatik di sebuah workshop Cempaka. Cempaka adalah nama sebuah toko batik yang letaknya sedikit tersembunyi. Saya harus melewati lika-liku gang untuk sampai ke sana dan belajar membatik.

Di sana saya bertemu langsung dengan pemiliknya bernama Ibu Eni Susilo. Beliau adalah salah satu pengusaha batik yang tinggal di Kampung Batik Laweyan itu. Sambil menunggu semua peralatan membatik disiapkan, saya pun masuk ke toko batik milik ibu Eni. Ternyata di sana ada sebuah peraturan tidak boleh mengabadikan semua yang ada di dalam toko tersebut dengan foto atau video, itu bermaksud menjaga motif batik yang ada di toko tersebut agar tidak diplagiat dan tidak menjatuhkan harga pasar yang di jual. Katanya sih begitu.

Setelah semua peralatan membatik telah dipersiapkan, saya di ajak ke sebuah tempat yang lebih leluasa untuk membatik. Sebelumnya, ditempat yang sama, saya melihat hal amat sangat menarik. Saya melihat seorang bapak tua yang sedang asik membatik. Tapi bukan tulis yang sedang dikerjakan, melainkan batik cap. Karena penasaran, saya pun menghampiri bapak tersebut dan sempat berbincang-bincang sebentar. Namanya, Bapak Sujono. Sudah 20 tahun bapak Sujono ini bekerja sebagai pengrajin batik cap. Walaupun penghasilannya tidak besar, namun bapak Sujono senang melakukannya, dengan alasan ia ingin tetap melestarikan batik.

Setelah selesai berbincang dengan Pak Sujono, saya pun bergegas pergi ke sebuah tempat, dimana proses membatik akan saya lakukan. Rasa penasaran pun muncul ketika melihat peralatan yang telah disediakan oleh pegawai Ibu Eni dari Cempaka tadi.

Berikut alat-alat yang digunakan dalam membatik: ada Canting, kompor, penggorengan kecil, kain putih polos, dan sebuah bingkai untukmemudahkan kita dalam membatik. Kemudian, ada juga bahan yang digunakan antara lain malam. Kalau semuanya sudah lengkap, proses membatik pun bisa dimulai. Jadi, dalam membatik ada hal-hal yang harus diperhatikan loh, antara lain cara kita duduk.

Asumsi yang dinyatakan oleh Morreale, Spitzberg, dan Barge: “Bagaimana manusia berdiri, duduk, dan berjalan memiliki pesan non-verbal yang kuat. Apakah anda bermaksud untuk mengirim pesan atau tidak, setiap gerakan anda secara potensial menyatakan sesuatu mengenai anda dan orang lain.” 

Nah, dalam membatik posisi duduk yang harus dipraktikkan adalah duduk tidak berhadap-hadapan dengan kompor yang digunakan untuk melelehkan malam tapi posisis duduk pun menyamping. Jadi lebih jelasnya, posisi duduk dengan posisi kompor bersampingan. Hal ini maksudnya agar mempermudah kita dalam mengerjakan batik tulisan tersebut saat mengambilan malam dengan canting.




Hal lain yang harus diperhatikan adalah cara pemegangan canting. Pemegangan canting dalam proses batik tulis ini dipraktekkan seperti cara kita menulis menggunakan pensil atau pulpen di tembok. Posisi belakang canting sedikit di turunkan, itu berguna agar lelehan malam tidak terlalu keluar banyak, sehingga proses memberi motif pada kainnya bisa lebih rapi. Nah, itu yang cara memegang canting itulah yang membuat batik ini dengan sebutan batik tulis.

Ada hal unik yang saya sadari, bahwa di Kampung Batik laweyan ini semua pengrajin batik tulis adalah para wanita.

Mengapa ?

Karena, di Kampung Batik Laweyan mempunyai cara pandang yang berbeda.
Sehubung dengan itu, berdasarkan buku Komunitas Lintas Budaya mengenai Cara Pandang dan Budaya, Kraft menyatakan hal sebagai berikut: Setiap kelompok sosial memiliki cara pandang – sejumlah kepercayaan dan nilai yang kurang lebih sistematis yang dinilai oleh tersebut dan mengandung arti dari realitas yang ada.”

Hal yang berhubungan dengan cara pandang yang ada di Kampung Batik Laweyan ini adalah bahwa pengrajin batik tulis adalah para wanita. Di kampung Batik Laweyan mempunyai cara pandang mengenai hal ini, bahwa wanita mempunyai derajat yang lebih tinggi dari para laki-laki. Karena, dalam membuat motif batik tulis ini amat sangat membutuhkan kesabaran. Oleh karena itu, wanitalah yang membuat batik tulis. Karena wanita dipandang mempunyai kesabaran dan ketelitian yang lebih dari para laki-laki. Dan hal yang lainnya adalah wanita dipandang mempunyai pemikiran yang lebih terbuka dan kreatif sehingga dapat menghasilkan beragam motif batik yang terlihat lebih indah. 

Setelah saya mencoba sendiri bagaimana rasanya membatik, ternyata benar memang dalam proses membuat batik tulis ini benar-benar membutuhkan kesabaran yang ekstra, ketelitian yang ekstra pula, serta ke kreatifan dalam membuat motif.

Setelah saya belajar membatik, saya pun kembali menelusuri Kampung Batik Laweyan ini. Saya bertemu dengan seorang ibu-ibu yang sedang asik membuat kue. Nah, ternyata di Kampung Batik Laweyan ini mempunyai makanan khas, kue proyes. Nah, kue ini biasanya dibuat hanya saat ada resepsi pernikahan. Kue ini, tidak bisa kita dapatkan di luar kampung ini, karena memang sengaja tidak di produksi secara banyak.

saya berjalan menuju sebuah mesjid bernama Mesjid Laweyan. Di samping Mesjid Laweyan terdapat sebuah pemakaman keluarga keraton dari kerajaan pajang. Di Kampung Batik Laweyan, semua penduduk beragama islam. Oleh karena itu, Di Kampung Batik Laweyan hanya terdapat tempat ibadah mesjid. 

Pengertian agama sendiri yang dijelaskan dalam buku komunikasi lintas budaya adalah untuk mengikat, yang berasal dari bahasa latin relige . Hal ini pastinya menjelaskan bahwa bahwa agama mengikat manusia dalam hal-hal sakral.

Ada hal unik lainnya, disekitar mesjid, yaitu adanya sebuah pemakaman untuk keluarga keraton pada masa kerajaan pajang. Salah satunya adalah KI Ageng. Ternyata, dulu banyak orang yang sering bertapa disana untuk memohon hal-hal seperti meminta untuk kenaikan jabatan, kelancaran dagangan, dan semacamnya. Dan ternyata, sampai sekarang pun masih banyak orang yang bertapa ke makam tersebut setiap malam jum’at.

Saya berjalan menuju pemakaman yang berada di samping mesjid. Terdapat sebuah pintu kayu besar sebagai pintu masuk ke dalam pemakaman tersebut. Disetiap gerbang terdapat sebuah wadah dari batu yang di dalamnya terdapat sebuah air yang bercampurkan dengan bunga. Di sebelah wadah air tersebut terdapat sebuah wadah kecil berisikan seperti tanah dan di tempat situlah beberapa dupa ditancapkan. Biasanya warga Kampung Batik Laweyan menyebutnya dengan ‘staman.’



Melihat hal tersebut saya langsung terpikirkan bahwa hal tersebut mempunyai pesan non-verbal yang dapat bersifat ambigu. Oleh karena itu, saya pun bertanya apa arti dari adanya staman ini. Ternyata, gunanya sama dengan kemenyan.

Selain itu, di sana terdapat dua pemakaman, antara lain: pemakaman keluarga keraton surakarta dan yang kedua adalah pemakaman untuk keluarga kerajaan pajang. Nah, saat ingin memasuki pemakaman dari keluarga kerajaan pajang, ada sebuah peraturan kalau kita diwajibkan untuk melepas alas kaki saat masuk ke pemakaman Raja Pajang itu. Masih bersangkutan dengan pesan non-verbal terkait diwajibkannya membuka alas kaki. Maksud dari melepas alas kaki tersebut adalah untuk menghormati para arwah. Walaupun ditempat pemakaman para keluarga surakarta tidak melepas alas kaki, ini bukan berarti kita tidak menghormati, hanya saja di pemakaman kerjaan pajang lebih dihormati karena di sanalah perkumpulan para raja pajang, pendiri Kampung Laweyan tersebut. 

Setelah itu, saya pergi kesebuah tempat, dimana disana menjual batik lawas atau yang artinya batik tua. Tentunya, batik tua ini terlihat lama, warnanya pun lusuh dan mulai memudar,walaupun model pakaiannya tidak ketinggalan jaman. Harga yang ditawarkan pun juga amat sangat murah.

Kita tau bahwa penggunaan bahasa terjadi setiap harinya. Tentu hal ini dilakukan oleh warga kampung batik laweyan dalam berkomunikasi dengan orang lain. kita tau bahwa identitas etnis berasal dari bahasa. Dalam stereotip dialek orang solo itu adalah berbicara amat sangat pelan dan tertata rapi. Karena Kampung Batik Laweyan ini berada di dalam kota Solo, oleh karenanya bahasa yang digunakannya pun masih bahasa Solo yang lembut dan tertata. 

Pengertian dialek itu sendiri dalam buku komunikasi lintas budaya adalah sebagai tambahan dari variasi pelafalan yang menandai aksen. Sedangkan aksen adalah variasi dalam pelafalan yang terjadi ketika orang menggunakan bahasa yang sama.

Kita harus tetap menjaga kebudayaan yang ada di Indonesia ini. Jangan karena perkembangan jaman yang pesat kita meninggalkan bahkan melupakan kebudayaan yang ada sebelumnya. Karena kebuadayaan yang ada dan berbeda itulah kita bisa saling melengkapi.

No comments:

Post a Comment